Act. 37 Behind Your Back

30.5K 5.4K 262
                                    

Arsya langsung menghentikan pembicaraannya dengan Mama begitu aku muncul di belakang Asti. Aku hanya bisa mendengus ketika menyadari dia masih menyimpan rahasia itu.

I tell him everything, tapi dia tidak melakukan hal yang sama. Sekalipun aku bersedia berbagi beban itu dengannya.

Meski begitu, aku mengerti apa yang sedang mereka bicarakan.

Mama memasang wajah pura-pura senang ketika akhirnya diizinkan pulang oleh dokter. Namun, matanya tidak bisa berbohong. Ada rasa canggung di ruangan itu, masing-masing memilih untuk menyimpan rahasia itu tanpa melibatkanku. Membuatku serasa seperti seorang asing yang terjebak di tengah perang dingin.

Entah aku harus berterima kasih kepada Inge atau tidak, karena dia tiba-tiba meneleponku. Setidaknya, aku jadi punya alasan untuk pergi sementara.

"Sebentar, ya." Aku menyentuh lengan Arsya dan bergegas keluar dari ruang perawatan itu.

Mungkin Arsya masih butuh waktu. Aku tidak ingin mendesaknya, dan malah membuatnya semakin defensif dan jauh.

"Ya, Nge," sapaku begitu mengangkat telepon Inge.

"Just quick update, ya. Ada tawaran collab di YouTube Arisandi."

"Who?" Aku balik bertanya.

"Gini, nih, yang enggak pernah nonton TV nasional." Inge terkekeh. "Artis sinetron, sekarang jadi YouTuber. Ngajakin buat bikin konten, semacam prank gitu. Dia ngerjain lo ceritanya."

"No way," bantahku. "Jangan downgrade image gue dong."

Di seberang sana, Inge hanya tertawa. Aku tahu, dia pun berpikiran sama. Kecuali jika bayaran yang ditawarkan tinggi, Inge akan mempertimbangkannya. Namun, kalau hanya barter, Inge akan mendepak tawaran itu.

"Podcast di Makna?"

"I'm in," sahutku spontan tanpa perlu berpikir.

"Okay, noted. L'oreal mau ngajakin bikin video makeup challenge. Lawannya masih dicari, kemungkinan besar Sasti. Tayang di YouTube Sasti."

"Okay, good."

Aku tidak picky masalah tawaran kerjasama. Bayaran enggak selamanya jadi pertimbangan. Selamanya tawaran itu sesuai dengan image yang kumiliki, dan aku menyukainya, aku bisa menerimanya tanpa pikir panjang.

Namun, tampil di YouTube artis yang cuma bisa bikin konten prank yang sama sekali enggak lucu, aku tidak sudi menerimanya. Tidak peduli dengan jumlah subscribers yang mereka miliki.

"Ini agak serius, kampanye soal sexual harassment. They ask if you..."

"I'm in," potongku. Aku bahkan tidak memberikan waktu kepada Inge untuk menyelesaikan ucapannya dan menjelaskan lebih lanjut. Walaupun saat ini emosi kembali menguasaiku ketika teringat apa yang dilakukan Pandu kepadaku.

"Terakhir, webseries Toyota."

"Bentrok enggak?" tanyaku.

"Enggak kayaknya. Ini simple, jadwal syuting cuma seminggu, start di minggu pertama Januari. Seminggu sebelum lo mulai syuting film." Inge menjawab lugas. Di balik sikapnya yang menyebalkan, untuk urusan pekerjaan dia bisa diandalkan.

"Anything else?"

"Nope. Gue atur jadwal ini dulu. L'oreal minta cepat, jadi paling minggu depan. I'll keep you update."

"Oke."

Inge menutup telepon itu. Setidaknya dia tidak bertingkah menyebalkan. Aku tidak yakin bisa menahan diri untuk tidak meledak jika dia mulai berkata pedas.

[COMPLETE] Philosophy of LoveWhere stories live. Discover now