14 | diari

87 25 2
                                    

| 20:00 |


"Kakㅡck, kenapa sih aneh-aneh banget jadi arwah?"

Yeonjun mendengus menatap buku yang ada di atas mejaㅡbuku cokelat tua yang belum sempat ia bersihkan setelah menerimanya dari Namjoon tadi pagi sebelum ke gedung sekolah.

"Kamu tuh bener-bener satu-satunya arwah yang paling tak tahu diuntung tau, nggak? Memang kamu yang hanya menerima tugas ini, tapi ini juga hukuman karna tak mau memulai tugas dari saya secara mandiri."

"Tapi, Kak, gue gak suka dapet tugas kayak gini. Kakak tau kan kalo gue udah deket banget sama temen-temen gue yang lain? Kenapa harus ditambah tugas paling gak berguna gini?"

"Apa kamu nggak mau hidup tenang? I'm serious, Choi Yeonjun. Semakin cepat kamu menyelesaikan ini, semakin cepat pula kamu berpulang ke tempat seharusnya."

Dengan cepat, Yeonjun membantingkan punggung ke senderan bangku sembari menjerit frustasi. Masalah di sekolah belum selesai, tapi ketua arwah itu malah memberinya tugas lagi. Dia jadi tak yakin bahwa Tuhan yang benar-benar memerintahinya begini.

Minhee yang datang setelah berbenah di toilet, ikut duduk ke sebelah bangku Yeonjun ... bangku miliknya. Cowok itu mengangkat alis menatap buku di atas meja sebelah dan pemiliknya.

"Lo frustasi amat."

Itu bukan pertanyaan. Siapa pun tahu Yeonjun sedang kesal saat ini.

"Lo tau, Jisung di mana?" tanya Yeonjun setelah lama berdiam menahan kesal.

"Jisung? Jisungㅡlo kok tau nama dia?" Kini Minhee tampak curiga. Mengingat Yeonjun adalah anak baru dan dia juga baru saja bertemu dengan Jisung kemarin pagi, rasanya tidak mungkin se-tiba-tiba ini dia langsung tahu nama Jisung.

"Dari Chaerin."

Hah? Sejak kapan Yeonjun ngobrol sama Chaerin? Itu batin Minhee.

Lantas, cowok berambut kuning pucat itu beranjak dan pergi begitu saja tanpa peduli akan kebingungan Minhee. Tak lupa dengan buku pemberian Namjoon yang harus selalu ia bawa.

Cowok itu tak tahu harus memulai dari mana. Di sekolah ini, ia menghabiskan waktu bukan dengan teman se-gengnya. Bagaimana bisa ia mengamati merekaㅡapalagi di tengah kondisi seperti ini?

Haruskah ia menarik ucapannya kembali dan memerintahkan teman-temannya agar ikut sekolah kembali? Tapi sepertinya jawaban Yeonjun adalah tidak. Dia bukan tipe orang yang mudah menarik ucapannya kembali, dia perlu alasan kuat.

Sesampainya di toilet siswa, ia meletakkan buku diarinya dan menatap pantulan diri di depan cermin. Kantung mata membesar, juga potongan tanduk yang tumbuh acak-acakan dan menyembul di balik rambut tebalnya ... berita buruk, itu artinya ia harus mematahkan tanduknya secara rutin.

BRAK!

Seseorang mendobrak pintu toilet. Itu Jisung, wajahnya tetap datar meski tahu ada orang lain yang menempati posisi rutinnya setiap berkunjung ke toilet. Karena jika begitu, ia terpaksa pindah posisiㅡtak mau menggertak anak baru nan misterius semacam Yeonjun.

Jisung yang akan masuk ke salah satu bilik membalikkan badan terlebih dahulu dan tak bisa lagi menyembunyikan ketakutan dan keterkejutannya.

... siapa pula yang tak terkejut melihat siswa yang tadinya tampak biasa saja, kini berubah jadi sosok manusia bertanduk yang terbakar? Apalagi mengingat fakta bahwa Jisung pernah memergoki sosok itu dengan sosok arwah.

"Santai, gue cuma bercanda."

Tawa Yeonjun yang memekik telinga itu justru membuat Jisung yang sedang berlinduk di balik pintu bilik makin gentar dan heran. Yeonjun itu ... apa sebenarnya?

"Gue tau lo liat gue tadi." Setelahnya hanya terdengar suara aliran air dari wastafel, sampai ....







"Jadi, LO TAU KAN GUE INI APA SEBENARNYA?!"

Tawa yang sempat Jisung dengar tadi, sekarang terdengar lagi dengan volume yang lebih keras. Suara tawa seram nan bengis itu bahkan sampai menggema ke seluruh toiletㅡini mungkin hari sial Jisung, karena hari ini toilet siswa benar-benar hanya diisi oleh keduanya.

***

Selama menjadi salah satu dari sekian banyak orang yang memiliki kemampuan khusus, Jisung tak pernah melihat sosok semacam Choi Yeonjun.

Jangankan lihat, cowok itu bahkan tak tahu sosok manusia setengah iblisㅡralat, arwahㅡsepertinya benar-benar ada. Ia kira itu hanya fantasi anak-anak semata.

Tangan cowok itu masih basah karena keringat. Berkali-kali ia juga merutuki ini, merutuki bahwa betapa payahnya dia menyembunyikan ketakutannya tadi.

"Minggir lo anak gila." Jisung mendecih pada Minhee yang menutupi jalannya menuju dalam kelas. "Gue bilang, ming ...."

"Lo kenapa sih manggil Minhee dengan sebutan anak gila?" Yeonjun membalikkan tubuh bersamaan dengan Minhee. Kedua tangannya terlipat di depan dada, tampak mengintimidasi.

Minhee terkejut. Buru-buru memotong agar Yeonjun tidak salah paham. "Iya, itu karna gue sendiri kok ...."

"Padahal gue tau, lo juga sama gilanya."





















"Lebih gila, malah, hehe."

20:00 [✔]Where stories live. Discover now