31

15K 2.8K 142
                                    

"Tu-tuan Elden?!" Azura melebarkan matanya, beberapa kali mengerjap hanya untuk memastikan apa yang kini ia lihat tidaklah salah.

Elden melemparkan senyum miring sebagai respon atas keterkejutan Azura. Ia masih menatap perempuan itu sembari tetap memfokuskan indra lainnya terhadap tiga pria yang kini menegang waspada dengan kehadiran Elden yang tiba-tiba.

"A-apa yang Anda lakukan disini?" Bukannya merasa aman, kehadiran Elden justru menambah ketakutan Azura berkali lipat lebih besar.

"Bukannya aku yang seharusnya bertanya seperti itu? Apa yang tahanan kerajaan sepertimu lakukan di luar istana?"

Azura susah payah menelan ludah. Ia memilih tidak menjawab dan memalingkan wajahnya ke depan, ke arah salah satu pria asing yang mengacung pedang dengan waspada.

Genggaman pada gagang pedang ia perkuat, menyalurkan rasa panik yang mendera. Beberapa menit lalu, ia dengan percaya diri meyakini jika ketiga pria berpakaian hitam itu tidak akan bisa mengancam hidupnya. Namun dengan kehadiran Elden, ia sangat yakin jika hidupnya ke depan tentu jauh dari kata baik-baik saja.

Elden memang akan menolong Azura agar ketiga pria itu tidak melukainya atau bahkan membawanya pergi ke suatu tempat. Namun berikutnya, Elden sendiri yang akan mengeksekusi Azura. Entah dengan hukuman apa, Azura sendiri tidak yakin.

"Siapa kau? Sebaiknya kau pergi dan jangan ikut campur!" Salah satu pria di hadapan Elden bersuara dengan nada mengancam.

Elden menurunkan pedangnya, tersenyum sinis sebelum berkata, "Siapa yang memerintahkan kalian?" ucapnya dengan intonasi rendah.

"Bukan urusanmu!" balas pria tersebut. Ia kemudian memberikan kode berupa anggukan kepala pada kedua rekannya. Detik berikutnya, mereka bertiga mulai bergerak cepat kearah Elden dan Azura.

Pertarungan tidak bisa dihindari. Azura kembali mengayunkan pedang sekuat tenaga untuk menangkis serangan pria di hadapannya. Berbeda dengan Elden, ia bergerak mengayunkan pedangnya santai. Sebelah tangannya bahkan terlipat kebelakang, membuat lawannya kesal setengah mati karena begitu diremehkan.

Posisi keduanya saling memunggungi dengan Azura berhadapan dengan satu lawan, sedangkan Elden berhadapan dengan sisanya.

Elden melangkah mundur hingga dirasa punggungnya menyentuh punggung Azura. Sembari mengayunkan pedangnya, ia berkata,"Permainan pedangmu tidak buruk. Siapa yang mengajarimu?"

"Uh?" Azura yang sedang sibuk menangkis serangan menoleh sekilas karena terkejut. "Ji-jika saya menjelaskan, apa Anda akan meringankan hukuman saya?"

Elden mendengus. "Disaat seperti ini kau bahkan masih berani padaku," ucapnya membuat Azura bungkam seketika.

"Aku akan memikirkan ulang hukumannya dengan satu syarat," ujar Elden tanpa menghentikan ayunan pedangnya.

Azura menoleh, namun hanya sekilas karena sedang dalam pertarungan "Apa?"

"Bunuh lawanmu."

"Ya?!" Azura sedikit berteriak. Tentu saja syarat itu sangat sulit ia lakukan. Melukai mereka saja sudah sangat membuatnya merasa bersalah.

"Aku akan meringankan hukuman mu jika kau bisa membunuh lawan mu. Semakin sadis caramu melakukannya, maka semakin ringan hukuman yang kuberikan."

Azura menelan ludah kasar. Akhir-akhir ini sering bersama Elden di kastil rose, membuat Azura lupa jika laki-laki bersurai hitam itu adalah sosok paling menakutkan yang pernah ia temui selama hidupnya. Ia hampir lupa, jika Elden adalah orang yang telah menyerang kerajaannya tanpa ampun. Bahkan ia sendiri melihat bagaimana Elden tanpa rasa kasihan membunuh kakak keduanya tepat di depan matanya.

Princess CastleWhere stories live. Discover now