10

24.9K 3.4K 23
                                    

Malam yang kian larut, tak membuat Elden menghentikan kegiatannya. Seolah tenaganya tidak pernah habis, ia dengan cepat mengayunkan pedangnya ke arah pria bermata sipit yang berdiri ketakutan sambil memegang pedangnya dengan kedua tangan.

Traaang! Tak!

Pedang yang dipegang pria bermata sipit itu terlempar jauh di belakangnya. Pria itu jatuh terduduk saat kakinya tak lagi mampu menopang tubuhnya.

"Wah! Anda sungguh hebat Yang Mulia. Tak ada satupun prajuritku yang mampu bertahan lebih dari 5 menit melawan Anda." Lexius, panglima kerajaan datang menghampiri Elden dengan raut kagum serta ngeri setelah menyaksikan latih tanding antara Rajanya dengan beberapa prajuritnya.

Elden menurunkan pedangnya lalu menoleh menatap Lexius. "Sepertinya kau tidak melatih prajuritmu dengan baik, Lex" ucapnya dengan menatap datar pria tersebut.

Mendengar ucapan sang Raja, Lexius terbelalak. "Ma-maafkan saya Yang Mulia. Saya sudah berusaha sebaik mungkin melatih para prajurit."

"Oh benarkah?" Elden tersenyum miring. "Kalau begitu lawan aku. Buktikan bahwa kau memang pantas menjadi panglima kerajaan Vantiago"

Lexius sontak menatap Elden dengan mulut sedikit terbuka. Ia tak menduga, kata-kata yang ia sampaikan pada prajurit sebelum latih tanding itu dikembalikan telak padanya oleh sang Raja sendiri. Para prajurit yang menyaksikan, tertunduk. Bukan karena takut, melainkan menahan tawa melihat panglima mereka begitu terkejut dan tak berdaya di tempatnya.

"Bagaimana, Lex?" tanya Elden terdengar mengejek.

Lexius berdehem lalu dengan ragu berkata, "Ba-baiklah Yang Mulia."

Mendengar kesanggupan panglimanya, Elden menyeringai puas. Ia hendak mengangkat kembali pedangnya namun terhenti saat seseorang datang menginterupsi kegiatannya.

"Yang Mulia!" Cristian berlari kecil menghampiri Elden dan Lexius di tengah lapangan. "Apa yang Anda lakukan di sini?" tanyanya setelah memberi salam hormat.

Elden mendecak kesal, "Apa kau tak bisa melihat?"

"Maafkan saya, Yang Mulia. Tapi ini sudah larut. Anda sebaiknya istirahat," ucap Cristian.

"Berani sekali kau memerintahku."

"Maaf atas kelancangan saya, Yang Mulia. Tapi besok pagi akan ada pertemuan dengan para petinggi kerajaan. Saya khawatir jika nanti Anda kelelahan."

Elden mendengus. Mengingat banyaknya urusan kerajaan yang harus ia kerjakan esok hari, ia membuang asal pedang ditangannya kemudian. "Lain kali kita akan duel Lex, jadi bersiaplah dari sekarang," ucapnya lalu mulai melangkah pergi diikuti Cristian di belakangnya.

Melihat kepergian Rajanya, Lexius mengehela napas lega. Ia berterima kasih yang sebesar-besarnya pada Cristian. Karena berkat laki-laki itu, ia terhindar dari penderitaan duel melawan Rajanya.

Rasa lega yang dirasakan Lexius rupanya tak bertahan lama. Tanpa ia duga, Elden mengehentikan langkahnya lalu menoleh menatapnya. "Oh, kau bisa berduel dengan Cristian untuk melatih permainan pedangmu, Lex."

Cristian yang mendengar perkataan Elden membelalak kaget, "Sa-saya, Yang Mulia?"

"Ya kau. Berlatihlah dengan Lexius malam ini."

"Ta-tapi, Yang Mulia. Ini sudah sangat larut," ucap Cristian dengan wajah memohon.

"Apa aku terlihat peduli?" Elden kembali melanjutkan langkahnya tanpa peduli dengan tatapan memohon dari Jendral dan juga Panglimanya. "Ini balasan untukmu karena berani menggagguku," ucapnya disela langkahnya.

Cristian menatap kepergian Rajanya tanpa bisa berkata-kata lagi. Ia lalu menoleh menatap Lexius yang juga sedang menatapnya. Dengan berat hati, ia kembali ke tengah lapangan di mana Lexius berdiri.

"Sepertinya malam ini kita akan terjaga cukup lama Lex," ucap Cristian yang ditanggapi anggukan lesu oleh Lexius.

***

Elden berjalan dengan langkah pelan. Udara malam ini begitu menenangkan, membuat dirinya ingin berlama-lama di luar. Ia memilih lewat jalan memutar agar butuh waktu lama untuk sampai di kediamannya. Jalan yang membuatnya akan melewati danau, tempat di mana ia biasa menyendiri untuk menenangkan diri.

Laki-laki bersurai hitam itu berjalan melewati danau tanpa berniat untuk singgah. Namun ia mengehentikan langkahnya saat matanya menangkap presensi seorang perempuan yang sedang berjongkok di pinggiran danau. Perempuan yang ia lihat seolah bersinar di kegelapan malam, sebab pakaian putih yang ia kenakan dan rambut perak panjangnya yang tertimpa cahaya bulan.

Elden melangkah perlahan mendekati perempuan itu sembari memicing untuk memastikan. Ia lalu mengangkat sebelah alisnya, saat tahu siapa sosok serba putih yang ia lihat.

Bagaimana dia bisa ada di sini?

Pertanyaan itu lantas muncul di benaknya. Ia tak menyangka, perempuan yang sudah dua minggu lebih tak ia lihat, kini ada di depannya. Di tempat yang seharusnya hanya dirinya saja yang boleh mendatanginya. Elden mengernyit tak senang dengan pernyataan itu.

"Apa yang kau lakukan disini?" tanya Elden terdengar tidak senang.

Azura yang melihat Elden dari pantulan air danau, menelan ludah kasar. Tubuhnya beku. Jantungnya berdegup kencang hingga rasanya ingin meledak.

Tak kunjung mendapat tanggapan dari perempuan di hadapannya, Elden menarik kasar lengan Azura. Memaksa perempuan itu berdiri dan berbalik menghadap dirinya. "Kenapa tahanan seperti dirimu ada disini?"

Azura meringis saat Elden mencengkeram keras lengannya. Ia mengangkat kepalanya secara perlahan, mencoba memberanikan diri menatap mata es laki-laki itu. Mata biru yang selama ini ia hindari kini menatapnya dengan sorot tajam dan menusuk. "Tu-tuan, sa-saya..." Azura tak melanjutkan ucapannya. Ia tak bisa memikirkan jawaban yang cocok untuk diberikan pada laki-laki menakutkan itu.

Dahi Elden mengernyit tak suka melihat perempuan itu tak kunjung memberi jawaban yang ingin ia dengar. Ia semakin mencengkram keras lengan Azura yang membuat perempuan itu meringis kesakitan.

"Tu-tuan, sakit."

"Apa aku harus memasukkanmu ke kereta barang agar kau mau menjawab pertanyaanku?"

Azura terbelalak dengan bibir sedikit bergetar mendengar ucapan Elden. Ia menggeleng cepat sambil terus bergumam 'tidak'. Ia bahkan tak lagi merasakan sakit di lengannya karena rasa takut yang begitu besar menghantamnya. Ia melepas cengkraman tangan Elden kemudian berlutut di hadapannya.

"Tu-tuan! Saya mohon jangan lakukan itu. Saya disini karena tersesat saat mencari..." Azura lagi-lagi menggantungkan kalimatnya.

"Mencari?"

Beberapa menit berlalu, Azura belum juga membuka mulut untuk memberi penjelasan pada Elden. Perempuan yang sedang menunduk itu mengepalkan tangannya sambil menggigit bibir bawahnya takut. Ia belum juga menemukan alasan yang kiranya bisa menolongnya.

Azura yang tak kunjung meneruskan ucapannya, membuat Elden murka. Perempuan itu seolah sengaja mempermainkannya. Dengan perasaan kesal yang sudah tak tertahankan, Elden meraih kerah gaun Azura lalu mencengkramnya dengan keras. "Apa kau sedang bermain-main denganku?"

Tatapan membunuh yang diberikan Elden membuat Azura menegang takut. Ia memegang pergelangan tangan Elden dengan kedua tangannya saat Elden semakin kuat mencengkeram kerah bajunya hingga lehernya terasa tercekik.

"Sepertinya kau harus diberi pelajaran." Elde menarik kasar kerah gaun Azura, memaksa perempuan itu untuk berdiri dari posisi berlututnya.

Ssrraaakk!

🌻

~Renjuniastri~

Princess CastleWhere stories live. Discover now