21 | sekian lama

67 17 0
                                    

| 20:00 |

Keempat cowok itu mendadak membeku melihat siapa yang datang. Mereka kira, di pagi buta seperti ini salah satu anggota merekalah yang membuat keributan. Tapi, bahkan Yeonjun saja baru bangun ketika lampu di peti kemas dinyalakan.

Sosok itu adalah ....

"Pak Junho? Kenapa ke sini?!" seru Soobin yang gelagapan dan langsung turun dari ranjang. Yang lain pun begitu.

Pasalnya, kini mereka benar-benar tak memakai penyamaran apa pun. Yeonjun dengan tanduk sedikit menyembul dari balik rambut pucatnya. Soobin dengan telinga runcing yang tampak jelas. Beomgyu dengan punggung berduri menyeramkan miliknya. Terlebih, Kai dengan sayap lebar dan tak kalah menyeramkannya.

"S-saya mau nyari ...." Pria itu belum sempat menyelesaikan kalimat yang hendak ia lontarkan, ketika orang yang ia cari sudah maju duluan ke hadapannya.

Kai yang berdiri di belakang Yeonjun, perlahan melangkah maju dengan tatapan yang tak lepas dari manik guru kesayangannya. Setelah ia berhenti dan berhadap-hadapan dengan pria itu, Kai lantas tersenyum. "How are you, Sir?" tanyanya kalem.

Satu kalimat empat kata itulah yang benar-benar Pak Junho rindukan. Mereka selalu bertukar kabar sebelum mulainya bimbingan menuju kontes yang diadakan satu semester sekali. Lalu, bimbingan akan berjalan santai, tak seperti bimbingan lain yang akan dibawa serius oleh guru dan sang murid. Yah ... mungkin karena mereka hanya berdua dan mudah akrab, jadi tak ada hal-hal memberatkan semacam itu.

Pak Junho meletakkan dua tangan ke bahu Kai, lantas mencengkeramnya erat. Rindu itu ia lampiaskan di sana, tak peduli cowok itu akan kesakitan atau tidak. "Im fine, Kai. Thank you."

Kai menghela napas. Ia sudah tahu pada akhirnya, semua akan begini. Ya, ia tahu pasti.

Di sini, hanya Pak Junho yang mati-matian menahan tangis. Bagaimana dengan Kai? Ah ... cowok itu sudah lelah menangis karena sering sekali membuntuti pria itu dulu, sebelum ia berubah wujud menjadi siluman.

"Sir, why are you crying?!"

Sungguh Kai panik. Pria tangguh seperti Pak Junho, tak pernah dilihatnya menangis di suasana apa pun. Bahkan ketika Kai kalah dan menangis dulu, Pak Junho hanya berkata lembut dan itu sukses membuatnya terdiam.

"You win next time," ujarnya dahulu.

"Nggak. Bapak nggak nangis. Bapak cuma kaget, kalo Huening Kai yang dulu banggakan dan dikabarkan meninggal ... sekarang hadir lagi di depan Bapak."

Mendengar itu, sontak semua jadi kaku kembali. Terlebih bagi Kai yang benar-benar sakit mendengar "meninggal sekarang hadir lagi". Semua pun tahu, kehadiran mereka hanha bersifat sementara. Tak lama, jika masalah mereka telah selesai, semua akan kembali ke tempat seharusnya.

***

Cowok dengan mata merah tersamarkan itu tetap datang hari ini. Bukan cacian yang ia dapatkan, tapi jarak-lah yang membuat ia merasa dibedakan. Semua orang jadi takut pada Taehyun, apalagi karena mereka tahu cowok itu keturunan raja zaman dahulu, juga desas-desusnya mengatakan kalau ia sebenarnya hidup kembali, dalam artian sebenarnya.

Dari belakang, Yeonjun yang kebetulan masuk bersamaan dengan Taehyun memperhatikan punggungnya lekat-lekat. Entah hanya perasaannya saja atau memang benar, kalau lamat-lamat punggung Taehyun tampak memudar?

Tak peduli dengan sekitar, Yeonjun menarik Taehyun untuk ke lorong sepi dan menabrakkannya ke dinding. Beruntung, perhitungan Yeonjun tepat kala itu.


"Wujud lo berubah."

Ternyata benar, Taehyun baru menyadari itu. Lihat saja, sekarang cowok itu tampak frustasi melihat kedua telapak tangannya yang memudar. Tapi tanpa peduli apa pun, dengan mudahnya Taehyun berjalan kembali di tengah keramaian—yang tentu saja tak disadari oleh siapa pun selain Yeonjun.

Sedangkan, Yeonjun sendiri hanya bisa menatap punggung Taehyun yang terus bergerak maju. Bibirnya membentuk sebuah kerutan di ujung, membuat wajah tampak masam.

"Woi, setan."

Tubuh Yeonjun membeku. Dari cara memanggilnya yang bengis, ia tahu itu siapa.

"Haha." Yeonjun membalikkan badan. "Halo, Jisung? Wow, udah berani ngejek gue setan?"

Jisung menggulirkan bola mata, malas. "Emang kenyataannya gitu kok." Ia berjalan menuju ujung pertigaan, melongokkan kepala sebentar dan kembali berhadapan dengan Yeonjun. "Ga usah basa-basi. Lo sama Kang Taehyun ada urusan apa?"

Bukankah harusnya Yeonjun yang bertanya?

"Taehyun temen sekolah gue dulu—ga sekalian nanyain Soobin? Lo sendiri? Ada urusan apa?"

Satu langkah dari Jisung membuat jarak di antara mereka semakin sempit. "Lo pasti tau bukan itu yang gue maksud kan? Urusan. Gue nanya, lo sama Taehyun ada urusan apa dateng ke sekolah ini? Maksud kalian apa ribut-ribut sampai bawa orang tua?"

Oh, jadi Jisung menyenggol kejadian kemarin?

"Gak, Taehyun ga sengaja. Dua orang protektif itu—maksud gue orang tua Kang, mereka dateng karna dipanggil sama Pak Junho."

Jisung sepertinya masih tak paham. "Oke, terserah lo. Tapi gue harap, kalo kalian cuma ada niat dendam, lebih baik pergi."

Setelah selesai urusannya dengan Yeonjun, cowok dingin itu pergi ...

... membuat Yeonjun semakin merasa miris dengan hidupnya sendiri.

Yeonjun membanting punggung ke dinding, menyalurkan semua energinya ke sana. "Kalo gue bisa pergi lebih cepet ..." Tangannya cepat-cepat mengambil sebuah buku tua di sana. "... gue juga mau."

20:00 [✔]Место, где живут истории. Откройте их для себя