46

11.7K 1.9K 103
                                    

Setelah pertemuan penuh drama yang terjadi beberapa waktu lalu, kini Azura dan laki-laki yang ia panggil Evan itu memilih berpindah ke tempat yang lebih aman, kamar Azura. Evan duduk di sofa sedang Azura berdiri di hadapannya dengan tangan terlipat di depan dada. Azura kini tampak lebih tenang, tidak seperti beberapa menit yang lalu saat kemunculan Evan yang begitu tiba-tiba hingga tidak bisa diterima dengan baik oleh akal sehatnya.

Azura jelas terkejut setengah mati. Walau Elden selalu mengatakan jika keberadaan otaknya masih dipertanyakan, namun perempuan itu masih bisa membedakan mana hal yang mungkin terjadi dan mustahil terjadi. Kemunculan Evan di kastil rose sudah jelas masuk dalam deretan hal yang mustahil terjadi bagi Azura.

Bagaimana tidak? Laki-laki yang pernah menjadi pelatih bermain pedangnya itu tiba-tiba muncul di hadapannya setelah pergi tanpa pamit 3 tahun yang lalu. Azura mungkin tidak akan seterkejut itu jika ia bertemu dengan Evan di kerajaan Alley. Namun saat ini, tepat di depan matanya, laki-laki itu datang dengan wajah sumringah seolah lantai yang ia pijak adalah kastil lamanya di Alley, bukan kastil rose.

"Jadi kau tidak akan mengatakan apapun perihal mengapa kau bisa ada di sini? di hadapanku? di kastil rose? kastil yang terletak di istana kerajaan Vantiago? kerajaan yang telah menyerang istana Alley dengan membabi-buta?"

Laki-laki itu mengangguk sembari tersenyum dengan tampang bodohnya, yang dihadiahi dengusan kasar oleh Azura.

"Bahkan setelah 3 tahun tidak bertemu, kau masih saja menyebalkan, Evan," ucap Azura yang hanya ditanggapi cengiran kuda oleh lawan bicaranya.

Azura beranjak dari hadapan Evan, memilih untuk ikut duduk di sofa yang biasa menjadi tempat tidurnya. Ia tidak lagi bertanya perihal bagaimana laki-laki itu bisa masuk ke istana, masuk ke kastil rose, dan juga bagaimana laki-laki itu tau perihal keberadaan dirinya di kerajaan Vantiago. Azura lebih memilih untuk memendamnya. Sebab tanya yang terus ia lempar, tak akan pernah mendapat jawaban dari belah bibir laki-laki itu.

Tidak berubah. Evan sudah seperti itu sejak pertama kali mereka bertemu. Penuh rahasia, misteri dan juga teka-teki.

Seperti saat Azura bertanya perihal alasan mengapa laki-laki itu berinisiatif melatih dirinya bela diri dan bermain pedang, Evan tidak pernah memberi jawaban pasti. Hanya senyum atau jawaban asal yang akan Azura terima. Dan jangan lupakan Evan yang pergi begitu saja tanpa mengucapkan salam perpisahan terlebih dahulu pada Azura selaku murid 3 bulannya itu.

"Mengapa kau ke sini? Bukannya kau sudah menikah? Apa istrimu meninggalkanmu sebab sifatmu yang menjengkelkan itu?" tanya Azura tanpa menoleh.

Layaknya bersama Antonio, Azura juga tidak akan bersikap kaku atau canggung saat bersama Evan. Bahasa formal tidak berlaku dalam konversasi mereka. Pembawaan Evan yang santai dan terkesan bebas aturan, membuat hubungan keduanya tidak nampak seperti seorang putri dan prajurit, atau seperti guru dan murid.

"Sebenarnya aku tidak menikah. Aku masih melajang hingga saat ini." Evan menaik-turunkan kedua alisnya. "Itu hanyalah sebuah alasan agar lebih mudah mengundurkan diri dari tugasku sebagai prajurit istana."

Azura mengerutkan keningnya, "Lalu apa alasanmu yang sebenarnya?"

Lagi-lagi hanya senyuman yang Azura dapatkan sebagai jawaban atas pertanyaannya.

"Kau sungguh penuh dengan rahasia, Evan." Decakan malas menjadi pelengkap ucapan Azura.

"Itu benar," jawab Evan dengan anggukan mantap. Ia kemudian beranjak dari duduknya lalu berdiri di hadapan Azura.

Princess CastleWhere stories live. Discover now