12 | siswa baru

127 24 0
                                    

| 20:00 |

Mata Yeonjun menatap nanar pada pantulan dirinya pada layar ponselnya. Rambut kuning pucat dan tubuh anak kelas sepuluh yang terbalut dengan seragam sekolah lengkapㅡtak jauh dengan penampilannya dulu saat masih hidup.

Tangan kanannya memegang satu tanduk, menggoyangkan ke kanan-kiri untuk mengecek kekuatan benda aneh yang menancap di kepalanya itu.

"Lho, Jun? Lo mau ke sekolah?" tanya Taehyun, yang baru datang dengan sebungkus plastik di tangan. Wajahnya terhiasi kacamata hitam, membuat mata merahnya tak terlihat sama sekali.

"Iya. Lo semua di sini aja, gak usah ikutan."

"Eh, lo seriusan mau ke sekolah?! Gue ikut!" Sekarang gantian Kai yang ikut-ikutan berseru.

"GAK USAH, ANJIR!"

Baik Taehyun, Kai, sampai Soobin yang sedang mencuri roti milik Beomgyu langsung menatap tak percaya. Sebenarnya, bukan teriakan Yeonjun yang dipermasalahkan, tapi sikap cowok itu yang seakan lupa dengan posisinya sekarang di geng itu.

Setelah mengerjap, ia berkata, "M-maaf. Maksud gue, urusannya bakal ribet kalo lo semua ikutan. Mending kalian habisin waktu di dunia buat main, bukan buat sekolah. B-bener, kan?"

Taehyun bersedekap dengan tatapan datar. "Woah, kayaknya ada yang lagi omong kosong. Sejal kapan oknum bernama Choi Yeonjun bersemangat ingin sekolah. Kita gak bodoh, asal lo tau."

Okay, pasti orang di dalam peti kemas itu bisa melihat kalau Yeonjun mulai kehabisan kata-kata. Lagi pula, sejak kapan ia pandai berbohong? Tidak, tidak pernah.

"Ah udah deh, gini doang dipermasalahin. Mending ikut gue nyolong roti di kantin, ya?" Soobin mencoba untuk melerai dua kubu tersebut. Ia tak mau selera makannya jadi hilang hanya karena pertengkaran ringan di pagi hari.

Cowok berambut merah itu beralih mendelik pada Soobin. "Dih, lo jadi setan aja kerjaannya makan sambil nyolong mulu, heran. Gue juga udah beliin roti di depan tadi."

"Yaudah beli snack aja deh!"

"Lho, tapi kan loㅡ" Kai menyikut perut Taehyun, membuat cowok yang masih bingung dengan keadaan langsung paham. "Oh ... ya udah."

Mereka bertiga pergi. Ruang peti kemas jadi sangat gelap karena pintu sudah ditutup. Sekarang, Yeonjun jadi benar-benar sendiri.

Ia mencibir pelan dan kembali mengalihkan atensi pada layar ponsel. Urusan tanduknya belum juga kelar, tapi waktu untuk pergi sekolah tinggal dua puluh menit lagi.

Mau diapakan tanduk ini? Ditutupi pakai topi? Ah, paling juga hanya topi pesulap yang bisa menutupinya. Mengaku kalau itu hanya mainan? Duh, manusia zaman sekarang tidak sebodoh itu. Tak ada alasan logis juga mengapa Yeonjun harus memakai tanduk mainan.

"Apa gue harus patahin ini ...?"

Yang bicara Yeonjun, yang takut dan ngeri sendiri juga Yeonjun.

Gila, gue gak bakal bisa lakuin ini.

Tapi kalau dia tak mau melakukannya, hanya ada dua pilihan,

tetap bersembunyi di balik peti kemas dan menghabiskan waktu membosankan sampai waktunya tiba,

atau

pergi ke sekolah dengan tanduk menghias di kepala.

"ARGH, SIAL! GUE GAK TAHAN!"


TRAKK!

"AARGHH!"


Yeonjun buru-buru berlari ke wastafel untuk membasuh kepalanya yang penuh darah. Tak peduli dengan perih dan bulir air mata miliknya yang tak tertahan, cowok itu tetap mencoba agar seragamnya tak ikut terkena darah.

20:00 [✔]Where stories live. Discover now