T w e n t y S e v e n

32.3K 2.7K 345
                                    

"New York memang bukan Hollywood

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"New York memang bukan Hollywood. Tapi beberapa agensi model terbaik ada di kota ini." Suaranya terus mengusikku sejak setengah jam lalu dia datang. "Kau ingat Sean Castelli? Pria yang berbicara padamu dengan kemeja kuning menyala di acara makan malam kemarin lusa?"

Aku menggeleng cepat, memusatkan konsentrasi penuh pada layar laptop. Satu tanganku menggeser touchpad sementara tangan lain, aku memasukkan burrito ke dalam mulut.

Meski aku tak menghiraukannya, dia tetap berkata lagi. "Dia bekerja di Elite Model Management."

Sembari mengambil gigitan besar, aku menjawab datar. "Aku tidak peduli."

"Astaga!" Suara wanita itu memekik, mengomentariku. "Perlahan, Gwen. Kau akan tersedak jika makan seperti itu."

Aku mengabaikannya, lebih tertarik mengambil buku di dekat piring kosong. Mataku bergantian membaca buku dan artikel online yang sedang kupelajari.

"Dengar, Gwen." Ternyata dia belum menyerah. "Kau bisa melakukan lebih dari sekadar pengurus wedding organizer."

Sekadar? Konsentrasiku mendadak buyar. Kau dengar itu, Alam Semesta? Brengsek!

Hanya sekadar pengurus wedding organizer yang bisa kulakukan karena aku tidak pernah mengenal bangku kuliah. Hanya sekadar dunia wedding organizer yang kuketahui karena aku terlalu sibuk menjadi wanita jalang.

Tapi aku menyukainya. Sangat.

Ribuan kali Emma Clark menawarkan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan atau melakukan hal lain seperti yang dia sebutkan tadi, namun itu tidak akan merubah keputusanku. Tidak akan ada seorang pun yang bisa mengontrol atau mendikteku.

Aku akan menghasilkan uang sendiri. Aku akan membuat pilihan-pilihan untuk kehidupanku.

"Menurut data BLS, orang-orang yang menerima gaji tertinggi di New York—"

Aku menelan potongan burrito terakhir, menutup buku agak kencang sampai membuat perkataannya terhenti. Tatapan kami bertemu. Kami duduk bersebrangan di balkon. Cahaya matahari senja menyinarinya yang sedang memegang cermin berukuran kecil.

Dengan menahan kekesalan, aku bertanya dingin. "Selain model, apa yang akan kau tawarkan?"

Ibu mengalihkan pandangan, memeriksa riasannya dari pantulan cermin. Sebelah tangannya merapihkan beberapa helai rambut ketika dia menjawab, "Urutan pertama di data itu adalah dokter gigi."

Aku menyimpan buku di atas meja. "Aku tidak kuliah sama sekali."

"Memang." Dia melirikku sebentar. "Kau bisa bekerja di perusahaan. Menjadi seorang manager atau eksekutif. Aku bisa memberimu akses ke—"

"Jika kau ingin aku memiliki gaji tertinggi." Aku menyela cepat. Sekilas melirik CCTV lalu menoleh ke dinding kaca yang mengarah ke ruang tengah dan dapur untuk memastikan keberadaan seseorang.

Braden McKinley - Lover Of Virgins [Complete]Where stories live. Discover now