Act. 39 Just Like Us

36.2K 5.5K 375
                                    

"Udah gue kirim bukti pembayaran ke pacar lo itu. Puas?"

Aku menanggapi dengan tidak acuh saat Inge mencak-mencak di hadapanku. Tidak ada gunanya membalas ucapannya. Lagipula, itu sudah menjadi kewajibannya, tidak perlu didramatisir seperti ini.

"Ya ... berharap aja semoga dia beneran orang baik. Kan enggak lucu kalau lo sudah ngebelain sampai segitunya, tahunya dia malau menipu dan gelapin duit lo." Inge terkekeh.

Ucapan Inge menyentakku. Aku menatapnya dengan mata menyipit, mendadak muncul kecurigaan di dalam hatiku.

Refleks aku menggelengkan kepala. Aku baru tahu soal kasus mendiang ayahnya saat Arsya bercerita. Jadi, bagaimana Inge bisa tahu? Tidak ada orang lain yang bisa menghubungkannya dengan Arsya selain aku, dan jelas aku tidak sembarangan membuka mulut.

Inge pasti hanya ngomong asal, seperti biasanya.

"He won't," bantahku.

Kini, giliran Inge yang menatapku dengan tidak percaya. "Jangan terlalu naif."

"Mungkin judgement gue bisa salah, tapi enggak dengan bokap gue."

Inge mengangkat bahu, terang-terangan menunjukkan ekspresi malas. Namun, sedetik kemudian ekspresinya langsung berubah cerah.

"By the way, Alex mau hosting pesta ulang tahun lo."

Baru kali ini ucapan Inge membuatku benar-benar speechless. Selama sekian detik, aku hanya bisa melongo menatapnya sementara otakku berusaha mencerna perkataannya yang super absurd itu.

"What do you mean?"

"Untuk tahun ini, Alex bersedia jadi hosting. He told me. Semuanya dia yang atur, termasuk soal budget. You're gonna have a wonderful birthday party."

Berbeda dengan Inge yang menganggap penjelasannya itu seperti kabar menggembirakan, aku malah menganggapnya mengada-ada. Dan super annoying.

"Could you explain to me kenapa dia yang hosting?"

Inge menyesap minumannya dengan santai. "You always have birthday party. Waktu Alex nanya next birthday udah ada plan, ya gue jawab belum. Dia nawarin jadi host, dan gue enggak punya alasan untuk nolak."

"Yes, you have. Pertama, pesta ulang tahun itu urusan gue dan gue udah nunjuk Sandra jadi host. Kedua, Alex bukan siapa-siapa dan gue enggak mau punya utang budi sama dia. Ketiga, I have boyfriend that I love. I'm gonna spend my birthday with him." Aku merepet panjang dengan penuh kekesalan.

Setiap tahunnya, aku memang punya tradisi untuk membuat pesta ulang tahun. Setelah makan siang di rumah dengan keluarga, malamnya aku mengadakan pesta bersama teman-temanku. Siapa pun pacarku saat itu, seringnya mereka yang menjadi host.

Jadi, aku tidak habis pikir mengapa Inge merasa ide Alex menjadi host pesta ulang tahunku sebagai sebuah gagasan cemerlang?

"Lagian, gue enggak mau ada pesta tahun ini. Simple dinner is enough."

Inge menatapku dengan wajah meledek. "Kenapa? Pacar lo enggak sanggup bikinin pesta?"

Refleks aku melemparnya dengan bantal kursi. Inge tidak sempat menghindar, sehingga dia terkejut ketika bantal itu menimpa wajahnya. Dia mengambil bantal itu dan melemparnya ke lantai, sambil menatapku dengan mata nyalang.

Masih untung aku melemparnya dengan bantal kursi, bukan dengan buku tebal yang menjadi properti foto kali ini.

Melihat bara di mata Inge membuatku tertantang. Sedikitpun aku tidak menyesal sudah melemparnya dengan bantal kursi.

[COMPLETE] Philosophy of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang