Act. 30 Hug Me Tight

36.4K 5.5K 446
                                    

Hal sederhana akan terasa luar biasa jika dilakukan dengan orang yang spesial. Seperti malam ini, dengan bersandar ke lengan sofa dan menumpangkan kaki di paha Arsya, sambil menyelesaikan membaca novel, sementara Arsya tengah fokus dengan pekerjaannya. Sesekali, dia mengelus kakiku, seakan menandakan kalau dia menyadari kehadiranku.

Tidak ada kata-kata, tapi aku bisa merasakan kehadirannya. Sangat nyata.

Hal sederhana ini terasa jauh lebih manis ketimbang kencan mewah di dalam novel yang kubaca.

Keasyikanku sedikit terganggu ketika Arsya menarik lepas novel itu dari tanganku, dan sedetik kemudian wajahnya muncul di atasku.

Tanganku terulur menangkup kedua pipinya dan menariknya, sebelum mendaratkan kecupan singkat.

"Kamu lagi baca apa?"

Aku melirik novel yang kini mendarat dengan pasrah di lantai. "Count and Countess from somewhere di Inggris. Kamu menggangguku saja, padahal aku lagi baca adegan mereka bercinta di bawah air terjun."

"Eksotis," timpal Arsya. Dia mengangkat tubuhnya dan kembali ke posisinya semula. Perlahan dia menarik tanganku dan mendudukkanku di pangkuannya. "But dangerous."

Aku tertawa pelan. "I want to try it."

"What? Bercinta di air terjun?"

Aku mengangguk pelan.

"The last time we made love under your shower, kita hampir berakhir di rumah sakit karena kepeleset."

Sontak tawaku terlepas saat mendengar ucapannya. Semuanya karena keisenganku yang ingin bercinta di bawah shower. Namun, hal itu sangat sulit. Tidak seromantis yang aku bayangkan. Selain licin, air yang mengalir mengaburkan pandangan. Membuatku semakin kesulitan. Ditambah dengan nafsu yang sulit dikendalikan, tantangannya jadi terasa lebih berat. Arsya sempat tergelincir. Untung dia bisa menyambar pintu dan menahan tubuhnya, sebelum membawaku ikut ambruk bersamanya ke lantai yang keras.

Tidak lucu kalau kami sampai harus berurusan dengan medis hanya karena jatuh di kamar mandi saat bercinta.

Sejak saat itu, aku mencoret opsi itu dari daftar tempat yang kuinginkan untuk bercinta.

"Ngomong-ngomong, Inge sudah mengirim laporan keuanganmu. Tidak semuanya, dia ternyata enggak cukup apik dalam pembukuan. But I still need time to check it," urai Arsya.

Aku menghela napas panjang. Meski sudah kembali bersikap seperti biasa, Inge masih sering menyindir soal Arsya. Dia berdalih dengan mengatasnamakan kepeduliannya kepadaku. Entah apa yang membuatnya menduga kalau Arsya hanya akan memanfaatkanku.

Terlepas dari kedekatanku dengan Arsya yang masih baru, dia sudah mengenal Papa sejak lama. Aku bisa melihat betapa dia menghormati Papa. Jika dia ingin memanfaatkanku, dia harus berpikir ratusan kali. Kalau bukan karena aku, setidaknya karena Papa.

"Inge enggak ribet, kan?"

Arsya menggeleng. "She's good. Malahan dia senang aku mau membantu kamu."

Jawaban itu sangat bertolak belakang dengan penerimaan Inge. Aku menatap Arsya dengan mata menyipit. Namun, Arsya malah mengalihkan tatapannya. Dia berpura-pura memainkan tanganku, sama sekali tidak membalas tatapanku.

"Are you sure?"

Arsya mengangkat wajahnya dan menatapku sekilas, sebelum kembali menatap ke sembarang arah. "Yeah."

"Kalau ada masalah, kamu akan memberitahuku, kan? Sekalipun masalah itu mengancam hubunganku dengan Inge," tantangku.

"Can you handle it?" tanyanya pelan. Kali ini, Arsya menahan tatapanku tertuju kepadanya.

[COMPLETE] Philosophy of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang