45 | detik-detik

20 10 0
                                    

| 20:00 |

"Mama? Ma! Mama ke mana aja?!"

Soobin dengan serta-merta berhambur ke pelukan sosok mama. Tidak ada raut menyeramkan lagi di wajah cantik itu. Juga tidak ada keraguan di ujung sanubari anak lelakinya. Semua terasa damai.

"Soobin, relakan Mama." Kalimat misterius mengalir dari mulut mama. Soobin mengangkat kepala, menatap mamanya heran. "Mama udah enggak ada, Soobin sayang. Tolong relakan Mama, ya?"

Tidak ada yang Soobin mengerti dari cakapan mama barusan. Mereka sudah hidup bahagia di dunia, bukan? Meski dengan bentuk tubuh berbeda, Soobin sudah sangat senang bisa bertemu dengan arwah mamanya. Apa jangan-jangan, mama mau menyerah begitu saja? Apa itu berarti, mama ingin Soobin berhenti menyelamatkannya dari labirin di dalam cermin?

"Selamat tinggal, Soobin."


"MAMA!"

Suara gelak tawa terdengar dari sebelah tubuh Soobin. Kepala cowok itu masih terlalu pening untuk menebak siapa pemilik suara itu. Yang Jelas, ia sadar kalau semua percakapannya dengan mama hanyalah alam bawah sadarnya.

"Mama~ lo kangen mama lo, Bin?" ejek sosok yang duduk di sebelah Soobin, Cha Junho. Cowok itu asyik menikmati snack-nya sambil tertawa tak jelas. "Betewe, lo kenapa kemaren-kemaren bolos? Udah gitu, masuk-masuk malahㅡ"

"Stop." Satu kata penuh penekanan tersebut sukses untuk menginterupsi kalimat Junho. Tidah hanya Junho sebenarnya, tapi Soobin juga ikut terbisu dengan suara itu. "Ini meja gue, lo sana balik ke meja lo sendiri!"

"Ck, yayaya."

Junho pergi dan membiarkan Kai menggantikannya. Cowok dengan muka bule itu duduk dengan wajah amat datar. Soobin sampai segan untuk mengajaknya bicara. Padahal asal tahu saja, Kai sudah khawatir sejak tadi.

Mendengar ejekan Junho saja, baginya sudah sangat sakit, apalagi bagi Choi Soobin yang notabene anak yatim?

"Gue pulang."

Tapi, Kai sudah lebih dahulu menahan tangan besar milik Soobin. "Yang bener aja lo? Baru aja masuk, masa udah mau pulang duluan? Kalo Yeonjun marah, yang kena masalah gue!"

"Hhh...." Kedengarannya Soobin sudah malas berbicara. Ia berbalik untuk menatap Kai. "Gue udah bilang mau berenti sekolah, kan? Sekarang berenti, Kai. Jangan bersikap seolah lo peduli sama gue."

"Oh dan satu lagi, ini bukan salah lo... tapi salah Cha Junho."

Cengkraman tangan Huening refleks terlepas. Tak bisa membantah lagi, cowok berambut kecokelatan itu hanya mematung di tempat. Karena, ia tahu apa maksud Soobin.

Biarlah cowok jangkung itu sendirian. Hanya soal waktu, Soobin akan kembali seperti semula.

Sementara itu, Choi Soobin terus berjalan menuju luar gerbang sekolah. Melewati peti kemas yang menjadi tempat kematiannya begitu saja. Perjalanan menuju rumah dilalui dengan lambat.

Kala pintu rumah dibuka, semua tampak sama saja. Berantakan, suram, dan sepi. Pahit untuk mengakui ia hanya sendirian di sana. Cepat-cepat ia melempar tas ke sofa dan berlari ke kamar pribadinya.

Tubuh Soobin bergetar. Tangisnya kemudian pecah tak terbendung. Tubuh cowok itu merosot dan berlutut tak kuasa di lantai kamarnya. Semua bagian tubuhnya seakan tak sanggup untuk menahan beban hidup yang menggumpal menjadi satu.

Semua kebahagiaannya kini telah sirna. Pertama, mama. Kedua, persahabatannya. Ketiga, satu-satunya teman yang bisa ia percaya, peri sampo. Segalanya seakan ilusi semata. Apakah ia terlahir sebagai orang busuk di kehidupan sebelumnya? Mengapa Tuhan seakan sengaja memberinya keperihan tak terkira?

20:00 [✔]Where stories live. Discover now