49 | kompetisi

23 7 0
                                    

| 20:00 |

Opsi yang benar adalah opsi yang pertama, karena pertengkaran mereka berdua.

Jawaban itu ditemukan Yeonjun di buku diarinya. Ia iseng mencari jawaban di sana dan untunglah misteri itu segera terpecahkan. Yang menjadi masalah adalah, bagaimana cara memberitahunya pada Kai? Cowok berambut setengah ikal itu akan marah jika mendengar ini.

Yah, setidaknya ia jadi tahu kalau dugaan jahatnya pada Minhee itu salah.

"Yeonjun ...."

BRAK!

"Aㅡiya Kai?!"

Kai melangkah mundur sedikit dengan wajah bingung. Yeonjun baru saja mengagetinya. "Kenapa buku lo dilempar?"

Tersadar, Yeonjun pun melirik bukunya yang terhempas ke bawah meja. Mampus, gue kelepasan. "Hehe bukunya ga guna." Ia mendengus kasar. Anjir, gue kenapa ngomong gitu?! "T-tadi lo ke sini buat apa?"

Jadilah Kai lupa dengan peristiwa buku yang dilempar Yeonjun. Beralih pada maksudnya tadi menghampiri temannya yang sedikit lebih tua itu. "Gue cuma mau ngabarin aja, kalo Pak Junho nyuruh gue harus lebih lama di sekolah."

"Kenapa gitu?"

Kai memegang tengkuknya. Masih sedikit ragu, harus mengatakan ini atau tidak. "Sebentar lagi ada kontes english speech. Dan gue... disuruh ikutan. G-gapapa kan? Gue takut kalau gue lebih sering pisah sama lo, benangnya makin menyusut."

Sebuah keajaiban kalau Kai mulai terbuka dengan Yeonjun. Peristiwa ini terakhir kali terjadi bertahun-tahun silam.

Ketika... Yeonjun masih menjabat sebagai ketua geng yang baik. Juga Kai yang berposisi menjadi anak termuda nan patuh.

"Omong-omong, Huening. Kita bakal ke rumah masing-masing kapan?"

Benar. Meski keadaannya begini, kedua cowok itu harus melaksanakan misi dari Namjoon. Selagi sisa waktunya masih banyak. Jangan sampai mereka membuang waktu lagiㅡatau, sesuatu yang buruk akan menimpa mereka.

Ditanya seperti itu, Kai malah panik. Tampak ingin segera menuntaskan pembicaraan mereka. "Yang itu nanti aja. Gue masih sibuk sama kontes nanti."

"Tapi, kita 'kan masih bisaㅡ"

"CUKUP, JANGAN BERISIK!"

Kai membuat Yeonjun bungkam. Jelas saja, wajahnya terlihat amat mengerikan. Punggungnya bergerak-gerak, lebih tepatnya, sayapnya. Sepasang sayap itu kelihatannya gatal ingin keluar dan menakuti Yeonjun.

"Lo bisa sabar sedikit gak? Buat ketemu ortu, g-gue masih belum siap," katanya melanjutkan. Pupilnya bergetar-getar, begitu juga dengan suaranya. "Kalo lo tetep mau maksa gue, pergi aja sendiri!"

Yeonjun kontan bingung. Ia tak tahu mengapa Kai bisa semarah itu hanya dengan diingatkan misi mereka. Tapi, satu hal yang pasti, mereka tidak boleh bertengkar. Ya, itu kuncinya.

"Hahahaha, yaya baiklah. Bersenang-senanglah selama latihan kontes. Sekarang, sana lo balik ke sekolah buat ketemu Pak Junho!"

Cowok bermarga Choi yang semula duduk, kemudian berdiri dan mendorong bahu Kai keluar dari markas. Sikap Yeonjun yang tiba-tiba itu membuat Kai kebingungan. Tapi untungnya ia menurut dan pergi begitu saja menuju sekolah.

Baiklah... untuk hal ini saja Yeonjun akan mengalah. Yah, tidak peduli juga kalau harga dirinya akan menurun.

"Halo, Pak Huening?"


***

Sesampainya di perpustakaan, Kai langsung dibuat kaget. Pasalnya, Jisung dan Chaerin ada di sana juga bersama Pak Junho. Padahal Kai kira, ia akan bertemu dua mata dengan guru kesayangannya. Mengapa jadi begini?

"Sir?" Kai menoleh pada Pak Junho, menatap meminta penjelasan.

Pak Junho berdiri dari duduknya, berjalan ke arah Kai yang masih berdiri di depan pintu. Memegang kedua pundak murid kesayangan, dan mendorongnya ke meja yang berisikan Jisung dan Chaerin.

"Mereka juga bakal Bapak pandu untuk persiapan kontes nanti. Jadi, kamu bisa belajar bersama Jisung dan Chaerin, okay?"

Kai makin merasa heran, sekaligus marah. "Bukannya kontes cuma buat satu orang perwakilan?!"

"Tapi, kita masih harus di tes lagi. Orang yang paling siap-lah yang akan dipilih di akhir nanti." Jisung menyambung. Wajahnya tampak tak peduli.

"Iya. Dan lagipula, kita berdua yang lebih dulu dipilih. Lo cuma nyamber aja." Chaerin ikut menambahkan. Kelihatan kalau ia juga tak terlalu suka dengan Kai. Sudah diberi hati, malah minta jantung.

Mata Kai memelotot. "Diem! Emang lo tau apa?!" Di benaknya, ia ingin sekali memberitahu Chaerin kalau memang dari tahun-tahun lalu-lah ia yang harusnya ikut kontes. Tapi, semua tertunda karena suatu tragedi besar.

Jisung mengangguk-angguk. "Pertanyaan saya yang tadi belum kejawab. Jadi, Pak, gimana? Kontesnya dilaksanakan kapan?"

Disodorkanlah selembar kertas oleh Pak Junho. Kertas berisikan pemberitahuan untuk english speech contest nanti. "Tanggal dua puluh sembilan Maret. Selama itu, kalian bersainglah dengan sehat."

Yang lain fokus dengan arahan dari Pak Junho. Lain hal dengan Jisung yang sibuk dengan dunianya sendiri. Memangku wajah dengan satu tangan sembari menatap punggung Kai lekat-lekat.

Kelemahan Kai ada pada punggung itu. Sepasang sayap yang disembunyikan di balik hoodie tebal yang dipakai. Jika Jisung membeberkan rahasia itu pada semua orang, apa Hueningkai akan dikeluarkan dari sekolah? Lantas, kalau begitu yang tersisa hanya ia dan Chaerin, bukan? Dengan begitu, Jisung akan lebih mudah berkompetisi.

Mendadak, Jisung menggeleng kepala kuat-kuat. Menepis semua pemikiran jahat dari sarangnya. "Ah, enggak-enggak. Lo mikir apa sih... jangan jahat gitu." Kemudian menatap wajah Kai. "Gimana pun juga, lo ga boleh pake cara jahat, Park Jisung."

***

ayo ayo buat yang masih bingung,
coba berenti sebentar buat mikir alur ceritanya


20:00 [✔]Where stories live. Discover now