Act. 13 Spotlight

44.3K 5.8K 361
                                    

Aku sudah terbiasa dengan blitz kamera dan spotlight yang tertuju kepadaku. Namun kali ini berbeda.

I walk with Arsya in my hands and I can feel that people's staring at me.

Rasanya seperti memberitahukan ke seluruh dunia bahwa saat ini aku tidak sendiri. Padahal kenyataannya, tidak ada ucapan peneguhan apa-apa antara aku dan Arsya. Hanya aku yang beberapa kali melakukan first move, dan tidak bisa kuingkari bahwa aku tertarik kepadanya.

"Gimana kalau mahasiswamu menonton entertainment atau ketemu foto kita di Instagram?" bisikku.

Arsya hanya terkekeh. "Mungkin mereka menggodaku."

"Are you okay with that?"

"Yes, selama mereka enggak menjadikan foto kita sebagai ancaman menolak tes dadakan atau diberikan nilai bagus."

Seharusnya aku yang menenangkannya, tapi ini malah sebaliknya. Jokes yang dilemparkannya mampu membuatku sedikit lebih tenang. Meski tidak ada yang mengarahkan blitz kamera langsung ke wajahku, aku yakin saat ini sudah banyak beredar fotoku dan Arsya.

Mungkin salah satu narasi yang dibacarakan, siapa yang kali ini menjadi petualangan Calista Rani selanjutnya?

"Calista."

Aku meletakkan gelas yang masih berisi minuman, sebelum membalas pelukan Rangga. Dia menepuk punggungku bersahabat.

"Congratulations," bisiknya.

Aku menggeleng. Sejak Rangga meyakinkanku bahwa aku bisa menjadi Zara, aku berutang budi kepadanya karena sudah mempercayakanku dengan hal yang sangat besar.

"Thank you," bisikku. Sejak hari terakhir syuting sampai detik ini, sudah tidak terhitung berapa kali aku mengucapkan terima kasih kepadanya.

"Enjoy your big night." Rangga membentangkan tangannya, mempertegas ucapannya. Dia mengacungkan gelas berisi wine ke hadapan Arsya. "Your girl is great. Very great."

Dadaku berdebar ketika mendengar Rangga menyebutku dengan sebutan itu.

"Yes, she is."

Aku hanya bisa menunduk ketika jawaban Arsya membuat pipiku menghangat.

"Saya Rangga."

"Arsya." Arsya menyambut uluran tangan Rangga.

"Kalau Mas Rangga enggak ngoyo meyakinkan aku buat join di proyek ini, mungkin selamanya aku akan terjebak di peran yang itu-itu saja," jelasku, yang disambut Arsya dengan anggukan.

"She'll blow your mind," sambung Rangga.

"She already is."

Sekali lagi, Arsya sukses membuatku mati kutu dan tersipu-sipu seperti anak SMP yang baru mengenal cinta monyet.

Beruntung, aku diselamatkan dengan kehadiran Mbak Andari, istri Rangga sekaligus penulis skenario untuk film ini. Well, aku harus berutang budi kepada mereka berdua karena awalnya, Mbak Andari-lah yang mendekatiku. Mereka berdua sama-sama keras kepala, dan sulit ditolak. Namun, aku tidak menyesal sudah menerima tawaran itu.

Rangga dan Andari berpamitan, karena harus menemui tamu lain. Saat itulah, mataku menangkap kehadiran pasangan yang membuatku ingin muntah saat ini.

"Mantanku dan istrinya yang menyebalkan," bisikku ke kuping Arsya. "Mereka mau ke sini."

Di luar dugaanku, Arsya melingkarkan tangannya di pinggangku dan menarikku untuk semakin mendekat ke arahnya. Aku seperti menempel kepadanya, tidak ada jarak yang tersisa.

[COMPLETE] Philosophy of LoveWhere stories live. Discover now