47 | acara realita

22 8 0
                                    

| 20:00 |

Sinar matahari samar-samar menyelusup masuk lewat celah-celah atap peti kemas. Dering dari alarm ponsel pun sontak membangunkan cowok bermuka bule. Pagi ini tampaknya akan menjadi hari paling cerah baginya. Dunia seakan menyambutnya setelah bangun dari malam dingin.

"Hueningkai."

Suara flat tersebut membuat Kai berhenti merenggangkan tubuh. Menoleh pada Yeonjun yang berdiri di sebelah ranjang, dengan postur kaku. Kai hampir saja menyangkanya sebagai hantu. Tapi, mengingat mereka memang hantu, Kai jadi tenang kembali.

"Yeonjun? Lo... udah bangun dari tadi?" Kai bertanya ragu.

Dibanding sudah bangun awal, ia lebih curiga kalau Yeonjun malah tidak tidur semalaman. Lingkaran hitam menghias wajah Yeonjun, seram.

"Kai, liat."

Cowok bermarga Huening itu kebingungan. Tapi, setelah melihat sendiri apa yang ditunjukkan temannya itu, Kai jadi mengerti. Mata dan mulut kompak terbuka lebar. Yang dilihatnya seakan hanya ilusi semata, tapiㅡini nyata.

Benang merah mengikat tangan kanan Kai dan tangan kiri Yeonjun. Menghubungkan keduanya dalam satu garis. Ukurannya yang panjang masih memungkinkan mereka untuk bergerak leluasa. Hanya saja, apa itu tidak mengganggu?

"Lepasin! Gila lo! Ngapain ngiket tangan kita berdua kayak gini?!" teriak Kai dengan penuh amarah. Baru saja tangan kanannya akan melepas simpul di pergelangan tangan kiri, tetapi Yeonjun keburu menahan.

Yeonjun menggeleng lemah. "Jangan, jangan dibuka kalo lo masih mau selamat!"

Namun, Kai tetap abai. Untuk apa mendengarkan orang yang namanya ia blacklist dari kehidupan? Siapa sangka, peringatan dari orang yang ia blacklist itu benar adanya?

"ARGH!"

Tubuh Kai melemah setelah simpul di pergelangannya terbuka. Listrik seakan menyambar pergelangan kedua tangan. Bukan hanya itu, tapi punggungnya juga terkena imbas. Seperti... sesuatu yang amat besar menumpu tulang belakangnya.

Melihat apa yang dirasakan Kai, Yeonjun bersimpuh. Menatap aura jahat yang menguar dari tubuh Kai, ia perlahan kembali mengikatkan benang pada pergelangan tangan temannya yang lebih muda itu. Sekejap, semua aura jahat menghilang menyisakan tubuh Kai yang staminanya pulih kembali.

"... Dan yang ngiket benang ini... bukan gue!" bisik Yeonjun dengan suara bergetar.

Frustasi, Kai mengacak rambut. Ia harus membuka ikatan benang itu. Sangat mengganggu dan sangat menjengkelkan. Ia tak suka kalau harus dipasangkan dengan orang yang sempat mem-bully-nya dulu.

Sementara, Yeonjun mencari buku diarinya. Barang kali muncul petunjuk yang bisa mereka andalkan untuk sekarang. Matahari juga semakin naik, mereka tak bisa berlama-lama memusingkan hal ini.

"Gue dapet ini!"

Selembar kertas menyelip di antara lembaran buku diari Yeonjun. Itu seperti kertas petunjuk. Sepertinya Namjoon sengaja meninggalkannya di sana. Dan Yeonjun pun mengangkat kertas dan melambaikannya pada Kai.

Di sampingnya, Kai tampak terdiam beberapa saat. Napasnya terbuang banyak dalam sedetik. "Like a reality show."


MISI ㅡ 01

Temui keluarga masing-masing

[ batas waktu: satu minggu ]

***

Keduanya telah siap dengan pakaian rapi dan tas di punggung. Benang sepanjang lima ratus meter masih saling mengaitkan Yeonjun dan Kai. Menatap gedung sekolah di hadapan mereka dengan ragu. Apakah mereka benar-benar masih harus sekolah, meski benang mengaitkan keduanya?

Mereka berjalan beriringan menuju lorong utama sekolah, tapi tetap tak ada yang menyadarinya. Benang merah itu, apakah tak ada yang menganggapnya aneh? Padahal, benang yang setengah bagiannya menjalar ke arah markas itu tampak sangat mencolok, bukan?

"Yo, Yeonjun!"

Jantung Yeonjun dan Kai seakan berhenti saat itu juga. Kompak menyembunyikan pergelangan tangan masing-masing.

"I-iya, Ni?" Yeonjun tersenyum canggung.

Minhee sadar akan perubahan wajah Yeonjun. Bola matanya bergulir ke arah Kai. Sedikit merasa aneh. Pasalnya Yeonjun jarang kelihatan bersama teman-temannya. Kalau pun kelimanya bertemu, pasti Yeonjun-lah yang tampak tersudut.

Tanpa memedulikan Kai, ia menarik bahu Yeonjun dan membawanya ke kelas. "Woi, lo gapapa?" bisiknya, juga sesekali melirik ke belakang.

"Kenapa?"

Sampai di kelas, Minhee yang berada di belakang Yeonjun langsung menutup pintu. Berjaga-jaga, takut kalau Kai menghampiri Yeonjun dan mengganggunya. "Kai, dia ga nakalin lo lagi kan?"

"NakalinㅡHAHAHA! Maksud lo apa, Kai nakalin gue?" Setelah berkata demikian, Yeonjun melangkah menuju mejanya. Duduk dengan tenang di sana.

Karena ditanya seperti itu, Minhee jadi bingung ingin menjawab apa. Bagaimana pun juga Kai adalah teman Yeonjun. Ia tidak bisa menjawabnya secara blak-blakan. Takut menyinggung.

Tawa cowok bermarga Choi itu mulai mereda. Fokusnya tergantikan oleh pergelangan tangan kirinya. "Oh, omong-omong...."

"Hm?"

Tangan kiri Yeonjun terulur. Meletakkan pergelangannya tepat di mata Minhee. "Lo ga liat ada benang di sini?"

"... Hah???"

Yeonjun cemberut. "Nih, ini! Masa lo ga liat sih?!" Dengan sebal ia paksa tangannya untuk terjulur makin dekat ke mata Minhee. Dia masih heran, mengapa tidak seorang pun kecuali Kai, yang bisa melihat benang di pergelangan tangannya?

"Apaan sih?! Bangun woi, bangun! Jangan mimpi terus! Gue pake mata batin juga ga keliatan ada benang di sini!" Minhee menepis kasar tangan Yeonjun. Tak habis pikir.

Yeonjun pasrah saja ketika tangannya ditepis. Pikirannya mendadak ribut dengan fakta itu. Jadi, beneran yang bisa liat benang merah ini cuma gue sama Kai?!





***

Yeonjun sama Kai disatuin lagi nih
Kira-kira bakal ada chaos lagi gak ya? 👀

anyway, thank u buat 500 vote-nya ♡

20:00 [✔]Where stories live. Discover now