Pantone PMS 290 C

90 7 0
                                    

[Mahesa]

Gusar agaknya merupakan kata sifat yang masih terlalu sederhana. Khawatir juga tidak cukup untuk mendeskripsikan apa yang ku rasa, karena gundah juga ada di sana.

Di pikiranku, lebih tepatnya.

Terhitung dengan hari ini, tepat tiga hari Rana hilang tanpa kabar. Pesanku berakhir tanpa pernah terkirim secara sempurna. Panggilan hanya diterima oleh operator dengan suara sama setiap harinya. Ini kali pertama Rana hilang seakan terbawa angin entah kemana.

Cuaca hari ini tampaknya ikut gusar karena sejak tadi petir tak henti saling sahut-menyahut menyambar. Mobil kuparkirkan di titik yang sudah familiar. Dengan jaket seadanya, aku halangi kepala agar tidak basah terguyur hujan, berlari secepat yang ku bisa ke parlor. Berharap ada sosok Rana yang sangat kurindukan bercengkrama dengan scoop dan es krim berbagai rasa seperti biasa.

"Selamat datang!"

Remuk redam harapan yang ku pendam saat melainkan sosok Rana, perempuan yang entah siapa namanya berdiri di belakang etalase. Langkahku menjadi lamban, kehilangan bahan bakar yang sedari tadi buatku miliki energi walaupun baru selesai shift pagi.

"Mau pesan rasa apa, Kak? Best seller untuk hari ini ada choco forest dan candy floss," perempuan itu menyambut dengan ramah.

Aku berdeham.

"Choco forest satu, small cup aja, untuk take away."

"Choco forest satu, small cup, take away. Totalnya jadiㅡ..."

Tidak ada satupun kata yang diucapkan oleh penjaga parlor yang bukan Rana ini masuk ke telingaku. Mataku sibuk beredar kesana kemari, mengais tanda-tanda bahwa Rana mungkin tadi hadir disini. Apapun yang mengisyaratkan bahwa Rana ada.

"...Kak?"

"Eh, iya. Maaf saya gak dengar. Kenapa?"

"Mau cash atau debit bayarnya?"

"Debit aja."

Hembusan nafas aku keluarkan dalam-dalam. Satu mangkuk kecil es krim dengan rasa kesukaan Rana kini ada di tanganku. Tapi tidak ada artinya, karena bukan ini yang ku mau. Bukan ini alasan kedatanganku.

Sebelum perempuan tadi menghilang di balik pintu, aku memanggilnya. Kesempatan dan harapan terakhir untuk aku mencari tahu dimana keberadaan Rana.

"Mba, maaf, boleh tanya sesuatu?"

"Iya, ada apa?"

"Mba nya udah lama kerja di sini?"

"Lumayan, Kak. Beberapa bulan. Kenapa ya kalau boleh tahu?"

Aku berdehan. "Aㅡa, ekhm, gak apa-apa. Biasanya kalau hari rabu, jam segini yang jaga namanya Rana."

"Oh, Kakaknya langganan ya?"

"Iya, iya. Betul."

"Rana udah beberapa hari ini minta saya cover shiftnya, Kak. Ada perlu dengan Rana? Nanti saya sampaikan."

"Enggak Mba, terima kasih."

"Kalau begitu, saya tinggal ke belakang ya, Kak. Mari."

Kursi parlor yang berwarna biru cerah seakan mengejek cuaca dan suasana hatiku hari ini yang sama-sama mendung dan suram. Seakan menertawakan keputusanku memesan es krim untuk take away, namun berakhir duduk di dalam parlor karena pikiranku kosong. Tidak tahu harus mencari Rana kemana, tidak ingin buat masalah baru di hidup Rana jika nekat menyambangi rumahnya.



aku udah pulang

hari ini mau makan malam bareng?



Masih sama. Kali ini giliran centang satu kelabu yang seakan mengolok-olok nasibku. Meledekku dengan tingkahnya yang tidak mau berubah menjadi centang dua berwarna biru. Jangankan terbaca, sampai kepada Rana saja, tidak.

"Saya boleh duduk disini?"

Suara seorang wanita mengalihkan perhatianku dari layar ponsel. Wanita paruh baya dengan rambut terikat rapi menjuntai di bahu kanannya. Aku tersenyum, mempersilahkan beliau untuk menduduki kursi di hadapanku.



kalau udah liat hp kabarin aku, ya

please?



"Mahesa, ya?"

Pandanganku terangkat. Terkejut, mendapati wanita di hadapanku ini mengetahui namaku tanpa berkenalan terlebih dahulu.

"Betul. Maaf, Ibu siapa, ya?"

Ia tersenyum. Untuk satu dua alasan, aku merasa familiar dengan senyum yang dilontarkannya saat ini.

"Saya Ibunya Rana."

Warna Warni Cerita Kita ㅡ [COMPLETED]Where stories live. Discover now