Epilog: Curtain Call

78.9K 6.3K 747
                                    

"Kamu enggak kasihan sama mahasiswaku? Mereka lagi nunggu revisian."

Aku hanya mengangkat bahu tak acuh. Jelas itu hanya omongan basa basi saja, karena saat ini tatapan Arsya tidak lepas dariku. Dia bersandar ke punggung kursi, sementara aku menempati meja kerjanya, menghalangi pandangannya ke laptop yang sejak satu jam terakhir menguasai perhatiannya.

"Mereka pasti akan ngerti kalau dosen kesayangannya ini masih dalam honeymoon phase."

Arsya tergelak. Kini jarinya malah menyusuri pahaku, dengan tatapan yang tidak lepas dariku.

I finally got my wedding dream. Pesta pernikahan yang intimate dan meriah tanpa harus mengundang banyak orang yang tidak begitu berperan penting dalam hidupku. Risiko menikah di tengah semester, tidak ada banyak waktu untuk honeymoon.

Tanganku terulur ke balik punggung dan membuka kaitan bra, sebelum lapis terakhir itu terlepas dari tubuhku.

Aku setengah merebahkan tubuh di meja itu, sambil bertumpu dengan siku sementara satu tanganku yang bebas menyentuh bibir Arsya.

Sampai saat ini, rasanya masih asing menyebutnya sebagai suamiku.

"Aku janji akan ngirim revisian itu malam Ini." Arsya beralasan.

"Aku juga butuh bimbingan," ujarku sambil menahan senyum. "Bimbingan khusus dari dosen kesayanganku."

Arsya tergelak. Detik selanjutnya, dia memajukan tubuhnya hingga mempersempit jarak di antara kami.

"Jadi, kamu butuh dibimbing dengan apa?"

Aku tidak bisa menahan diri untuk tidak tertawa setiap kali akhirnya Arsya menyerah dan meladeni permainanku.

Aku masih ingin mempermainkannya, tapi kini malah Arsya yang membuatku bertekuk lutut di hadapannya. Aku terpekik saat Arsya membuka kedua kakiku dan memosisikan diri di antaranya. Dengan posisi seperti ini, aku terpaksa mendongak untuk menatapnya.

Dengan lembut, Arsya menangkup kedua sisi wajahku dan mendaratkan ciumannya di bibirku. Sudah tidak terhitung berapa kali aku merasakan ciuman itu, nyatanya aku masih belum merasa imun.

Setiap kali dia mencumbuku, Arsya selalu berhasil membuatku menginginkan lebih. Dia selalu tahu caranya membuaiku, dan membuyarkan semua isi kepalaku hanya dengan cumbuannya. Arsya selalu tahu caranya memanjakanku, bahkan tanpa perlu diminta.

Satu hal yang pasti, dia selalu tahu bagaimana caranya mencintai. Karena dirinyalah, aku pun belajar hal yang sama. Mencintainya tanpa syarat, seperti Arsya yang mencintaiku tanpa harus menuntut.

Arsya tidak pernah membuatku kehilangan diriku, malah sebaliknya. Dia selalu memastikan kehadirannya membuat hidupku jadi jauh lebih berarti, dibanding saat aku masih sendiri.

Aku bahagia dengan hidupku, sekalipun aku harus sendiri. Namun saat bersamanya, aku merasakan kebahagiaan dengan cara yang lain. Kedua hal itu terasa sangat pas di dalam hidupku.

Sampai saat ini, dan entah sampai kapan, Arsya mungkin belum sepenuhnya bisa lepas dari jeratan masa lalunya. Namun setidaknya dia tidak perlu menanggungnya sendiri. Seperti yang dikatakannya, Arsya pun belajar untuk berbagi. Tidak lagi merasa dirinya yang harus bertanggung jawab untuk semua hal yang ada di hidupnya.

"Kenapa berhenti?" tanyaku, saat menyadari Arsya tidak lagi menciumku.

"Thank you and I love you."

Arsya juga mengajarkanku untuk tidak menganggap remeh hal kecil yang terjadi dalam hidupku. Bahkan, untuk hal sederhana seperti saat ini.

"Jadi, kamu lebih milih aku atau mahasiswamu?"

Arsya menjawil hidungku sambil tertawa lepas.

Melihatnya bisa tertawa lepas seperti ini membuatku selalu terharu.

"Kamu." Arsya menjawab mantap.

Arsya kembali menciumku, kali ini terasa lebih menuntut dibanding sebelumnya. Aku melingkarkan lengan ke lehernya dan membalas ciuman itu dengan tuntutan yang sama.

Aku hanya ingin dia tahu bahwa aku menginginkannya. Selalu menginginkannya.

Di tengah ciuman itu, notifikasi yang terdengar dari laptopnya terdengar begitu memekakkan. Aku sengaja menciumnya lebih dalam agar dia tidak melepaskanku dan beralih untuk mengecek isi notifikasi itu.

"Give me a minute," ujar Arsya sambil melepaskanku.

Aku pun tidak berniat untuk menutupi kekesalanku. "Jadi, kamu lebih memilih mahasiswamu?"

"Bukan. Ini email lain, lebih penting."

Aku melirik ke balik punggung, tapi tidak berniat untuk ikut membaca isi email itu. Berbanding terbalik denganku, Arsya malah terlihat lebih antusias.

"Ran..."

"Apa?" tanyaku malas, walau sejujurnya aku penasaran apa yang membuatnya tersenyum semringah seperti ini.

Alih-alih menjawab, Arsya malah menangkup wajahku dan kembali menciumku. Tindakannya yang tidak biasa ini jelas membuatku semakin bertanya-tanya.

"Sayang, ada apa?"

Di hadapanku, Arsya tidak bisa menahan ekspresi berseri-seri di wajahnya. Kali terakhir aku melihatnya berseri-seri seperti ini di hari pernikahan kami, sesaat setelah kami dinyatakan sah sebagai suami istri.

"Kamu siap pindah ke New York bersamaku?"

The End



PS

I am always happy everytime I write 'the end' in every story. After months of full commitment, finally we reach the final moment. After all the ups and downs, now here we are, at the last piece of their story. So, like the curtain call after every performance, I want to say thank you for all the supports, stars, upvotes, comments, questions--eventho I don't give you an aswer for all the questions. 2020 is suck because of all the uncertainty, but it's also a magical year for me because I finish two stories in a row. Biasanya juga nunggu tahunan buat ngelarin satu cerita, he-he.

I realize that this story is faaarrr from perfect. There's hole here and there. So, sorry for all the wrongs, even as simple as typos.

Thank you for always being here through all the drama. I can say that this is the most dramatic story that I've ever written. At first, I just wanted to make a light love story, but as you know, I think I need to include some issues inside the story. So, here we are, getting along with Rani & Arsya's rollercoaster.

Just like every story, we have to come to an end. But, I will always come back here with a new story.

Maybe someday we will meet them again.

PSS

For you who can't get enough of Rani & Arsya, just wait for something new from me. Follow my Instagram @revelrebel_ and Twitter @Revelrebel3 because I'll give you an exicitng news.

For now, I'm signing out and take a bow!

[COMPLETE] Philosophy of LoveWhere stories live. Discover now