15

22.1K 3.2K 39
                                    

"Kalau begitu, jadilah mainanku."

"Maksud an- Eh eh?!"

Belum sempat Azura menyelesaikan ucapannya, tiba-tiba saja tubuh Elden terhuyung kebelakang. Azura yang berada di gendongan Elden, refleks mengalungkan lengannya di leher laki-laki itu.

Brukkk!!!

Tubuh Elden ambruk ke tanah saat tak bisa lagi menjaga keseimbangan tubuhnya. Azura ikut terjatuh dan mendarat tepat di atas paha laki-laki itu. Posisi mereka duduk saling berhadapan dengan Azura yang berada dipangkuan Elden.

Azura membeku dengan mata melebar saking terkejutnya. Ia terus diposisinya dengan tatapan kosong sampai kesadarannya datang secara perlahan.

Ia mengerjap pelan mencoba mencerna situasi yang sedang terjadi. Detik berikutnya, ia membelalak kaget saat menyadari dirinya dengan nyamannya bertengger dipangkuan Elden. Bukan itu saja, lengannya juga dengan kurang ajarnya memeluk leher laki-laki itu.

Sontak ia menurunkan tangannya lalu buru-buru menyingkirkan tubuhnya dari pangkuan Elden, "Ma-maaf Tuan," ucapnya yang kini duduk bersimpuh di samping laki-laki itu.

Elden tak menanggapi. Penglihatannya berkunang-kunang membuatnya terpaksa memejamkan mata. Kepalanya tiba-tiba pening seolah ada yang kurang ajar mengaduk isi kepalanya. Ia berusaha kembali berdiri, namun tubuhnya tak merespon seakan-akan tubuhnya memberontak dan tak mau mendengarkan perintahnya.

'Sial! Apa tubuhku sudah diambang batasnya?'

Elden sadar, apa yang dirasanya saat ini adalah akibat dari memaksakan tubuhnya untuk terus beraktivitas tanpa beristirahat dengan benar. Seminggu lebih terus memaksakan diri membuat tubuhnya kelelahan dan kehabisan tenaga. Elden terus merutuki dirinya karena berada dalam kondisi tersebut di situasi seperti ini.

Azura yang duduk disamping Elden memandang bingung, 'Ada apa dengannya? Apa aku sangat berat hingga membuatnya kesakitan seperti itu?' Azura membatin sambil memperhatikan Elden yang terus meringis sambil memegangi kepalanya. 'Tapi kenapa kepalanya yang tampak sakit? Aku kan menimpa pahanya bukan kepalanya?'

Beberapa menit berlalu, sunyi terus menerpa keduanya. Azura yang tak tau harus berbuat apa hanya duduk sambil menatap Elden. Azura tau laki-laki itu sedang tidak baik-baik saja hanya dengan melihat wajahnya. Wajah Elden menguarkan kesakitan yang begitu nyata. Matanya terpejam dengan alis yang bertaut kasar menandakan ia sedang menahan nyeri yang entah bagaimana rasanya.

Ia tanpa sadar mengangkat tangannya, lalu menyentuh bahu Elden, "A-anda baik-baik saja Tuan?" Ada rasa khawatir dalam kalimatnya.

Elden menoleh, kemudian mendapati wajah terkejut Azura. Perempuan itu sontak menarik kembali tangannya dengan wajah memucat takut. Elden mendengus sebagai tanggapan. Ia tak bisa banyak bicara, membuka mata saja ia susah payah.

Elden kembali merasakan nyeri seolah ada yang menusuk-nusuk kepalanya. Sesekali ia menjambak rambutnya berharap rasa sakitnya mereda. Azura jadi bingung sendiri karena tidak tau apa yang harus ia lakukan. Ia bisa saja pergi meninggalkan Elden dan membiarkan laki-laki itu kesakitan. Toh, Elden selama ini selalu membuatnya menderita.

Tapi ia tak bisa. Azura tak bisa meninggalkan Elden. Danau itu tak pernah ada seorangpun yang mendatanginya kecuali dirinya dan Elden. Jika ia meninggalkan laki-laki itu di danau, ia bisa saja mati kesakitan tanpa ada seorangpun yang melihatnya.

Azura menatap Elden dengan wajah bingung. Ia tak bisa meninggalkan laki-laki itu, maka pilihan selanjutnya adalah menolongnya. Azura kembali berpikir keras, ia tak tau harus memberi pertolongan seperti apa. Ia tak mungkin ke istana utama untuk meminta bantuan pada prajurit. Itu sama saja menyerahkan dirinya dihukum secara suka rela.

Princess CastleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang