Pantone 021 U

89 5 0
                                    

[Rana]

Terkadang waktu berjalan menyamakan langkahnya dengan seekor siput yang butuh satu hari penuh untuk menuju tempat impiannya. Di lain waktu, waktu berjalan seakan ia mengendarai roket yang tak sabar untuk menembus atmosfer dan tiba di ruang angkasa. Di beberapa kesempatan, waktu akan diam terhenti dan membeku, seakan tak mau bergeming agar tokoh utama mampu resapi segala rasa yang sedang menghujani dirinya.

Kali ini, jika boleh meminta, aku harap waktu berkawan dengan siput untuk sementara. Aku harap hari tidak berganti dahulu, sampai aku temukan tempat tinggal yang baru untuk aku dan Mario.

Sepertinya sudah tidak mungkin lagi untuk aku tetap bernyawa jika aku tinggal di rumah yang sama dengan Bapak untuk waktu yang lebih lama. Aku juga tidak ingin torehkan lebih banyak ingatan traumatis lagi di kepala Mario. Sudah cukup. Aku ingin adikku menghabiskan waktunya tanpa perlu mengkhawatirkan kakaknya.

"Kamu nyari kosan?"

Aku tersentak dan reflek menoleh. Di sampingku, berdiri Ovi dengan baju dan tas yang sudah rapi, siap untuk pulang karena shift nya sudah selesai. Di samping tab kasir, menyala layar ponselku yang menujukkan website penyedia rumah sewa dan berbagai pilihan tempat tinggal sementara. Aku matikan layarnya dan dengan cepat aku letakkan di dalam laci.

"Aduh, maaf aku buka hape sambil jaga."

"Kayak sama siapa aja. Tenang, gak akan aku aduin." Ovi tertawa. "Jadi gimana? Lagi cari tempat?"

Aku menghembuskan nafas. "Penginnya sih, kontrakan, bukan kosan. Aku mau pindah sama adikku."

"Bareng aku, mau? Temen kontrakan aku mau balik ke kampungnya minggu depan."

Kini posisi dudukku berubah menghadap Ovi sepenuhnya. Kami berdua memang tidak sedekat itu, hanya sebatas rekan kerja yang tidak pernah membicarakan hal pribadi dan tidak pernah cukup berani untuk bertanya jika sisi lain tidak bercerita. Hal itu terjadi saat Ovi melihatku pingsan di depan parlor saat Ibu datang.

"Udah sehat?"

Hanya itu yang Ovi tanyakan saat aku datang ke parlor untuk menjalani shiftnya seperti biasa. Tidak ada pertanyaan mengenai siapa wanita yang ada di dekatku saat itu, mengapa aku bisa sampai pingsan, atau hal lain yang membuatku merasa tak nyaman.

Dan aku sangat berterima kasih untuk itu.

"Tapi aku bawa adik, masih kecil."

"Aku suka anak kecil." Ovi tersenyum. "Lagi pula, aku juga emang butuh teman buat patungan bayar uang bulanan. Tapi kalau kamu nemu tempat yang lebih nyaman, gak apa-apa. Aku bisa pindah kalau emang gak ada orang yang mau ngisi kamar temanku di kontrakan."

Tawaran Ovi terdengar menarik dan tidak memberatkan. Namun, masih ada beberapa hal yang harus aku timbang dengan matang.

Bagaimana dengan Mario? Apa adikku bisa merasa nyaman untuk beristirahat jika di sekitarnya ada orang asing yang tidak ia kenal?

Bagaimana dengan Ovi, jika Bapak menemukan tempat dimana aku bersembunyi? Tidak mungkin aku menyeret lebih banyak orang lagi ke dalam masalahku yang belum terlihat bagaimana akhirnya ini.

"Nanti aku kabarin ya, Vi. Makasih banyak."

"Sama-sama. Aku balik duluan, ya."

Beberapa pengunjung datang di sisa jadwal shift ku. Buatku tidak punya waktu kembali berselancar di halaman web penyedia rumah sewa tadi.

Mendekati akhir hari, pengunjung tidak sebanyak di siang tadi saat matahari sedang semangat-semangatnya menyinari bumi. Aku sempat untuk duduk sejenak. Meluruskan kaki. Terasa dari dalam laci, ponselku bergetar tanpa henti. Aku mencoba untuk tidak berikan peduli. Tidak ingin melanggar aturan lagi.

Sampai setelah aku selesai melayani pelanggan terakhir, ponselku masih terus bergetar di dalam laci. Aku tetap tidak menghiraukannya, dan beralih ke pintu depan. Memutar tanda open yang tergantung di daun pintu kaca menjadi close. Menyalakan lampu temaran di depan pintu bagian luar, sampai cahaya oranye redup memancar.

Kemudian, aku kembali masuk. Berniat untuk membereskan barang-barangku dan pulang, menghabiskan beberapa jam yang tersisa bersama adikku. Namun, baru satu langkah aku menjauh dari pintu, saat lonceng tanda pelanggan datang berdentang.

"Mohon maaf, kami sudah tuㅡ"

Kalimatku tak sempat terselesaikan saat aku balik badan.

"Rana, boleh bicara sebentar?"

Warna Warni Cerita Kita ㅡ [COMPLETED]Onde histórias criam vida. Descubra agora