04 | l i h a t

261 53 15
                                    


• 20:00 •

Sosok perempuan memakai hoodie dengan wajah tertutup tudung, segera duduk sampai menimbulkan suara bising. Untungnya musik tenang yang diputar membuat pengunjung tak terlalu menghiraukannya.

Hwang, cowok yang sedang memejamkan mata sambil bersender di kursi langsung berceletuk, "Berisik lo. Bisa ga santai aja?"

"Maaf, gue deg-degan banget soalnya," jawab perempuan bertudung itu.

Hwang menghela. "Lagian, kenapa sih harus ketemuan di kafe ini segala? Kita kan masih bisaㅡ"


"Gak. Gue gamau orang jadi berpikiran kita itu sodara kembar, bahkan terlahir di keluarga aneh. Papa sama mama juga udah ngelarang kita buat sebar identitas kan?"

Perempuan itu membuka tudungnya, tampaklah wajah rupawannya. "Apalagi, kalo orang-orang tau kalo papa sama mama udah cerai. Marga kita juga udah diganti paksa. Syukur-syukur kita masih disekolahin di sekolah yang sama."

Hwang memanggut-manggut. "Iya... gue ga tau lagi kalo orang-orang tau. Ah, tapi intinya, lo jangan sedih ya, my little Kim?"

"Hah?" Kim mengangkat kepala, menatap lawan bicaranya. Wajahnya terlihat terkejut bukan main. Sudah lama sekali Hwang tidak memanggilnya dengan panggilan kesayangan.

"Gue sayang lo. Meski di sekolah status kita cuma 'sahabat', tapi gak apa-apa kan? Hati kita tetep nyatu kok, layaknya saudara kembar lain."

Kim kembali menunduk. Tangannya meremat ujung hoodie kuat-kuat untuk menahan bulir-bulir bening di ujung mata tidak menetes. Ia tak mau membuat Hwang khawatir, apalagi sedih. Ia harus kuat layaknya Kim yang ada di sekolah. Ya, harus begitu.

"Dua puding cokelat pesanan dari Saudara Hwang?"

Hwang dan Kim kompak menoleh.

"Ah iya." Hwang menarik dua piring puding cokelat ke hadapan mereka. "Ini puding kesukaan lo, kan? Ah gak bakal salah sih. Soalnya waktu masih SD gue inget banget lo suka berlepotan sama saus cokelat dari puding."

Hwang menyengir seperti biasa. Kim yang memandangnya sampai terkesiap. Selain Hwang yang ingat kenangannya, Kim juga... ingat senyuman Hwang yang selalu ditunjukkan cowok itu ketika keluarga mereka masih utuh.

Bulir itu pada akhirnya tetap jatuh dan lama-lama menjadi aliran kecil di pelupuk mata sampai dagu. Kim terisak keras, membuat pengunjung lain kini benar-benar menatapnya aneh. Tapi Kim tak peduli. Pikirannya hanya sempat memutar semua kenangan Kim dan Hwang kecil dulu, yang kini sudah kandas tak bersisa.

"Hwang... kitaㅡkita nanti jajan cilor habis ini, ya?" Ia memaksa kedua sudut bibirnya naik, membuat senyuman semirip mungkin dengan senyuman saudara kembarnya.

***

"Eh anjir lo, kenapa tas gue lo buang!?" Jeno emosi, melihat tas ransel biru dongkernya sudah tergeletak di lantai, sedangkan di atas kursinya sudah ada Heejin yang terduduk manis.

"Gak tau anjir ini cewek ngebet banget mau duduk sama gue!" Jaemin membalas, ikut kesal dengan keberadaan Heejin.

"Eh-eh ini berdua ngomongnya kasar banget." Heejin melerai agar acara memberi cacian padanya berhenti.

20:00 [✔]Where stories live. Discover now