26

14K 1K 32
                                    

Vote comment💕

26 ; kebenaran yang nyata

Ailen tak peduli sakit di kakinya akibat goresan semak-semak belukar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ailen tak peduli sakit di kakinya akibat goresan semak-semak belukar. Ia terus memungut ranting-ranting yang ia temui selama berjalan. Meskipun telah lama, namun kayu yang ia kumpulkan masih sedikit. Itu karena kebanyakan kayu yang tergeletak di sini berukuran besar-besar, Ailen tak sanggup mengangkatnya. Andai ia punya teman.

Sebenarnya Ailen juga takut jika harus masuk hutan sendiri. Namun apa boleh buat, hanya dirinya yang seandainya dimakan binatang buas, tak ada orang yang merasa kehilangan. Haha, Ailen tertawa dengan pemikirannya barusan.

Semakin masuk ke dalam, semakin lebat pula pohonnya. Suasananya bertambah mencekam dan kelam, seperti suasana saat ia berhadapan dengan Gerland. Hei, mengapa Ailen memikirkan cowok itu? Ailen menggelengkan kepalanya tak habis pikir.

"Ailen."

Ailen yang baru saja membungkuk untuk memungut ranting, langsung berdiri saat mendengar suara itu. Tubuhnya menegang, seingatnya ia hanya sendirian. Lalu siapa yang memanggilnya? Ailen tak mungkin salah dengar.

Ailen tersentak kaget ketika pundaknya seperti disentuh sesuatu. Gadis itu otomatis berbalik, kemudian terlonjak kaget. "Raka!"

Sementara Raka yang menepuk pundak Ailen tadi langsung terkekeh menanggapi keterkejutan Ailen. Entah mengapa, mendengar namanya dari mulut Ailen membuat perut Raka geli. Raka harap Ailen telah memaafkannya. "Lo sendiri di sini?"

Ailen yang merasa tak seharusnya berlaku seperti itu, langsung berbalik tanpa menjawab pertanyaan Raka. Ia ingat bahwa ia dan Raka sedang tidak dalam hubungan baik. Ailen belum memaafkan cowok itu.

Raka segera menahan lengan Ailen sebelum gadis itu pergi. "Masih marah?" Menarik pundak Ailen sampai tubuh mereka kembali berhadapan. "Hem?"

Ailen berpaling wajah, ia tak bisa menatap teduhnya mata cowok itu.

"Ailen, please dengerin gue satu kali ini aja. Gue bakal ceritain yang sejujur-jujurnya. Gue nggak mau hanya karna salah paham hubungan kita jadi renggang, Len. Dengerin gue ya?"

Raka mengucapkan itu dengan suara yang lembut dan teramat serius, membuat Ailen tidak bisa untuk menolak. Gadis itu terdiam cukup lama sebelum kepalanya mengangguk. Mendapati respon Ailen yang setuju, Raka tersenyum.

"Kita cari tempat yang enak buat ngobrol," ajak Raka. Cowok itu meletakkan kayu yang ia kumpulkan tadi ke tanah, begitupula dengan kayu Ailen. Menarik tangan gadis itu agar mengikutinya.

Raka membawa Ailen ke sebuah batu yang cukup besar, masih di dalam hutan. Sedikit terkejut mendapati batu tersebut, mungkin usianya telah ratusan tahun. Keduanya duduk di atas batu itu.

"Gue mau terusin omongan gue kemarin. Soal rencana ngerenggut masa depan lo."

"Stop, Raka. Jangan bahas itu lagi, aku malu."

Alter ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang