Act 1: Notting Hill

132K 6.9K 165
                                    

PS: Chapter ini sudah pernah tayang sebelumnya di Beautiful Mistake: Short Story Collection.


"Cali, I can't see you anymore."

Aku mengangkat tubuh sambil menarik selimut untuk menutupi dadaku. "Apa maksudmu?"

Di sampingku, Nicholas menyibukkan diri dengan mengenakan kembali pakaiannya. Dia memunggungiku sambil memasang kancing kemejanya.

"We're over."

Dua kata itu sangat tidak pantas diucapkan di saat seperti ini. Seharusnya saat ini dia memelukku, sambil meredakan diri setelah melepas rindu akibat tidak bertemu selama hampir sebulan. Namun, setelah percintaan yang tidak berlangsung lama, Nicho malah memasang ancang-ancang untuk pergi.

Dan, apa katanya tadi? Dia tidak bisa menemuiku lagi?

Nicho memutar tubuhnya. Wajahnya tampak dingin, tanpa ekspresi, membuatku tidak bisa menebak apa yang disembunyikannya.

"Aku menerima perjodohan yang ditawarkan keluargaku, jadi sebentar lagi aku akan menikah dengan Mel." Nicho berkata datar.

Mendengar penuturan itu meluncur dari bibir Nicho, rasanya seperti terhempas ke jurang yang tak berdasar.

"Bukannya kamu menolak perjodohan itu?"

Nicho mengangguk. "I have no choice. Kalau aku menolak, aku kehilangan warisan."

Penjelasannya membuatku ternganga. "Kamu memutuskanku demi warisan?"

Nicho mengusap wajahnya. Dia bangkit berdiri dan menyambar jas yang disampirkan di punggung kursi. Sepertinya dia sudah tidak punya alasan lagi untuk berada di sini. Dia sudah memutuskanku. Aku yakin, hanya itu alasannya jauh-jauh menghampiriku ke London, hanya untuk memutuskanku dan mengumumkan bahwa dia menerima perjodohan yang ditawarkan orangtuanya.

"I have no choice," ulangnya.

Bullshit. Jelas dia punya pilihan lain, tapi Nicho memilih untuk tidak melihat keberadaan opsi tersebut. Walaupun perjodohan itu ditentukan oleh orangtuanya, dia bisa menolaknya. Nicho pria dewasa, dia bisa menentukan jalan hidupnya, tidak selamanya mengikuti apa yang disuruh oleh orangtuanya.

Ketika menatap Nicho, emosiku bergejolak. Bukan karena sedih setelah dicampakkan, melainkan karena marah. Aku marah, kenapa rela membuang waktuku demi pria pengecut yang bahkan tidak bisa berkata apa-apa di depan orangtuanya.

Nicho berniat untuk menciumku, tapi aku menolaknya. Tidak ada gunanya, karena saat ini aku sangat membencinya.

**

The infamous blue door.

Sudah tidak terhitung berapa kali aku menginjakkan kaki di depan pintu biru yang langsung menyita perhatianku sejak pertama kali menonton Notting Hill. Belasan tahun lalu. Di balik pintu itu, Anna Scott jatuh cinta kepada William Thacker, terlepas dari status mereka yang seperti langit dan bumi.

For once in my life, I want to fall in love just like Anna fell in love to William. And to be loved by him.

Deretan film romantis yang kutonton hampir di separuh hidupku membuatku memiliki gambaran tersendiri akan cinta sejati. Tentu saja, cinta sejati tidak pernah berjalan mulus. Selalu ada masalah, entah dari orang ketiga, timing yang kurang pas, keluarga yang menentang, masa depan yang tak sejalan, dan alasan klise lainnya. Namun, setiap hero dan heroine di film tersebut mampu menghadang semua penghalang, seringan atau seberat apa pun itu.

In the end, they will live happily ever after.

Meski film itu tidak nyata, aku yakin setidaknya di dunia yang sangat luas ini ada pria dan wanita yang saling jatuh cinta, dan bersama-sama mempertahankan cinta itu.

[COMPLETE] Philosophy of LoveWhere stories live. Discover now