Act. 19 Let's Get The Party Started

43.2K 4.8K 165
                                    

PS: Bab dadakan karena Instagram remind me about Bali last year dan tahun ini belum ke mana-mana, hehe.


Tidak ada yang bias mengalahkan rasa cintaku kepada pantai. Aku bisa betah menghabiskan sehari penuh hanya dengan berjemur manja di pantai, tidak melakukan apa-apa selain merasakan belaian lembut angin pantai dan dininabobokan oleh deburan ombak.

Namun, aku juga tidak menolak menghabiskan sore di pantai dengan cara paling mainstream di Bali, berada di beach club.

Ketika mengetahui ada jadwal roadshow ke Bali, aku langsung memasukkan pantai ke dalam itinerary. Apa pun caranya, aku harus melihat pantai. Aku sudah terlalu lama berada di darat, sehingga butuh suasana pantai untuk menyegarkan kembali pikiranku.

Aku membenarkan letak kacamata, lalu kembali menyilangkan kedua tangan di belakang kepala. Ada satu hari jeda di antara jadwal di Surabaya dan Denpasar. Jika rekanku yang lain memutuskan untuk kembali ke Jakarta, aku memilih berangkat lebih dulu ke Bali, bersama Inge dan Irma. Kebetulan, Sandra memperpanjang masa tinggal di Bali usai mengecek venue pernikahannya di Bali, sehingga bisa menemaniku sore ini sebelum kembali ke Jakarta dengan pesawat paling malam.

Omnia sangat ramai sore ini. Namanya juga Bali. Everyday is weekend. Tidak peduli hari apa, rasanya selalu seperti liburan.

Sandra dan Inge berbaring di lounge di sebelahku, mengapitku, sementara Irma sudah pergi berenang dengan bule yang sudah flirting dengannya semenjak kami datang. Sepertinya aku tidak perlu memikirkan Irma, sudah pasti si bule itu akan lengket dengannya sepanjang hari ini.

"Jadi, di Uluwatu?" tanyaku.

Di sampingku, Sandra hanya mendengung singkat.

"Kirain bakal di Bandung," sambungku.

"Jalan tengah, karena keluarga gue ngotot harus nikah di Bandung pakai adat Sunda, keluarganya Ray di Semarang pakai adat Jawa. Jadi kita pilih Bali aja, Indonesian style," sahutnya.

"Diizinin sama orangtua lo?"

"Bokap gue pernah bilang, selama pakai uang sendiri, bebas mau nikah di mana aja. Jadi, gue dan Ray enggak nerima bantuan dari siapa pun. Lagian, nikah jauh ke Bali sekalian untuk filter tamu undangan. Gue enggak mau undang keluarga besar gue yang selama ini kerjaannya cuma ngerecokin gue atau cuek, tapi langsung berubah sok penting biar bisa nampang di nikahan gue. You wish," jelas Sandra dengan nada tajam.

Aku hanya bisa tersenyum maklum.

Sama sepertiku yang memilih jalan hidup berbeda dibanding keluargaku yang lain, Sandra juga satu-satunya yang berkecimpung di dunia seni. Keluarga besarnya umumnya dokter atau pengacara, hanya Sandra yang pemberontak. Berbeda denganku yang didukung penuh oleh orangtua, Sandra benar-benar ditentang. Dia bukti nyata from zero to hero. Seseorang yang mengawali kariernya dari nol hingga jadi sebesar sekarang. Walau sudah sukses, Sandra tidak pernah dipandang serius oleh keluarganya setiap kali dia pulang ke Bandung karena enggak punya titel dokter atau sarjana hukum.

"Buat bachelorette party, yakin gue yang handle? Nanti saudara-saudara lo marah lagi," godaku.

Di sampingku, Sandra hanya mendecakkan lidah. "Itu cuma protes sambil lalu aja, mereka kesal karena enggak gue pilih. Lagian, kalau mereka yang bikin, gue enggak yakin bakalan berhasil. Paling alibinya sibuk, banyak pasien, dan hal bullshit lainnya. Capek gue berurusan sama mereka."

Sandra benar-benar berasal dari keluarga besar yang semuanya paling ingin menonjol. Aku pernah ikut ke salah satu pertemuan keluarga itu, dan aku paham mengapa Sandra ingin jauh-jauh dari keluarga besarnya.

[COMPLETE] Philosophy of LoveWhere stories live. Discover now