Act. 25 Officially Loving You

42.3K 5.4K 412
                                    

Arsya mengangkat wajahnya ketika aku membuka pintu. Tatapannya tertuju ke nampan yang kubawa. Ada roti di sana, juga secangkir kopi.

"Your breakfast," ujarku. Aku meletakkan nampan itu di atas meja. "Aku enggak tahu kamu sukanya apa. Jadi kubawa semua, cokelat, kacang, nanas."

Arsya tertawa ringan. Dia pun menghampiriku sambil memasang kancing kemejanya. Berbanding terbalik denganku yang saat ini masih memakai baju tidur, dia sudah terlihat rapi. Padahal baru beberapa menit lewat dari pukul enam. Katanya ada kelas pagi, sehingga dia harus berangkat lebih awal.

"Kacang," sahutnya.

Aku mendudukkan tubuhku di sofa dan meraih satu tangkup roti. Tanganku bergerak membuka stoples Skippy dan mengoleskan selai kacang itu. Sementara itu, Arsya hanya diam sambil menatapku tanpa berkedip.

"Kopimu, nanti keburu dingin. Nggak pakai gula, kalau itu aku tahu."

Sekali lagi Arsya hanya menanggapiku dengan tawanya. Tangannya terulur meraih cangkir kopi itu dan meneguknya. Aku mengernyit melihatnya meneguk kopi hitam pekat tanpa gula itu. Melihatnya saja sudah membuatku merasa pahit, dan merindukan coffee latte favoritku.

"Thank you," ujarnya sambil menerima setangkup roti yang kuberikan. Aku pun meraih roti lainnya dan mengoleskan selai nanas, favoritku.

Ketika melihat Arsya melirik jam tangannya, aku jadi teringat kepada niatku semula. Segera saja kuletakkan roti itu di atas nampan, sebelum menyelesaikannya. Aku beranjak menuju rak televise. Di dekatnya, ada bowl tempat menyimpan kunci mobil. Aku mengambil kunci mobil, sekaligus STNK milikku.

"Drive my car," ujarku sambil meletakkan kunci mobil itu di dekat Arsya.

Arsya melirik kunci mobil itu, sebelum menatapku. Ada keberatan di wajahnya, dan detik setelahnya dia menggeleng. Arsya bahkan mendorong kunci mobil itu ke dekatku.

Aku menghela napas berat. Sejak awal aku sudah menduga dia akan memberikan perlawanan. Ini bukan hal yang mudah.

Sambil mengoleskan selai nanas, aku berusaha untuk terlihat santai. "Biar kamu enggak muter-muter. Daripada telat, mending bawa mobilku."

Sekali lagi Arsya menggeleng.

"Apa salahnya, sih?" tanyaku, dengan nada sedikit meninggi.

Kali ini, Arsya menatapku dengan ekspresi serius di wajahnya. "Aku enggak mungkin membawa mobilmu."

"You drove it before," elakku.

"Yes, tapi waktu itu ada kamu."

"Kasih aku satu alasan paling masuk akal, biar aku bisa menerima penolakanmu," bantahku tegas.

Arsya memutar tubuhnya hingga berhadapan denganku. "Because this is your car. Aku enggak mungkin seenaknya membawa pergi mobilmu. Aku bukan laki-laki enggak sopan yang memanfaatkanmu."

"Memanfaatkan apanya? Aku sama sekali enggak merasa dimanfaatkan. Lagian, aku yang nawarin" Aku bersikeras. Sambil menggigit roti, aku melirik Arsya. Dia masih terlihat serius, mungkin mencari alasan lainnya.

Aku mengerti keberatannya. Terlepas dari egonya sebagai laki-laki, yang sebenarnya aku enggak yakin dia begitu, dia hanya tidak ingin menimbulkan kesalahpahaman. Bagaimana mungkin aku bisa salah paham, sementara aku sendiri yang menawarkan?

Arsya sudah membuka mulut, tapi aku mendahuluinya. "Aku cuma butuh jaminan biar kamu balik ke sini," lanjutku, sambil mengedip.

Ekspresi di wajahnya sedikit melunak, tapi aku masih melihat penolakan di sana.

[COMPLETE] Philosophy of LoveWhere stories live. Discover now