Pantone 19-1629 TCX

88 5 0
                                    

[Rana]

Tante Naomi berdiri di sana. Senyum tipis sebagai tanda sapa ia tunjukkan, yang aku balas dengan anggukan penuh tanda tanya.

"Malam, Rana."

"Malam, Tante. Maaf, parlor sudah tutup."

Tante Naomi menggelengkan kepalanya, masih dengan senyum yang sama terpatri di wajahnya.

"Bukan mau es krim. Cuma mau ngobrol aja sama kamu sebentar. Boleh?"

"Sama saya?"

Aku menunjuk diriku sendiri. Dalam kepalaku, semua gir sedang bekerja keras untuk menemukan berkas yang menuliskan kira-kira alasan apa yang membuat Tante Naomi datang untuk bicara denganku. Putri Tante Naomi yang saat itu datang ke parlor juga sejak siang tidak terlihat sosoknya, tidak mungkin Tante Naomi datang untuk mencari putrinya, kan?

"Tapi gak disini ya, Tante. Saya selesaikan dulu closing hari ini. Gak apa-apa?"

"Sure. Silahkan. Saya punya banyak waktu."

Aku mengangguk. Masih dengan rasa bingung memenuhi kepala, aku melangkah mengambil ponselku di laci kasir, lalu berjalan menuju ruang loker untuk berganti pakaian. Layar ponselku menyala, ada beberapa notifikasi yang menunjukkan bahwa Mahesa mengirim pesan.

Layar ponsel aku kunci kembali. Aku simpan segala urusanku dengan Mahesa untuk dibuka kembali nanti.

Setelah memastikan kalau tidak ada hal yang tertinggal dan closing telah rampung aku selesaikan, aku menghampiri Tante Naomi yang berdiri di luar parlor. Tidak banyak kata yang kami tukarkan kepada satu sama lain. Tante Naomi mengajakku berjalan menuju kedai kopi yang jaraknya tidak seberapa jauh. Berjalan kaki dua menit dan kami tiba di depan pintu kaca bertuliskan selamat datang.

"Kamu duduk duluan aja, ya. Tante mau pesan dulu."

Aku mengangguk. Berjalan menuju meja bundar dengan dua kursi tinggi berwarna merah hati dan memutuskan untuk disana. Teringat akan pesan Mahesa yang belum sempat aku buka, aku mengambil ponselku dari dalam tas.




Masih di parlor ya sayang?

Jangan lupa makan dan istirahat, ok?

Aku jaga malam hari ini

Kayanya waktu kamu balas, aku udah gak pegang hp

Kita ketemu besok, ya?




Rasa masam menyelimuti sekujur lidah dan rongga mulutku membaca pesan dari Mahesa. Ingatan akan bagaimana Mahesa terluka karena Bapak beberapa waktu lalu, dan bagaimana aku bawa terlalu banyak masalah ke dalam hidupnya, buat aku ingin lari.

Lari sejauh mungkin.

Sembunyi sedalam mungkin.

Tenggelam sampai tidak akan lagi muncul ke permukaan.

Rasa bersalah seperti tidak ada habisnya menggerogoti pikiranku sedikit demi sedikit sampai akhirnya aku merasa aku hilang kewarasan. Ingin rasanya aku ketikkan balasan pada Mahesa, bersembunyi di balik bahagia yang ia tawarkan agar dunia terasa baik-baik saja. Tapi saat ini, rasanya aku tidak pantas untuk itu semua.

"Rana?"

Pesan Mahesa berakhir tanpa terbalas karena Tante Naomi telah kembali. Aku masukkan ponselku ke dalam tas, menegakkan dudukku dan tersenyum singkat pada Tante Naomi.

"Kamu gak mau pesan apa-apa? Mungkin snack, kalau kamu lapar?"

"Nggak tante, terima kasih," jawabku. "Kalau boleh tau, Tante mau bicara tentang apa, ya? Maaf saya gak bisa lama-lama, adik saya pasti belum makan di rumah."

Tante Naomi tersenyum, menghirup kopinya panasnya sedikit, sebelum memusatkan kembali fokusnya padaku.

"Tante mau cerita tentang Amalia."

Amalia...nama ibu?

"Amalia? Amalia yang mana, Tante?" tenggorokanku terasa tercekat. Dadaku bergemuruh seakan diguncang dari luar saat Tante Naomi mengangguk ㅡtanpa kata, namun aku paham apa arti anggukannya.

"Amalia, Ibu kamu dan Mario."

Warna Warni Cerita Kita ㅡ [COMPLETED]Where stories live. Discover now