Don't Smile to Me

6K 480 39
                                    

Aku benci.

Aku benci melihat senyumanmu yang begitu lebarーseolah tak ada beban di hidupmu. Kau terlihat begitu sumringah, mempoleskan banyak cahaya bagi orang-orang.

Aku benci.

Kau tidak mengerti perasaanku. Kau tidak mengerti bagaimana keadaanku begitu aku gagal masuk kuliah kedokteran seperti yang diinginkan keluargakuーdan malah masuk jurusan ekonomi.

Dan di situ aku bertemu denganmu.

Kau.

Iya.

Kau yang selalu mencelocoskan kata-kata, "Semangat, hyung. Sudahlah~ Jangan terlalu dipikirkan tentang pandangan orang lain! Kau pasti bisa sukes!"

Persetan. Apakah kau tahu, dalam dunia psikologi tidak semua dorongan yang seperti itu mendukung individu? Maksudku, aku tidak butuh semangat darimuーkau berisik. Sangat menganggu. Bisakah kau diam dan memberi jarak padaku? Berikan aku privasi. Aku hanya ingin sendiri. Aku lebih suka sendiri dan mengutuk diriku yang payah ini.

Aku benci kau.

Ingat, tidak? Kau yang menghentikanku di saat aku mulai menggila. Meminum obat-obatan terlarang, mengiris nadiku sampai dua kali, dan apa lagi? Aku hampir menyetir dan menabrakkan diri di rel kereta?

Iya. Kau menghentikan semuanya. Kau hanya tidak mengerti, Jeon Jungkook! Kau tidak mengerti bahwa kedua orangtuaku itu semakin kecewa kepadaku dan menggilaーmereka melakukan tindak kekerasan padaku. Aku tidak tahu lagi yang namanya kasih sayang. Aku hanya ingin mengakhiri hidupku saja.

"Jangan begitu, hyung... Dunia tidak seburuk itu. Jangan tinggalkan dunia ini," kau memelukku erat. Aku yang terluka, kau yang malah menangis. Dasar kelinci payah.

Tetapi, dipikir-pikir...

Perlahan, aku jadi tidak membencimu.

Kita menghabiskan waktu bersama. Membicarakan soal hidup di bawah senja. Pergi ke tempat yang banyak bintangnya hanya untuk meminum setermos kopi. Apa lagi? Aish, banyak sekali hal yang kita lakukan. Kau sudah seperti adikku sendiri. Aku menyayangimu.

Aku mencintaimu.

Entahlah, perasaan iniーsangat sulit diartikan.

Lebih dari saudara, tetapi bukan kekasih pula. Aku nyaman berada di keadaan kita yang tidak jelas seperti ini. Aneh, bukan?

Aku mulai menyukainya.

Senyumanmu yang hangat. Kau yang tidak pernah melepaskan kurva di birai ranummu itu... indah sekali.

Hanya saja... aku tidak bisa melihatnya lagi...

Aku tidak mengerti, tuan Jeon. Kau mengatakannya kepadaku untuk tetap hidup. Kau mengajarkanku apa arti kehidupan. Lalu, mengapa kau melakukan semua itu? Mengapa kau melakukannya dengan senyumanmu sampai akhir?

Mengapa kau terjun dari atap bangunan gedung universitas kita, huh?

Mengapa, Jungkook?

Mengapa?

Mengapa kau tidak pernah bilang kepadaku jika kau punya masalah pada keuanganmu? Mengapa kau tidak pernah bilang jika appa sialanmu meninggal dalam keadaan terbelit hutang?

Mengapa harus kau?

Mengapa kau mendaftarkan dirimu di dalam asuransiーdimana jika kau meninggal, keluargamu; eomma dan adik perempuanmu akan mendapatkan uang untuk membayar semuanya.

Mengapa? Kau ingin berperan sok heroik?

Di saat hutang itu sudah semakin besar dan tidak ada jalan keluar lagi, kau hanya memutuskan untuk membunuh dirimu?

Aku tidak mengerti perasaan yang kurasakan sekarang, Jeon Jungkook. Rasanya sakit, kecewaーberkecambuk, perih sekali. Aku sudah lelah menangis. Aku bisa gila. Walau berkali-kali aku datang ke pemakamanmu, namamu benar-benar tertera di batu nisan itu.

Sialan, kau.

Mengapa kau tersenyum selembut itu? Seakaan tak ada beban, meringkuhku dan mengerluarkanku dari lara yang menyakitkan. Sekarang aku sadar. Walau kau tersenyum, matamu sayuー

Kosong.

Kesepian.

Ingin hidup, tetapi kau tidak mempunyai pilihan lain.

Tolong, jika begitu, jangan tersenyum kepadaku dari awal.

Jangan tersenyum padaku.

Kau membuat perasaanku semakin sakit, Jeon. Kau memperburuk keadaan, kau tahu?

"Hei, Jungkook. Kau mendengarku, 'kan?"

Mata kosongku menatap foto ituーfoto yang kupotret dengan kamera handphoneku untuk yang terakhir kalinya. Saat itu kita sedang pergi ke taman, menikmati pagi akhir pekan yang menyenangkan.

 Saat itu kita sedang pergi ke taman, menikmati pagi akhir pekan yang menyenangkan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Senyumanmu... terlihat tulus di sini.

Aku menarik senyumanku. Kuletakkan handphoneku di atas kasur. Tanganku perlahan meraih benda runcing di nakas mejakuーgunting yang sudah menjadi saksi bahwa aku pernah ingin membunuh diriku sebanyak dua kali dengannya.

Ah, tiga dengan saat ini.

Srreeet...

"Ahhh..."

Aku menekan benda runcing itu di pergelangan tanganku. Darahku menetes. Sakit sekali, perih. Orang bilang cara ini memang cara terbodoh untuk mengakhiri hidupーmungkin lebih baik sepertimu saja, terjun dari gedung. Aku hanya terlalu takut untuk melakukan itu.

Ini yang terbaik.

Aku sudah mati rasa, jadi tak apa.

Toh, kali ini kau takkan menghentikanku, 'kan?

Don't Smile to Me ー END

Oneshot 《KookV》Where stories live. Discover now