1

68.4K 5.5K 130
                                    

Istana kerajaan Alley tidak lagi terlihat indah seperti biasanya. Istana yang sebelumnya berwarna putih bersih itu kini ternodai oleh cairan merah pekat yang menguarkan bau tidak sedap. Pelayan dan prajurit yang tiap harinya lalu lalang memenuhi istana, kini hanyalah tubuh-tubuh tidak bernyawa yang mengorbankan diri demi keselamatan Raja dan juga keluarga kerajaan.

Di lorong istana yang penuh bercak darah, berjalan seorang laki-laki bersurai hitam pekat dengan mata biru terang menyorot tajam. Baju zirah hitam berlambang naga di dada kananya serta pedang yang masih disarungkan di pinggangnya, membuatnya tampak gagah dan menyeramkan disaat yang sama.

Di belakangnya, puluhan prajurit berbaju zirah berwarna coklat dengan lambang yang sama, berbaris mengikuti langkahnya. Masing-masing memegang pedang dengan bilah yang sudah dipenuhi darah. Pemandangan itu membuat suasana kian mencekam di istana Alley.

Laki-laki dengan netra biru tajamnya mengehentikan langkah saat melihat sang jenderal melangkah cepat ke arahnya. "Lapor, Yang Mulia!" ucap jenderal bersurai merah itu saat telah tiba di hadapannya.

"Raja kerajaan Alley, Raja Arthur telah ditemukan tak bernyawa di kamar peristirahatannya. Sepertinya dia meminum racun untuk mengakhiri hidupnya," sambungnya membuat laki-laki yang dipanggil 'Yang Mulia' mengeraskan rahangnya. Sang pemberi informasi, Jenderal Cristian menunduk tidak berani menatap langsung.

"Beraninya dia mati tanpa seizinku!" geraman mengudara, membuat jenderal dan pasukan di belakangnya bergidik ketakutan.

"Lalu?"

"Sang ratu juga ditemukan tewas di tempat yang sama dengan Raja Arthur," ucap Jenderal Cristian. "Tapi kami belum menemukan Putri Cassandra dan juga Putri Diana, Yang Mulia."

Laki-laki itu tersenyum miring dengan kilatan marah di kedua matanya, "Temukan mereka segera!" perintahnya dengan suara rendah dan terdengar menakutkan di telinga para prajurit.

"Siap menjalankan perintah,Yang Mulia!"

Jendral Cristian dan sebagian besar pasukan segera bergerak menulusuri istana. Beberapa prajurit masuk ke dalam ruangan tempat para penghuni istana Alley dikurung. Prajurit itu memaksa para tahanan untuk mengatakan keberadaan para putri. Tahanan yang sebagian besar pelayan itu tidak memberitahu. Ada yang memang benar-benar tidak mengetahui dan ada beberapa yang memilih bungkam, membuat prajurit tidak segan-segan menggunakan kekerasan.

Sementara itu, lelaki dengan baju zirah hitam kembali melanjutkan langkahnya menyusuri lorong istana. Garis wajahnya tidak berubah, datar dengan sorot mata tajam. Tidak terlihat sama sekali raut wajah senang atau bangga telah menaklukkan kerajaan Alley. Tidak juga terlihat kelelahan, padahal ia telah turun tangan menyerang kerajaan tersebut selama tiga hari berturut-turut. (Termasuk perjalanan yang menghabiskan waktu selama dua hari.)

Ialah Elden William De Vantiago. Raja dari kerajaan Vantiago. Kerajaan dengan luas wilayah paling besar juga paling berpengaruh di negeri barat.

Raja Elden terkenal bengis dan tak kenal ampun. Ia tidak pernah peduli dengan siapa ia berhadapan. Baik itu kerajaan lain, penguasa lain atau bahkan penduduk kerajaan sendiri. Selama itu mengusik dan sampai menyulut emosinya, semua akan sama di matanya.

Karena kekutan serta kekuasaan sang Raja Vantiago, tidak ada satupun kerajaan di negeri barat berani bermain api dengannya. Kekejamannya bukanlah sebuah bualan. Kebengisannya bukanlah omong kosong. Layaknya kerosin, percikan api kecil akan membuatnya berkobar dengan hebat.

Entah keberanian darimana hingga kerajaan Alley berani menyulut api pengkhianatan pada kerajaan dengan pemimpin paling ditakuti itu.

Ujung lorong yang dilalui Elden membawanya menuju taman belakang istana. Sejenak ia mengehentikan langkahnya. Pandangannya mengedar ke seluruh penjuru taman lalu berhenti pada bangunan yang terletak cukup jauh dari istana utama. Bangunan itu terlihat seperti kastil berukuran kecil.

Princess CastleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang