Act.5 Looking Through the Glass

47.7K 6.3K 219
                                    

"So, what's next for Calista Rani?"

Aku memasang senyum profesional sebelum menjawab pertanyaan yang diajukan Zefanya Larasati, host acara talkshow yang kudatangi sore ini. Perlahan, aku mengalihkan tatapan dari Zefanya ke kamera di hadapanku.

"In terms of career? Well, my new movie will come out next month. This is my breakthrough, karena di sini pertama kalinya saya menjadi lead actress. I will stay in Indonesia for a little bit longer. There's a new movie after that tapi saya belum bisa kasih bocoran," jawabku, kembali diikuti dengan senyum profesional.

"What about personal life?"

Well, this is entertainment world. Walaupun tujuanku datang ke sini untuk mempromosikan film baruku, tentu saja ada hal lain yang lebih menarik ketimbang membicarakan film. Kehidupan pribadiku, yang selalu menjadi santapan. Kalau saja boleh mangkir dari rangkaian acara promosi, aku akan dengan senang hati mundur dari acara ini.

Setidaknya acara ini tidak terlalu mengulik kehidupan pribadiku. Tidak seperti acara gosip yang dibungkus talkshow yang kudatangi tadi pagi. Hanya sepuluh menit saja membicarakan film, sisanya host yang jumlahnya empat orang itu malah sibuk menyecar kehidupan pribadiku. Siapa pacarku sekarang? Bagaimana perasaan setelah Nicho menikah? Dan pertanyaan yang hanya ingin mempertegas asumsi mereka.

Aku sudah bisa menduga hal ini. Karena itulah, aku, Inge, dan Wina, publisisku, sudah mempersiapkan jawaban aman untuk pertanyaan tersebut.

"For the first time I can say I finally enjoy my life. Saya punya banyak waktu untuk keluarga, terlebih sekarang Papa sudah pensiun. Saya juga punya waktu untuk diri sendiri. You know what? I start blogging. I know this is too late, tapi rasanya menyenangkan punya suatu wadah untuk sharing soal hal yang saya suka. I also have a chance to do another thing, seperti bulan lalu saya jadi guest editor di Harper's Bazaar. I think I'll enjoy my life to the fullest."

"No regret?"

"Of course no. Kalau ada yang bisa disesali, kenapa dulu saya lebih memikirkan orang lain dibanding apa yang saya inginkan? It's hard to being single so that's why I always had boyfriend. But turns out that's not what I want. Beberapa bulan terakhir ini saya sadar kalau apa yang saya butuhkan adalah diri saya sendiri, bukan orang lain. Jadi, ketika akhirnya nanti saya jatuh cinta lagi, saya lebih siap dan matang dalam menjalani hubungan itu. Tentunya, dengan orang yang dipilih oleh hati saya, bukan mengikuti pendapat orang lain." Jawaban aman, tapi ini merupakan isi hatiku yang sebenarnya.

I hate being single. Tadinya, aku berpikir seperti itu. Karena itu, setiap kali putus, aku langsung buru-buru mencari pacar baru. Aku tidak pernah memulai suatu hubungan dengan hati yang benar-benar siap dan 100& mencintai pasanganku. Aku memilihnya karena dukungan orang-orang di sekitarku, juga karena aku takut sendiri. Being single in my world is a crime. Rasanya seperti menanggung dosa besar jika aku datang ke suatu acara tanpa pasangan, seolah-olah aku adalah makhluk paling hina di acara itu.

Putus dari Nicho membuatku lelah untuk memulai hubungan baru. Ternyata, keputusan itu menyadarkanku kalau selama ini sikapku salah. Awalnya aku hanya ingin melupakan Nicho, tapi lama-lama aku jadi menikmati waktu dengan kesendirian itu.

Turns out being single is fun.

Aku jadi lebih memahami diriku. Aku juga memanfaatkan waktu itu untuk belajar dari kesalahan yang lalu.

"Apa itu berarti kamu siap untuk jatuh cinta lagi?" Zefanya menatapku dengan mata menyelidik.

"Yes. But time will tell when or who will be my lover."

[COMPLETE] Philosophy of LoveWhere stories live. Discover now