52

11.5K 2K 266
                                    

Azura duduk termenung dengan kedua tangan sebagai tumpuan pipinya. Sudah beberapa menit berlalu dari waktu seharusnya Evan datang membawakan makanan untuknya. Makhluk-makhluk di perutnya sedari tadi terus meraung meminta diberi asupan. Namun laki-laki dengan surai abu gelap itu belum juga menujukkan batang hidungnya.

Tok tok tok...

Bunyi ketukan pintu menarik Azura dari lamunannya. Dengan segera ia beranjak dari duduknya untuk membukakan pintu pada tamu yang bisa ia tebak adalah Evan. Azura sudah bersiap melayangkan rentetan omelannya, namun semuanya tertahan di ujung bibir saat pintu telah terbuka lebar. Wajah merengut Azura berubah kaget ketika netranya menangkap wajah-wajah familiar berdiri di depan pintu rumahnya.

"Nona Azura!!!"

Satu pekikan cukup keras menyadarkan Azura. Wajah bingungnya seketika berubah sumringah saat salah satu orang yang berdiri di depan rumahnya melangkah cepat menghampirinya. "Halo, Tuan rambut merah," sapanya.

Cristian maraih tangan Azura, menggenggamnya erat dengan kedua tangan. Wajahnya memerah karena berusaha keras menahan tangis harunya. "Nona, Anda baik-baik saja? Apa ada yang terluka?"

"Tidak ada. Saya baik-baik saja, Tuan," ucap Azura sembari mengulas senyum.

Cristian terdiam dengan wajah takjub. Setelah sekian lama, ia akhirnya bisa melihat senyum indah itu lagi. Mulutnya sudah terbuka untuk memberi pujian, namun dehaman keras dari salah seorang di belakangya membuatnya kembali bungkam.

"Sudah puas saling menuntas rindu?" Elden melayangkan pertanyaan dengan tatapan datar. "Menyingkir, aku mau lewat," ucapnya lalu tanpa ragu menerobos masuk ke dalam rumah Azura. Dengan sengaja Elden lewat diantara Cristian dan Azura, hingga mau tak mau membuat jarak keduanya melebar dan tautan tangan mereka terputus.

Lexius yang melihat tingkah Rajanya itu melipat bibir. Ingin sekali ia tertawa keras menyaksikan kelakuan Elden yang terbilang kekanak-kanakan. Belum lagi saat melihat ekspresi merajuk dan sedikit bingung di wajah Cristian. Oh ya ampun. Kemana perginya kedua orang menakutkan ketika berada di medan perang itu?

Azura mempersilahkan tamunya masuk satu persatu. Setelah Elden, Lexius menyusul dan diikuti Cristian di belakangnya. Kedua netranya kemudian bersitatap dengan salah satu tamu yang datang menghampirinya. Senyumnya makin mengambang saat pria itu berhenti di hadapannya.

"Hai, Antonio," sapa Azura.

Antonio tak bersuara. Ia bergeming dengan sorot dalam di kedua netranya. Sedikit banyak waktu yang terlewati dengan hanya saling memandangi satu sama lain. Tidak terdengar suara selain deru napas Antonio yang terdengar berat dan sesak. Sebelah tangan Antonio tiba-tiba terulur. Ia menyentuh pipi Azura dan mengusapnya dengan punggung tangannya. Lalu tanpa ragu sedikitpun, ia menarik Azura dan mendekapnya dalam sebuah pelukan hangat.

Pelukan Antonio terasa semakin erat seiring waktu. Azura tidak membalas pun tidak menolak pelukannya. Rasa takut, cemas, khawatir, dan rindu yang berlebih, terangkat satu persatu dari dadanya. Dalam hatinya terus mengucap syukur, sebab sang pemberi rasa takut itu tidak terluka dan baik-baik saja.

"Aku merindukanmu, Azura." Antonio berucap dengan suara lirih.

Azura membuka mulut, bersiap membalas ucapan Antonio dengan kalimat yang sama. Iapun rindu pada Antonio, pada laki-laki yang telah mengenalkan banyak hal padanya. Namun kalimat balasan yang sudah ia persiapkan, tertahan di ujung bibirnya saat matanya menangkap presensi lain yang masih berdiri di luar rumahnya.

Kelopak mata Azura melebar manakala memorinya memberi potongan ingatan tentang sosok asing tersebut. Ia melepas pelukan Antino dan menoleh sepenuhnya pada wanita bersurai biru itu.

Princess CastleМесто, где живут истории. Откройте их для себя