08 | b e r s a t u

145 35 5
                                    


• 20:00 •

Suara sendu dari bilik toilet paling pojok memenuhi langit-langit toilet khusus perempuan. Cewek itu sudah bolos dua jam pelajaran dan dia sama sekali tidak berpikiran untuk kembali ke kelas meski ponselnya sudah berdering sejak tadi.


Dari Hwang

dan Jeno.

Berada sendirian di neraka adalah hal yang paling ditakutkan oleh Kim. Ia juga sudah menduga kalau pada akhirnya hal ini akan terjadi juga. Kepala cewek itu bahkan sudah terputar kalimat, "Hai Kim bodoh, kenapa lo masih nekat satu sekolah sama Heejin?"

Hwang kini ada di rumah ayah kandung mereka, seperti biasa. Yang tidak biasa, cowok itu kini sedang dalam keadaan hancur di sana. Hwang yang tak berniat untuk berbohong tadi pagi langsung mengabari kalau ayah telah menyiksanya semalaman.

Kalau saja cowok itu tidak bilang dirinya baik-baik saja, mungkin Kim sudah nekat bolos dan melaporkan hal ini pada polisi. Lagi pun, gadis lemah sepertinya bisa apa selain pasrah untuk tetap pergi sekolahㅡkarena tidak mau Nyonya Kim ikut tahu.


Tapi seharusnya Kim tahu ini. Seharusnya Kim tahu rahasianya mereka akan terbongkar sepagi ini.

Hwang yang tersiksa dan rahasia keduanya yang terbongkar? Wow, double kill.

"Ayo, Kim. Lo gak boleh lemah di sekolah. Lo boleh lemah... kalau rumah."

Ponsel ia raih dari atas tangki kloset dan menyalakannya sejenak. Enam panggilan dari Hwang lengkap dengan sebelas spam chat, juga dengan tiga panggilan berturut-turut dari Jeno yang masih sangat baru.

"Cih, masih bisa sok perhatian juga dia?" desis Kim sembari mematikan kembali layar ponsel dan membuka kunci pintu bilik. Tidak lupa ia mengintip sebentar pada celah pintu, memastikan tidak ada siswi lain yang berada di sini.

Dia masih tak habis pikir, kenapa Jeno yang tampak seperti anak baik-baik itu ternyata malah kini harus bersangkutan dengan masalah ini. Cowok yang dia kira tidak brengsek seperti cowok lain yang berniat mendekatinya, nyatanya ia sama brengseknyaㅡbahkan lebih dari itu.

"Harus bilang apa gue ke Hwang? Ck, Lee Jeno sialan."


"Siapa yang sialan?"

Suara sahutan itu datangnya dari luar, tepatnya dari sosok cowok yang sudah beberapa menit ini menunggu Kim. Suara berat nan lantang itu, pasti hanya milik ...

"Hei, Lee Jeno!"

Kim tak gentar berteriak seperti tadi di depan pintu toilet perempuan, membuat satu-dua siswa yang lewat jadi meliriknya sinis. Masa bodoh dengan itu, toh dia harus kelihatan kuat setelah Jeno tahu dirinya menangis.

Jeno memang tampak kuat di depan Kim. Tapi lihat tangan kanannya yang kini bergetar kuat, itu bukti bahwa ia masih takut berhadapan dengan Kimㅡsebab, cewek itu bisa melakukan apa saja untuk balik menghancurkannya.

"Lo ke sini cuma mau denger gue nangis kan?" tanya Kim yang kini merendahkan nada bicaranya. Tatapan kedua mata yang masih sembap itu menajam, bak jelmaan manusia serigala.

Jeno mengernyit, ia lantas menggeleng. "Gue ke sini cuma buat mastiin ...."

"Tapi lo denger suara nangis gue kan?!"

20:00 [✔]Onde as histórias ganham vida. Descobre agora