55

19.3K 1.8K 240
                                    

Kelopak matanya perlahan terbuka. Kedua alisnya bertaut bersama dengan rintihan pelan saat merasakan sakit di tengkuknya. Ia mecoba mendudukkan dirinya sembari mengedarkan pandangannya.

Di mana ini?

Azura mengerjap bingung. Ia mendapati dirinya berada di sebuah ruangan minim cahaya. Tidak ada apapun di dalam ruangan itu selain dirinya dan sebuah lampu gantung bercahaya redup. Ia terdiam menggali memori.  Potongan-potongan ingatan mulai membentuk suatu adegan di kepalanya.

Terakhir kali ia masih berada di rumahnya. Setelah Elden pergi, ia langsung beranjak menuju kamarnya. Azura sempatkan membersihkan diri sebelum beranjak tidur. Saat akan terlelap, tiba-tiba saja terdengar suara dentuman keras dari luar kamar. Azura bisa menebak jika suara itu berasal dari pintu rumahnya yang dipaksa terbuka. Azura mulai panik, terlebih lagi ketika mendengar suara pedang yang saling bersautan di luar kamarnya.

Saat itu, Azura buru-buru mengambil belati birunya di laci nakas. Tepat setelah mengambil belati, suara dentuman kembali terdengar, berasal dari pintu kamarnya. Azura dapat melihat beberapa pria berpedang mendekatinya, namun pria-pria lain datang dan langsung menyerang mereka.

Azura tidak tahu-menahu siapa orang-orang tersebut. Tapi ia bisa menyimpulkan jika salah satu dari kelompok itu berniat jahat padanya dan satunya lagi berniat menolongnya.

Perkelahian itu berat sebelah. Azura siap siaga dengan belati di tangannya saat melihat kelompok yang datang menolongnya mulai kewalahan.

Lawan terlampau kuat.

Azura ingat, salah seorang pria menerobos dan mendekatinya dengan gerakan cepat. Azura sempat memberi perlawanan, bahkan berhasil menorehkan belatinya di lengan pria itu, namun perlawanannya tidak lama sebab serangan telak mengenai tengkuknya hingga kegelapan merenggutnya.

Lalu di sinilah ia berada sekarang. Ia tidak tahu bagaimana keadaan orang-orang yang telah datang menolongnya. Ia bahkan tidak tahu bagaimana para pria itu membawanya ke sini.

Pintu ruangan tiba-tiba terbuka. Lamunan Azura buyar seketika. Ia menoleh, memandangi sosok pria tinggi yang berdiri di ambang pintu sambil bersedekap. Dapat ia lihat pria itu menyeringai menatapnya sebelum menggeser tubuhnya dari ambang pintu. Sesaat setelah ia bergeser, dua sosok lain memasuki ruangan.

"Oh? jadi ini gadis tahanan tidak tahu diri itu?" Wanita dengan surai pirangnya bersuara setelah tiba di hadapan Azura. Ia berdiri dengan wajah pongah, menatap Azura dengan tatapan tajam.

Pria di sebelahnya mendengus geli. Tatapannya tak kalah tajam. "Tidak kusangka kau akan membawanya hidup-hidup, Louis."

"Ya, kenapa kau repot-repot? Seharusnya kau langsung saja membunuhnya."

"Tidak akan menarik jika langsung membunuhnya. Dia selamat dari kematian yang sudah kurancang dengan apik. Aku tidak akan membiarkannya mati dengan mudah kali ini." Louis yang sebelumnya bersandar di dinding, beranjak mendekati Leonora dan Samuel. "Bibi sebaiknya bersenang-senang dulu dengannya, sebelum aku mengirimnya ke tempat ayahnya."

Azura semakin menunduk. Kepalan tangannya kian mengerat. Ia tidak tahu siapa orang-orang yang berdiri di hadapannya. Ia juga tidak tahu perihal perkara apa yang mengharuskan dirinya terikat dengan orang-orang tersebut. Namun mendengar percakapan mereka, Azura tahu jika dirinya kini berada dalam situasi yang jauh dari kata baik-baik saja.

"Hm, menarik." Leonora menatap Louis dengan seringai tajam. Lantas ia membungkuk, menyejajarkan wajahnya dengan wajah Azura.

"Akh!" Azura memekik saat merasakan perih di kulit kepalanya. Rambutnya ditarik dengan kuat yang mau tak mau membuatnya mendongak.

Princess CastleWhere stories live. Discover now