2

33.8K 4.3K 83
                                    

Sudah terhitung hari ke 3. Istana Alley nampak tidak baik-baik saja. Para penghuni istana— terutama prajurit, sibuk lalu lalang dengan raut wajah ketakutan. Sebagian besar dari mereka berkumpul dan merapatkan barisan di depan istana utama, tempat dimana keluarga kerajaan tinggal.

Ada apa?

Seorang perempuan dengan surai perak terangnya, kebingungan melihat situasi. Dari balkon kastilnya, ia hanya bisa memandang penuh tanya keadaan istana utama. Pertanyaan-pertanyaan yang berkeliaran di benaknya, tak bisa ia temukan jawabannya.

Lagipula, siapa yang akan menjawab pertanyaannya? Ia tinggal sendirian di kastilnya. Biasanya ia akan mengetahui kabar luar kastil saat curi dengar gosip dari para pelayan yang datang membawa makanan dan membersihkan kastilnya. Namun 3 hari belakangan ini, para pelayan tidak lagi menyambangi kastilnya. Jadi jangankan kabar berita, makanan saja tidak dibawakan untuknya. Untung saja ada buah-buahan yang tersisa di kastil untuk ia makan.

Rasa penasarannya terhadap situasi yang terjadi, kadang membuatnya berpikir untuk meninggalkan kastil dan mencari tahu sendiri. Namun ia cukup waras untuk tidak melakukannya. Ia tidak diperbolehkan meninggalkan kastilnya. Pintu utama menjadi batas terlarang untuk ia lewati. Sudah sedari dulu seperti itu, sejak 21 tahun lalu hingga hari ini.

Pernah suatu hari ia meninggalkan kastil dan pergi ke taman istana yang hanya berjarak lima belas langkah dari kastilnya. Putri Diana melihatnya dan langsung menyeretnya paksa ke aula istana menghadap sang Ayah, Raja Arthur.

Kejadian hari itu masih membekas dalam ingatannya.

"Lihat, Ayah. Siapa yang aku temukan di taman istana." Diana mendorong tubuhnya kasar. "Dia dengan berani meninggalkan kastilnya!"

Kepalanya menunduk, tak berani menatap Raja Arthur. "Ma-maaf Ayah. Sa-saya hanya merasa bosan di kastil, ja-jadi saya jalan-jalan di taman istana."

Sang Ratu yang duduk di samping Raja Arthur sontak berdiri. "Apa?! Beraninya kau! Kau seharusnya bersyukur karena kami mau menampungmu di istana!" ucap Ratu Diora dengan tatapan nyalang.

Cassandra yang juga berada di tempat yang sama, mendengus tak suka. "Putri budak tak tau diri!" makinya.

Yang bisa ia lakukan hanyalah mengulum bibir menahan rasa sakit di hatinya. Harapan terakhirnya ia gantungkan pada Raja Arthur, sang Ayah yang ia kira akan membelanya. Namun harapan itu pupus saat sang Ayah mulai membuka mulut.

"Kembalilah ke kastilmu. Kali ini akan kuampuni. Namun jika kau kembali melanggar, maka aku tidak akan segan-segan menghukummu." ucapnya dingin.

Menyakitkan bila diingat. Ingin ia lupakan namun sepertinya kejadian itu begitu membekas di hati dan pikirannya. Rasanya sakitnya masih terasa bahkan setelah 6 tahun telah berlalu. Dia selalu diperlakukan berbeda di Istana. Meskipun dia seorang Putri, hal tersebut tak lantas membuatnya mendapat keistimewaan.

Jangankan keistimewaan, keberadaannya saja bahkan tidak dipedulikan. Ketidakpedulian keluarga kerajaan padanya, membuat pelayan dan prajurit juga turut memperlakukan demikian. Dirinya seolah hanyalah bayangan semu, dan hanya akan nampak jika mereka butuh objek pelampiasan amarah.

Azura Van Alley. Itulah nama yang diberikan padanya. Nama sang Ayah sekaligus Raja kerajaan Alley, tidak tersemat di antara namanya. Hal tersebut cukup menjelaskan tentang posisinya di mata sang Ayah.

Surai peraknya yang terurai, melambai-lambai saat angin datang menerpa. Rambutnya tak pernah dihiasi dengan pernak-pernik rambut seperti perempuan bangsawan pada umumnya. Bukan tidak mau, hanya saja tak ada satupun perhiasan yang diberikan kepadanya. Gaunnya saja yang menandakan bahwa ia adalah seorang Putri.

Princess CastleWo Geschichten leben. Entdecke jetzt