35 | mengambil buku

42 12 0
                                    

| 20:00 |

Sudah Soobin katakan berkali-kali, bahwa dirinya tidak apa-apa. Namun, Minhee tetap menanyakan keadaan cowok yang sedang praktik di laboratorium Biologi bersamanya itu. Minhee jadi merasa sangat bersalah karena sudah tak sengaja mengagetkan Soobin.

"Gue beneran gapapa! Udah lo sana lanjut sama praktik lo sendiri!" Soobin yang jengkel berjalan menjauhi Minhee. Membawa tanaman kacang tanah yang akarnya telah basah.

Berjalan menuju meja utama untuk mengambil pisau kecil dan menyayat bintil akar kacang tanah dengan tangan kanan. Melihat itu, Minhee jadi diam dan ikut sibuk pada urusannya sendiri. Ia tak mau jadi menghambat dan mengganggu Soobin.

Sementara itu, Bu Hani, guru IPA mereka yang sejak tadi memperhatikan, meminta izin untuk pergi ke belakang sebentar. Membiarkan dua muridnya melakukan praktik susulan tanpa pengawasannya.

"Akh!" Rintihan Soobin terdengar bersamaan dengan suara memekakkan telinga hasil dari jatuhnya pisau ke meja.

Sontak saja Minhee berlari menuju tempat Soobin. Khawatir kalau cowok itu kenapa-kenapa, apalagi sampai melepas pisau dengan tak sengaja seperti itu.

"Enggak, ga usah!" Soobin menahan Minhee agar tak mendekat padanya.

Pasalnya, ia sebenarnya tidak kenapa-kenapa. Tidak terluka seratus persen. Rintihannya tadi terlontar karena hampir saja melukai tangannya sendiri, kalau saja wujudnya tak berubah menjadi arwah. Bentuk arwah yang kasat mata membuatnya lolos dari sayatannya sendiri.

Bentar. Ia jadi teringat satu hal. "Minhee, lo ... masih bisa liat gue?!"

Baru saja dikejutkan dengan pingsan dan rintihannya, Soobin sudah membuatnya bingung lagi dengan pertanyaannya itu. "Ya bisa lah! Emang lo apaan sampe ga bisa gue liat?"

Saliva Soobin terteguk utuh-utuh. Benar-benar baru sadar kalau Minhee memang bukan manusia biasa. Pantas saja Yeonjun bisa tahan dan nyaman berteman dengan cowok tengil itu.

"Gue ke toilet du—"

"AAA!"

"Bu Hani, awas!"

Wanita yang baru akan masuk ke ruangan itu jadi terpaku sejenak. Minhee baru saja memberi peringatan padanya, tapi tak tahu apa yang harus diperhatikannya. Jadi yang dilakukannya hanya memberi kode dengan gerakan alisnya pada Minhee.

Soobin yang merasa keberadaannya sudah tak aman, berlari secepat kilat menuju luar ruangan. Setidaknya itu membuatnya terbebas dari pertanyaan Minhee dan Bu Hani. Hanya sebentar saja ia pergi. Jika keadaan tubuhnya mulai kembali ke semula, ia akan kembali melanjutkan praktiknya.

"Tadi ... Soobin hampir nabrak Ibu. Maaf Bu Hani, saya jadi berteriak ke Ibu."

Bukannya heran dengan ucapan maaf dari Minhee, Bu Hani malah salah fokus pada alasannya. "Soobin hampir nabrak Ibu? Ah enggak kok. Ibu masuk sini cuma ada kamu? Eh iya, ke mana Soobin?"

Cowok marga Kang itu menelengkan kepala. "Beneran Bu, tadi Ibu hampir ditabrak Soobin kok. Kalau sekarang sih dia udah keluar katanya izin ke toilet."

Aneh, itu aneh sekali. Padahal Minhee jelas-jelas melihat dengan mata kepalanya sendiri kalau Soobin hampir menabrak tubuh Bu Hani yang baru saja akan masuk ke ruang laboratorium. Bahkan bisa didengarnya kalau Soobin tadi menjerit karena ikut kaget.

"Yang lo anggep temen itu cuma arwah, Minhee. Manusia siluman arwah, kasarnya."

Embusan angin lembut lewat menusuk tengkuk Minhee. Bulu kuduknya jadi berdiri, mendadak merasakan kengerian di sekelilingnya. Karena terlalu takut, cowok itu memutuskan untuk izin pergi keluar kelas sebentar pada Bu Hani. Ia jadi takut untuk berlama-lama di dalam laboratorium, tempat di mana ia bertemu arwah Soobin.

***

"A-akhh!"

Napas Soobin tercekat. Air sempat masuk ke hidung tadi. Untungnya ia buru-buru mengangkat kepala. Itu pun tak lama, karena cowok itu pada akhirnya kembali memasukkan kepala ke wastafel yang penuh dengan air keran.

Orang mungkin akan menganggapnya gila atau berniat untuk bunuh diri. Tapi tidak, Soobin tidak sebodoh itu. Mana ada iblis yang berniat untuk bunuh diri?

"Please, air, buat kali ini biarin ... semua memori gue terendam bareng ... kalian semua." Kalimat itulah yang diucapkan Soobin selama bagian wajahnya terendam di wastafel toilet sekolah. Bukti lainnya ada pada gelembung yang muncul di permukaan air.

"Arrg!"

Kedua tangan Soobin melepas pegangannya dari pinggiran wastafel. Tergelincir karena terkejut kepalanya tiba-tiba terasa sedang didorong paksa masuk lebih ke dalam air. Barulah setelah ia meronta-ronta, kepalanya ditarik paksa.

Biji mata Soobin membesar. Dadanya tak henti naik-turun karena sedang menghirup oksigen sebanyak yang ia bisa. Sesekali air dari poninya menetes melewati mata dan pipi, seperti tangisan. Wajah cowok itu sudah sangat kacau karena air.

"Kak Nam ...." Hanya dua patah kata yang bisa ia ucapkan. Oksigen yang ia hirup masih sangat kurang.

"Di mana bukunya?"

Soobin mengernyit. Buku apa? tanyanya lewat gerakan bibir.

Sosok Namjoon yang mencurigakan itu tampak marah. Wajahnya yang putih pucat berubah jadi kemerah-merahan. "Buku! Buku diari! Bukunya!"

Soobin menggeleng patah-patah—rambutnya masih dijambak oleh sosok di hadapannya.

"Sialan! Ambil! Ambil bukunya! Buku diari!" Sosok itu lagi-lagi meracau.

"Di mana?!"

Lama-lama kesal juga menanggapi sosok Namjoon. Dia terus memaksa dan meracau. Benar-benar tak sadar bahwa kalimatnya sendiri terdengar ambigu.

"Yeonjun!" Tangan sosok itu mendorong dan melepas jambakannya dari rambut Soobin. Hingga membuat anak laki-laki itu terjungkal ke lantai toilet yang agak basah. "Ambil bukunya! Aku akan bunuh kamu! Aku tidak akan mengembalikan kamu ke tempat asal!"

Racauan itu, Soobin bisa mengerti. Sementara itu, air di pipi Soobin makin menetes. Membayangkan hanya dirinya yang tak bisa kembali ke dunia asal, itu sangat mengerikan.

Soobin benci dunia ini.

Soobin ingin mati saja, pergi ke alam yang semestinya ...

... dan bertemu dengan sang ibunda yang telah lama meninggal.




***

apa sekarang udah bisa ketebak alurnya bakal kayak gimana? wkwk 

20:00 [✔]Where stories live. Discover now