🌱 After Rain Chapter 36 🌱

0 2 0
                                    

🌱 After Rain Chapter 36 🌱

Ditemani Arin, Judhy kini sudah berada di ruang kerja ibundanya. Tidak ada hal menarik yang ada di ruang kerja. Rak buku, kertas, pena, meja, kursi, adalah hal yang sangat membosankan bagi kedua gadis itu. Mereka butuh pemandangan lain.

Arin sampai menguap menunggu kedatangan ibunda Judhy. Sedangkan Judhy sendiri, gadis itu memilih berdiri di dekat jendela menikmati pemandangan hijau taman rumah sakit.

Sampai terdengar pintu dibuka, Arin terperanjat dan langsung menoleh. Sementara Judhy, dia berbalik setelah Arin cium tangan pada Nyonya Kristin. Tanpa kata, Judhy mencium tangan ibundanya.

"Duduklah," perintah Nyonya Kristin terlihat terburu-buru. Kemudian beliau duduk di kursi kerjanya.

Tatapan Nyonya Kristin cukup lama pada putrinya yang menunduk, lalu beralih melihat Arin. "Bisa jelaskan lebih detail pada Tante, Arin. Mengenai apa yang kau beritahu pada Tante pagi tadi."

Arin meletakkan kedua tangan di meja, lalu menatap Nyonya Kristin serius. "Jadi begini Tan, dulu Judhy pernah cerita tentang teman laki-lakinya yang bernama Krish. Nah, minggu kemarin dan semalam, Judhy bertemu dengan cowok yang mengaku sebagai Krish. Cowok itu kenal Judhy, tapi Judhy sama sekali tidak mengenalnya."

"Mungkin dia orang iseng, kan? Yang kebetulan memiliki nama yang sama?"

"Ya ... iya juga sih." Arin baru kepikiran, mungkin saja kan, cowok yang mengaku Krish itu orang iseng penggemar rahasia Judhy yang tahu banyak tentang Judhy?

"Ah, tapi menurutku tidak mungkin, Tan. Soalnya cowok itu ternyata pernah sekolah di SMP satu HarBa, seangkatan dengan kami, tapi sudah dikeluarkan karena melakukan kekerasan di sekolah. Ya ... setahuku, dia anak yang tidak mungkin membuang waktu untuk melakukan keisengan, Tan."

Di tengah perhatiannya pada Arin, Nyonya Kristin sesekali mencuri pandang pada Judhy yang terlihat enggan melihat wajahnya. Sakit rasanya diabaikan oleh anak sendiri, tetapi Nyonya Kristin sadar diri, sikapnya pada Judhy memang pantas mendapatkan perlakuan seperti itu.

"Lalu, saat Judhy cerita tentang cowok yang mengaku Krish, itu, aku bilang pada Judhy kalau Judhy punya teman yang namanya Krish. Sayangnya, Judhy sama sekali tidak ingat dengan temannya itu. Tidak sedikitpun." Arin begitu yakin akan ucapannya. "Bahkan bisa dibilang, Judhy sudah lupa dengan temannya itu."

"Bukankah Nak Arin satu sekolah dengan Judhy waktu SD? Apa Krish ini juga sekolah di sana?"

"Tidak, Tan. Judhy kenal Krish sebelum di SD 1 kota Tentara Pelajar. Kan, Judhy pindah ke sini waktu kelas tiga kalau enggak salah."

"Berarti di SD sebelumnya, ya." Nyonya Kristin mengangguk mengerti. Perhatiannya beralih penuh pada sang putri. "Dek."

Judhy baru mau melihat wajah bundanya setelah dipanggil oleh wanita yang sudah melahirkannya.

"Apa kau mengalami sakit kepala?"

Judhy menyelami mata ibundanya, lalu menjawab, "Tidak." Judhy sengaja tidak menceritakan kejadian tadi pagi saat dirinya nyaris pingsan karena sakit di kepala yang tiba-tiba menyerang beberapa saat. Dia tidak ingin membuat ibundanya khawatir.

"Kau tidak berbohong pada, Bunda, kan?"

Judhy diam, membiarkan sang bunda menyimpulkan sendiri arti tatapannya.

"Tadi pagi Judhy mimisan, Tan."

Judhy langsung mengalihkan pandang ke samping kiri saat Arin tiba-tiba memberitahu Nyonya Kristin.

Nyonya Kristin menatap Judhy khawatir, tetapi disembunyikan begitu rapi dengan sikapnya yang tampak tak peduli. "Baiklah. Sabtu nanti kau izin, ya. Ada yang harus kau lakukan. Dan mengenai ingatan teman masa kecilmu itu, Bunda yakin akan kembali dengan sendirinya. Sekarang kalian boleh pergi."

Arin segera saja bangkit, disusul Judhy.

"Nanti malam Bunda pulang, kan?"

Pertanyaan tiba-tiba dari Judhy itu seketika membuat Nyonya Kristin mendongak. Lalu perhatiannya dialihkan dari wajah Judhy.

"Bunda ada banyak pasien hari ini. Dan hari-hari berikutnya. Kita akan ketemu Sabtu nanti."

Judhy melihat bundanya kesal, tanpa pamit dan cium tangan pada Nyonya Kristin, dia langsung beranjak keluar. Disusul Arin setelah cium tangan.

Hati Nyonya Kristin bagai diremas atas sikap Judhy padanya. Wanita itu sebenarnya ingin berada di sisi putrinya, tetapi ada hal yang selalu membuatnya terluka lebih dalam jika bersama Judhy. Karena alasan itulah, Nyonya Kristin selalu beralasan ada pasien di luar kota sehingga tidak bisa pulang ke rumah dalam jangka waktu tertentu. Padahal, setiap hari Nyonya Kristin ada di rumah sakit yang didirikannya ini. Beliau dan asistennya tidur di lantai empat rumah sakit.

"Bunda minta maaf, Dek. Bunda tidak bisa menceritakannya padamu. Bunda malu," katanya lirih. "Tolong jangan membenci Bunda, ya?"

Sementara di sisi lain, Kevan baru saja mengentikan mobilnya dan turun. Pria itu mengusap rambutnya ke belakang, lalu bertolak pinggang menahan emosi pada remaja berseragam putih-biru yang duduk di bawah pohon.

Pria itu membuang napasnya kasar dan duduk di samping Rocky. Waktu sudah menunjukkan pukul 15.00, tetapi cuaca masih sangat terik menyengat. Namun karena jalanan yang begitu teduh, panasnya cuaca hari ini tidak begitu terasa.

"Kau membuatku khawatir, Nak. Aku kira kau kabur dan meninggalkan kota ini."

"Aku ingin berhenti sekolah."

Kevan langsung menoleh Rocky dengan kernyitan pada dahinya. "Kau bilang apa barusan?"

"Aku ingin berhenti sekolah. Aku ingin mencari Ibu."

"Hey." Kevan memegang kedua bahu Rocky. "Aku yakin, ibumu pasti menginginkanmu menjadi anak yang berhasil. Aku juga yakin, ayahmu tidak ingin kau di masa depan bernasib sama dengannya. Karena itu ayahmu, sampai rela menjadi supir angkot demi mencari uang untuk biaya sekolahmu. Dia akan sangat kecewa kalau mendengar ini darimu, Nak."

"Tapi aku merindukan mereka, Tuan. Untuk apa aku memiliki segalanya, tetapi aku tidak bisa hidup bersama Bapak dan Ibu. Itu sama saja aku hidup sendirian."

Hati Kevan bagai ditikam saat melihat sosok yang biasanya sangat cuek dan selalu menatapnya tajam dan penuh kebencian, tetapi kali ini menunjukkan kerapuhan.

Angin yang bertiup lembut membelai rambut Rocky hingga tersibak. Beberapa daun kering jatuh di tengah kesunyian. Beberapa saat tidak ada kendaraan yang lewat di jalan itu. Hening.

"Aku ingin bertemu Ibu dan Bapak, Tuan. Aku ingin hidup bersama mereka. Tidak apa-apa hidup pas-pasan, asal bisa bersama Ibu dan Bapak, itu sudah cukup bagiku."

Melihat Rocky nyaris menangis, Kevan bergerak memeluknya. Dan Kevan bisa merasakan isak tangis dari Rocky. Isakkan yang begitu menyakitkan bagi Kevan.

"Akulah penyebab semua ini, Nak. Kalau saja waktu itu aku bertanggung jawab atas perbuatanku pada Flody, mungkin hal ini tidak akan terjadi. Kau dan Flody tidak perlu merasakan pahitnya mencari uang untuk bertahan hidup. Namun sayang, aku terlalu pengecut saat itu. Yang aku pikirkan hanya kesenanganku saja. Aku sama sekali tak berpikir, dampaknya kan jadi seperti ini. Aku benar-benar minta maaf, ya. Aku janji akan menebus dosaku di masa lalu. Aku akan menjadi ayah yang baik untukmu. Tidak peduli kau menganggapku apa, tapi aku akan selalu berada di sisimu, Nak. Menemanimu sampai kau menemukan ibu dan ayahmu," kata Kevan mengungkapkan isi hatinya, pelukannya pada Rocky semakin mengerat, seolah enggan melepas Rocky dari dekapannya. Momen langka yang mungkin hanya akan terjadi sekali.

"Flo, sebenarnya kau ada di mana?" batin Kevan, matanya menerawang jauh. "Kau masih hidup, kan?"

***

After Rain

Diketik: Senin, 13 Maret 2023
Dipublikasikan: Sabtu, 15, April 2023 (20.02 WIB)

After Rain Season 1 (END)Where stories live. Discover now