Act. 20 The Show Must Go On

39.8K 5.3K 169
                                    

Kadang aku bertanya pada diriku sendiri, bagaimana caraku bertahan sejauh ini?

Salah satu yang menurutku pantas mendapat gelar superhero adalah Kate di film I Don't Know How She Does It. Kate menggambarkan sosok ibu bekerja yang kadang sulit membagi waktu antara keluarga dan pekerjaan. Terkadang, pekerjaan mengambil alih. Business trip dari satu kota ke kota lain. Pekerjaan yang enggak ada habisnya. Pun keadaan rumah yang membutuhkan banyak perhatian.

I can relate with it because I don't know how she does it.

Aku tidak seperti Kate dengan semua hal yang juggling menjadi satu. Aku belum memiliki keluarga yang bersaing dengan pekerjaan untuk menjadi prioritas utama. Namun, saat ini seringkali aku kewalahan.

Jika dilihat dari luar, kelihatannya menyenangkan. Acara yang selalu lengkap dengan kesan glamour. Berpindah dari satu kota ke kota lain, bahkan antar-negara. Namun kenyataannya tidak seindah itu karena seringkali menghabiskan waktu di hotel, bandara, dan backstage.

Saat menonton film itu, aku dan Sandra jadi mempertimbangkan apakah akan terus bertahan dengan karier ini jika sudah berkeluarga? Aku capek dengan perdebatan working mom versus stay at home mom yang enggak berkesudahan itu. Masing-masing kubu terlalu overpride dengan pilihan masing-masing, dan merendahkan kubu lain.

Padahal, kenapa harus mempertentangkan? Dari Kate aku belajar kalau keluarga dan karier bisa saling seimbang. Tidak ada yang memiliki prioritas lebih, melainkan keduanya memiliki porsi yang pas dan menempati tempat yang sama-sama penting.

Kata Sandra, aku maruk.

Namun, aku melihat itu sebagai pilihan yang realistis.

Sepertinya aku terlalu lelah sehingga berpikir sangat jauh. Seharusnya aku memikirkan bagaimana caranya bisa berjalan dengan tegak dan tidak tersandung sepatu yang kupakai atau tidak kuat menahan headpiece yang aku pakai.

Aku memejamkan mata, seraya mengistirahatkan tubuhku. Pagi ini aku beranjak dari Bali, dan tidak sempat pulang. Usai makan siang seadanya, aku langsung menuju Four Seasons untuk bersiap-siap. Aku sudah terlanjur janji dengan Tante Amy untuk ambil bagian di fashion show kali ini.

Amy Wiranata, aku biasa memanggilnya Tante Amy. Dia desainer kebaya favoritku. Dia termasuk salah satu orang penting yang berpengaruh di karierku. Aku bertemu dengannya di karantina ketika aku mengikuti pemilihan Putri Indonesia, tapi sebelumnya aku pun sudah jatuh hati dengan rancangannya. Aku tidak menang, tapi aku berhasil mencuri perhatian Tante Amy. Selama bertahun-tahun aku dikenal sebaai unofficial face of Amy Wiranata. Setiap tahun, kapan pun Tante Amy memintaku, aku langsung setuju, sekalipun aku harus menempuh perjalanan panjang dari London.

Aku terbangun ketika merasakan seseorang menepuk pundakku pelan. Aku mendongak dan melihat wajah ramah Tante Amy.

"Kamu istirahat dulu. Setengah jam lagi kita mulai," ujarnya ramah.

Aku mengangguk dan kembali memejamkan mata. Untuk fashion show ini, aku tidak ikut latihan. Baru sore ini aku bergabung dengan model lainnya saat gladi resik. Sejujurnya aku tidak enak dengan Tante Amy, tapi beliau menenangkanku.

Malam ini, aku yang akan menutup show sementara Sandra menjadi first face. Aku akan membawakan masterpiece Tante Amy di koleksi kali ini. Saat menatap kebaya itu pertama kali, lututku langsung lemas. Aku takut kehadiranku yang tidak 100% ini membuat kebaya yang sangat cantik itu jadi sia-sia.

Aku menawarkan kepada Tante Amy untuk menjadi model biasa saja, tapi Tante Amy malah memintaku untuk bertukar peran dengan Sandra. Sama saja, menjadi first face juga mendebarkan.

[COMPLETE] Philosophy of Loveजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें