28

18.1K 2.4K 81
                                    

Pintu kembar dengan ukiran indah itu tertutup, meninggalkan sang pemilik ruangan sendirian untuk mengistirahatkan diri. Samuel beserta Letizia mulai melangkah pergi, meninggalkan kediaman Ibu Suri setelah sebelumnya menikmati secangkir teh ditempat itu.

Langkah pelan keduanya membawanya menyusuri koridor megah istana. Samuel melirik kearah putrinya yang berjalan beriringan dengannya. Senyum manis yang selalu terpampang diwajah putrinya membuat Samuel ikut tersenyum. Senyum tipis yang sarat akan kebanggaan pada dirinya sendiri.

Putri dari keluarga Wester itu tak pernah melunturkan senyum indah di wajahnya. Semua orang yang bertemu dengannya selalu dibuat luluh akan senyum hangat tersebut. Tak pernah sekalipun orang disekelilingnya mendapati Letizia marah ataupun sedih. Bahkan Samuel sendiri terakhir kali melihat wajah sedih Letizia saat putrinya itu berusia 7 tahun. Setelahnya, hanya ada senyum bahagia yang selalu terpancar.

Dirinyalah yang mendidik Letizia hingga menjadi pribadi hangat dengan senyum tulus yang dikenali orang-oran saat ini. Didikan keras yang selalu Samuel berikan pada Letizia sedari kecil, bahwa apapun yang terjadi ia tidak boleh memperlihatkannya. Sembunyikan, tutupi, dan hilangkan. Tiga kata itulah yang Samuel tanamkan dalam otak putrinya.

Letizia hanya boleh tersenyum, tertawa, dan bahagia. Tidak boleh ada ekspresi lain yang terpampang jelas diwajah cantiknya. Karena sekali ia melakukannya, maka Samuel tidak akan segan memberinya hukuman berat.

Apa yang diharapkan Samuel dari didikan tersebut akhirnya terwujud. Karena pribadi putrinya yang telah susah payah ia bentuk, kini banyak penduduk baik bangsawan maupun rakyat kelas bawah yang mengagumi sosoknya. Letizia menjadi gadis bangsawan yang paling sering dibicarakan. Tak ada yang tak mengenal sosoknya. Tak sedikit pula yang memberi dukungan dan kepercayaan pada gadis itu untuk naik tahta mendampingi sang Raja.

"Apa kau punya rencana setelah ini?" tanya Samuel setelah terdiam cukup lama.

Letizia menoleh, "Tidak ada Ayah. Hari ini aku akan langsung pulang." jawabnya lembut dan tenang.

"Baiklah, pulanglah terlebih dahulu. Ayah masih ada urusan di istana."

Setelahnya, mereka berdua memisahkan diri diujung koridor. Letizia melempar senyum pada sang Ayah sebelum sosok itu menghilang dibelokan.

"Nona, apa kita akan langsung kembali?" tanya pelayan setelah sang Duke pergi.

Letizia menoleh, menatap teduh wanita itu. "Ah, aku lupa memberitahu Ayah. Ternyata hari ini aku ada pesta minum teh dengan para gadis bangsawan di kediaman Duke Vints."

"Kalau begitu, ayo kita kesana." ajak pelayan tak lupa tersenyum. Aura positif yang menguar dari diri Letizia membuat pelayan itu tak bisa menahan senyumnya.

"Tidak." tolak Letizia dengan suara lembut yang selalu keluar setiap ia berucap. "Kau harus kembali. Beritahu Ibu jika aku akan pulang sebelum makan malam."

Pelayan mengiyakan dan langsung menjalankan tugas yang diberikan. Letizia memang lebih sering berpergian tanpa pelayan. Ia hanya akan ditemani oleh seorang pengawal yang bertugas menjalankan kereta kudanya.

Letizia berjalan sendirian di koridor istana. Gaun putihnya seakan menyatu dengan dinding putih istana. Tak henti-hentinya ia melempar senyum pada siapapun yang berpapasan dengannya di jalan, dan tak jarang pula ia menerima sapaan dan tentunya ia balas dengan sopan.

Sesampainya di kereta kudanya, ia memberi tau tempat tujuan pada sang pengawal yang mengemudikan kereta. Tempat yang berbeda dengan yang ia sebutkan pada pelayannya.

"Barak latihan."

Sang pengawal langsung menjalankan kereta. Walau tak menyebutkan lokasi dengan terperinci, prajurit itu sudah dengan jelas mengetahui arahnya. Hampir tiap hari nonanya kesana. Entah apa yang dilakukannya, pengawal itu tidak tau. Karena ia hanya diperintahkan untuk terus berada di kereta sampai majikannya itu kembali.

Princess CastleKde žijí příběhy. Začni objevovat