|SW 85| Anala & Lara

6.4K 288 184
                                    

Bismillah, semoga di part ini tembus komen ya teman-teman. Yuk bantu Arum kasih semangat dengan cara tembus komen, spam, dan vote.

Give me 500 komentar. Jangan lupa vote juga ya guys. Yuk guys tunjukkan antusias kalian dengan cara spam komen. Saling bantu biar tembus komen 😭 kangen nih di komen spam up up 😭💜

Follow me 👇
Instagram/Wattpad/YouTube
Username: Shtysetyongrm

×××××××××××××××

Hidup itu sebuah pilihan. Sejatinya jika dalam kehidupan tak ada pilihan, maka akan ada arus deras yang menerjang, tanpa bisa dihentikan. Setiap pilihan pasti punya konsekuensi yang akan didapatkan, tapi kembali lagi, jika tidak ada pilihan maka semua akan hancur berantakan, seperti karang yang terus di terpa ombak di lautan.
|Kata Rio|

HAPPY READING 💜

Pilihan akan mengajarkan bagaimana kita menghadapi keadaan dengan paksaan dan tekanan. Disatu sisi kita harus memilih, disatu sisi kita akan berpikir apakah pilihan kita benar? Apakah dengan memilih kita terbebas dari hambatan? Ya kira-kira itu lah hal yang harus kita hadapi dalam sebuah pilihan. Mungkin hal tersebut yang pada akhirnya membuat Rio harus mengorbankan dirinya sendiri demi Anindya yang sedang hamil tua saat ini. Rio memilih keputusan terberat disaat ia bisa lari. Ia memberikan tubuhnya sebagai target sasaran saat mobil itu berusaha menerjang. Hal yang ia syukuri dari sebuah pilihan yang ia ambil adalah, Anindya tetap baik-baik saja walau ringisan kesakitan sempat ia dengar sebelum tak sadarkan.

Wajahnya penuh luka saat ini. Dahinya harus mendapatkan dua belas jahitan akibat goresan kaca yang begitu dalam. Untung saja tidak ada luka lagi selain tangannya yang juga ikut di perban saat ini. Tubuhnya masih baik-baik saja walau rasa pegal menyerangnya saat ini. Walau banyaknya luka yang ia dapatkan, ia tak pernah menyesal memastikan kondisi Anindya tetap baik-baik saja saat ini.

"Makan yang banyak biar cepat pulang," ucap Kanaya yang menggantikan keluarga Rio menjaganya.

"Lo itu kaya bunda, cerewet banget. Tiap jam ngomong terus," timpal Rio yang memang merantau ke Jakarta untuk bekerja, sementara bundanya berada di luar pulau Jawa. Kanaya yang terus mengomel karena ia tak mau makan mengingatkan dirinya pada sang bunda.

"Dih, gue cerewet juga demi kebaikan Lo," balas Kanaya yang terus menyuapkan makanan rumah sakit ke dalam mulut Rio.

Saat Kanaya memperhatikan Rio dan Rio menerimanya, tiba-tiba pintu ruang inap Rio terbuka sempurna. Saat itu lah mata keduanya memandang ke arah tiga orang yang mana dua pria menjaga seorang perempuan yang duduk di kursi roda dengan selang infusnya. Menyadari siapa yang datang, Rio pun tersenyum. Ia tersenyum dan menatap seorang perempuan yang secara tiba-tiba meneteskan air matanya.

"Stop, lah, jangan nangis. Gue oke-oke aja," ucap Rio berusaha menenangkan kondisi Anindya yang ia yakini merasa bersalah.

Anindya menggelengkan kepalanya. Matanya tak buta. Ia melihat jelas luka goresan di wajah, ditambah lagi perban di tangan dan di dahi kak Rio membuat dirinya merasa bersalah. Ia tak menyangka kak Rio menganggap dirinya sebagai adiknya, hingga mengorbankan nyawanya demi menyelematkan dirinya.

"Lo dan ponakan gue baik-baik aja itu udah cukup, Nin. Jangan nangis. Gue gak apa-apa. Ada Kanaya yang selalu ada buat gue," ucap Rio lagi membuat Kanaya memberikan tatapan tajam padanya.

Secret Wife| Ketika Menikah Tanpa Cinta Where stories live. Discover now