48

16.3K 1K 27
                                    

48 ; penolakan lagi

Setelah menunggu Gerland berjam-jam lamanya, akhirnya cowok itu telah turun dengan kaos hitam lengan pendek dan celana sobek-sobek

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Setelah menunggu Gerland berjam-jam lamanya, akhirnya cowok itu telah turun dengan kaos hitam lengan pendek dan celana sobek-sobek. Menemui Ailen yang melamun di ruang tengah, Gerland mengajaknya untuk ke mobil. Mereka tak lagi bertengkar, emosi Ailen semalam telah lenyap namun keinginannya untuk pulang masih berjalan.

Saat ingin meninggalkan rumah ini, Ailen benar tidak membawa barang apa-apa, pakaian yang ia gunakan saat ini pun adalah pakaian saat ia kabur dari rumah. Semua yang dibeli dengan uang Gerland adalah milik Gerland.

Sebenarnya, Ailen sangat nyaman dengan rumah dan keluarga Gerland. Di sana lah Ailen dapat merasakan kasih sayang. Namun Ailen sadar diri, di sana bukan tempatnya. Tempat Ailen sebenarnya berada di jurang yang amat curam.

Saat ini mereka telah berada di mobil dalam perjalanan menuju rumah Meisya. Seperti biasa, tak ada percakapan yang mereka buat. Gerland yang sibuk menyetir dan Ailen yang menatap jalanan. Di tengah kegiatan mereka masing-masing, tiba-tiba terdengar suara ponsel Gerland. Si empu segera mengangkatnya.

"Halo, Ma?"

"Lagi keluar, ini lagi di perjalanan."

Ailen menduga bahwa yang menelepon adalah ibu Gerland, meskipun suaranya tak terdengar.

"Engh.... Itu, mau cari makan." Gerland melirik Ailen, sangat kentara bahwa cowok itu tengah berbohong.

"Iya. Besok Gerland jemput kok, Ma, tenang aja. Udah ya, Ma. Ini lagi rame. Nanti Gerland telpon lagi."

Gerland memutuskan telepon secara sepihak, lanjut meletakkan ponselnya di dashboard. Tiba-tiba mobil Gerland kecepatannya berkurang, hingga akhirnya berhenti di pinggir jalan. Untungnya jalanan itu sepi.

"Ailen, lo serius mau balik?" tanya Gerland dengan pandangan melurus kosong, tak melihat lawan bicaranya.

Ailen mengangguk yakin. "Iya."

"Lo nggak takut kalo mereka nyakitin lo lagi?"

"Aku udah kebal sama itu."

Gerland berdecak. "Ya gue tetep kuatir kalo mereka ngelukain lo lagi. Gue tau kerasnya mereka dan mereka nggak akan berhenti sampe lo bener-bener lenyap. Jadi gue mohon lo pikirin baik-baik keputusan lo."

Ailen menatap Gerland dengan aneh, tak biasanya cowok itu memohon. Mungkin ini untuk yang pertama kalinya.

"Keputusan aku udah bulat. Aku nggak mau bebanin keluarga kamu, dan di sana bukan tempat aku. Lagipula, kenapa sekarang kamu belain aku? Apa yang dibilang Meisya itu bener?"

Kepala Gerland menggeleng cepat. "Nggak! Bukannya gue udah cerita semalam? Lo masih nggak percaya?"

Ailen diam.

Gerland menghela nafas kasar. "Semua yang gue omongin semalem itu nggak bohong. Lo harus percaya sama gue."

"Iya, aku percaya," ujar Ailen dengan hambar.

Alter ✔Where stories live. Discover now