34

14.9K 2.3K 123
                                    

Pertemuan petinggi kerajaan di aula istana berlangsung cepat. Tidak adanya masalah besar yang terjadi belakangan ini, membuat pertemuan yang diadakan dua kali dalam sebulan itu hanya diisi dengan perbincangan-perbincangan kecil para petinggi kerajaan. Meja besar berbentuk persegi panjang dengan kursi-kursi yang saling berhadapan, menjadi tempat para penguasa itu mengemukakan pendapat terkait topik yang menjadi pembahasan dalam pertemuan tersebut.

Elden duduk di kursi yang terletak di kepala meja. Tempat duduk yang menunjukkan jika dirinyalah yang berkuasa atas para penguasa-penguasa itu. Auranya tetap mendominasi ruangan tersebut, walau ia hanya diam menyaksikan para petinggi kerajaan saling berbincang tentang suatu hal yang sama sekali tidak menarik atensinya.

"Anda bosan, Yang Mulia?" tanya Cristian dengan suara pelan. Jendral kerajaan itu berdiri di samping kanan Elden, hingga ia dengan mudah berinteraksi dengan Rajanya tanpa menggangu para petinggi kerajaan yang lain.

"Melihat para orang tua itu membangga-banggakan putri mereka, sepertinya aku tau apa yang akan mereka sampaikan nantinya. Jelas saja itu membosankan," jawab Elden juga dengan suara pelan. Ia memelankan suaranya bukan karena peduli dengan para petinggi kerajaan, ia hanya ingin melihat sampai mana orang-orang itu akan membahas permasalahan yang hampir tiap pertemuan selalu di bahas.

"Yang Mulia?"

'Oh? Apakah sudah dimulai? Semangat, Yang Mulia.' batin Cristian yang berusaha menahan sudut bibirnya agar tidak terangkat.

Elden menyandarkan punggungnya. Siku kanannya ia letakkan pada pegangan kursi untuk memudahkan kepalan tangannya menopang pelipis kanannya. Ia mengangguk sebagai tanda mempersilahkan si pemanggil, Duke Vints untuk melanjutkan ucapannya.

"Ini terkait kekosongan tahta Ratu, Yang Mulia. Walau Yang Mulia dapat memimpin kerajaan dengan sangat baik seorang diri, namun sosok Ratu juga memiliki peran penting dalam mengurus istana dalam. Dengan adanya Ratu, segala bentuk peraturan istana akan lebih terarah dan tentunya akan membantu meringankan beban Anda nantinya, Yang Mulia," jelas Duke Vints hati-hati, takut jika salah bicara dan berakhir mendapat murka dari sang Raja.

"Lalu, apa yang harus aku lakukan, Vints? Aku sepertinya kurang tampan hingga sampai saat ini tidak ada wanita yang mau mendekati ku," ucap Elden yang membuat ruangan itu seketika dipenuhi suara-suara dari mereka yang haus akan kekuasaan.

Ucapan Elden yang dibuat-buat menyedihkan itu, membuat Cristian dan Antonio melipat bibir agar tidak tersenyum. Kedua orang terdekat Elden itu tau, jika apa yang dikatakan Rajanya itu adalah sebuah omong kosong belaka. Wanita mana yang tidak mau dengan Elden? Garis wajahnya sempurna dengan alis lurus tebal, mata biru indah, hidung bangir dan bibir tipisnya pasti membuat semua wanita jatuh cinta padanya. Terlebih lagi ia adalah seorang Raja.

Tidak mau dengan tidak berani adalah hal yang berbeda. Selama ini, belum ada wanita yang berani mendekati Elden secara langsung. Aura gelap serta tatapan dinginnya membuat para wanita bergetar ketakutan hanya dengan berada di sekitarnya. Cara yang mereka lakukan untuk menarik atensi Elden hanyalah melalui surat yang tiap hari datang namun tidak pernah Elden baca sama sekali.

"Yang Mulia, Anda tidak perlu menunggu hingga wanita yang lebih dulu mendekati Anda. Yang Mulia hanya perlu memilih wanita yang cocok berdampingan dengan Anda dan tentunya juga cocok menjadi Ratu Vantiago," ucap Duke Wester yang membuat suasana seketika hening.

Masih dengan posisinya menopang pelipis, Elden melempar pertanyaan, "Wanita yang cocok denganku dan juga cocok menjadi Ratu? Seperti siapa misalnya?"

"Saya tidak punya hak untuk menyebutkan seseorang, Yang Mulia. Dan lagi, itu tidaklah etis mengingat para petinggi kerajaan yang lain juga memiliki kandidat yang ingin diperkenalkan dengan Anda." Duke Wester mengedarkan pandangannya, menatap para petinggi kerajaan lalu kembali memusatkan perhatian pada sang Raja. "Tapi saya bisa memberi saran jika Anda tidak keberatan, Yang Mulia."

Princess CastleWhere stories live. Discover now