38 | ibu peri

44 13 0
                                    

| 20:00 |

Seperti ibu pada umumnya, mama Soobin juga selalu mendongengkan anak lelakinya setiap menjelang tidur. Soobin pun sejak dini sudah terbiasa mendengarkannya. Salah satu dongeng yang menjadi favorit keduanya adalah dongeng tentang peri sampo.



Tak seperti dongeng peri kebanyakan, dongeng ini terdengar lebih menyedihkan—meski pada akhir akan ada kebahagiaan yang amat melegakan. Soobin tak pernah keberatan dengan fakta itu. Selama ia bisa tidur tenang setelah mendengar dongeng tersebut, ia akan menikmatinya sampai kapan pun.

Sifat dongeng "peri sampo" yang penuh amanat pun membantu Soobin terus tumbuh lebih kuat sampai detik ini. Tidak salah mamanya memilih dongeng itu sebagai dongeng terfavorit.

Bagaimana awal kisah Soobin sampai ia bisa diceritakan dongeng peri sampo oleh mamanya? Ah, beginilah awalnya ....

Tahun itu, Soobin berusia tiga tahun. Usia di mana anak-anak sedang dalam masa aktif-aktifnya. Begitu juga dengan anak cowok bermarga Choi itu. Ia terus kabur dari jangkauan mama karena tak mau masuk ke kamar mandi.

"Na mau! Mama mau keramasin Soobin! Soobin na mauu!" jerit Soobin kecil sambil terisak. Usianya sudah tiga tahun.

Tapi, pada akhirnya pun mama Choi akan berhasil menangkap anak itu. Mendekapnya, tak peduli kalau Soobin terus mengerang tak suka.

"Hei Choi Soobin! Diem kamu!" Itu suara ayah Choi. Hari sudah petang. Mungkin pria itu sedang sibuk bekerja, atau malah ...

Prang!

Botol bening berukuran besar jatuh bersamaan dengan keluarnya ayah Choi dari kamar. Mama Choi lantas makin erat memeluk Soobin. Tak lupa menutup telinga dan mata anak kecil itu agar tak mengetahui kejadian tak mengenakan dari ayahnya.

Setelah keadaan mulai membaik, Soobin diperbolehkan untuk mengetahui keadaan sekelilingnya. Yang bisa ia temukan hanya botol pecahan kaca dan ayahnya yang telah beranjak dari tempatnya. Sunyi menghampiri keduanya.

"Soobin? Liat kan tadi? Ayah marah kalo kamu gak mau mandi. Ayo mandi dulu." Mama tak hentinya untuk membujuk Soobin.

Kalau sudah begini, anak itu juga tak ada pilihan lain selain menurut saja. Selama ia rambutnya dikeramas, tangis terus terdengar. Soobin benar-benar benci rambutnya dibalur dengan cairan lengket dengan bau menyengat. Padahal ia sendiri tahu, kalau sampo miliknya memang khusus untuk anak penderita rambut rontok parah.

Mau bagaimana pun juga, Soobin hanya anak kecil berusia tiga tahun. Cowok itu pasti tak suka fakta bahwa ia memiliki masalah pada rambutnya seperti itu.

Maka dari itu, ia juga membenci cermin. Cermin hanya membuatnya teringat dengan masalah rambutnya.

Tangis Soobin tak berhenti sampai malam tiba. Bau menyengat terus mengganggu indra penciumannya dan itu benar-benar menyiksa.

"Wah sayang sekali ya ... kamu kayaknya bener-bener gak suka sampo itu. Padahal peri sampo sudah susah-payah membuatkannya khusus untuk anak-anak sepertimu."

Soobin sejenak menghentikan tangisannya. Menatap mama dengan penuh keheranan. Mata sembap diusapnya memakai selimut. "Peri sampo apa?"

Mama tertawa kecil. Suara bingung khas anak kecil membuatnya gemas sendiri. "Peri sampo itu peri yang bikin sampo khusus buat anak-anak yang punya masalah sama rambutnya. Kamu gak tau peri ya?"

Entah sudah keberapa kalinya Soobin mendengus selama hidupnya, kala mama kembali ke kebiasaannya. Mama sering sekali mengobrol dengannya memakai bahasa yang rumit bagi anak seusianya. Yang membuat Soobin harus bertanya dan terus bertanya.

"Emang rambut Soobin kenapa? Masalah itu apa? Peri itu apa?"

Helaan napas keluar dari hidung Mama. Ia mengambil rontok-an helaian rambut halus Soobin di bawah kasur dan menunjukkannya tepat di depan wajah si pemilik rambut. "Rambut Soobin rontok. Kalau rambut kamu jatuh gini, ini namanya rontok. Sebenernya ini nggak normal, Bin. Harusnya rambut manusia itu kuat."

Soobin mengangguk tanda mengerti. Tapi terdapat celah kesedihan di pupil mata anak itu.

"Masalah itu artinya sesuatu yang nggak harusnya kejadian. Dan, masalah itu harus cepet diselesain sebelum makin parah. Kamu ngerti kan?" lanjut mama Soobin.

Soobin mengangguk kecil. Ia sedikit tak paham, tapi, "Iya, Soobin paham." Begitu jawabannya.

"Nah, kalau peri itu bentuknya kayak mainan. Tapi, bentuknya juga kayak manusia, kayak kamu. Dia jugaㅡ"

"CHOI!"

Teriakan Ayah dari dapur terdengar sampai ke kamar Soobin. Lantas Mama segera berlari dan meninggalkan Soobin terbaring sendirian. Cowok kecil itu lagi-lagi mendengar pekikkan dari luar. Yang bisa ia lakukan hanyalah beranjak dari ranjang dan mengalihkan perhatian pada jendela.

Malam tampak sunyi, berlainan dengan pikiran Soobin yang tak beraturan. Berbagai pertanyaan terus menghantui pikirannya. Terutama tentang peri yang hampir diceritakan mamanya tadi.

"Peri sampo itu... baik nggak ya kayak mama?"

20:00 [✔]Where stories live. Discover now