12

23K 3.8K 58
                                    

Author : "King!!!" (berlari menghampiri Elden)

Elden : (Menatap malas) "Apa?"

Author : "Ada beberapa pembaca yang ingin double up!!!"

Elden : "Cih, mereka sungguh tak tau malu! Haruskah aku menebas leher mereka?" (Mulai menarik pedangnya)

Author : "Hey! Jika kau menebas mereka, lalu siapa yang akan membaca cerita ini? Pembaca kita hanya sedikit King!!!"

Elden : (menurunkan kembali pedangnya) "Aah, kau benar. Kalau begitu kabulkan permintaan mereka!"

===============================
~Princess Castle~

Sudah tiga hari berlalu sejak malam itu. Malam dimana Azura meninggalkan kastil dan berniat melarikan diri dari istana. Beruntungnya, tidak ada satupun pelayan yang mengetahui mengenai hal tersebut. Kejadian itu seolah hanya terjadi di alam mimpinya.

Malam itu, setelah ia bertemu Elden, Azura kembali ke kastilnya tanpa ketahuan. Dengan sangat hati-hati, Ia menyimpan kembali kunci gerbang di tempat dimana ia mengambilnya lalu kembali ke kamarnya. Para pelayan tidak ada yang mengetahui perebutannya. Yang artinya, Elden tidak memberitahu siapapun perihal kejadian di malam itu.

Syukurlah, batin Azura.

Azura menoleh menatap makanan yang sebelumnya dibawakan Liana. Selera makannya tiba-tiba menguap saat melihat makan siangnya yang sama persis dengan sarapannya beberapa jam lalu. Pastinya juga akan sama dengan makan malamnya nanti.

Azura kembali menatap keluar jendela. Helaan napas panjang terdengar. Sesekali ia memejamkan mata saat perutnya terus berbunyi seolah ada sesuatu di dalamnya yang mengamuk untuk segera diberi makan. Azura lapar, namun ia tak memiliki selera makan.

Perempuan itu ingin makan sesuatu selain roti. Sungguh, ia sudah sangat bosan sampai ingin mual saat mengunyah makanan dari tepung itu. Ia ingin makan nasi, atau paling tidak buah saja sudah cukup baginya agar lidahnya bisa mengecap rasa lain selain roti keras itu.

Tapi apalah dayanya, para pelayan selalu saja memberi menu makanan yang sama tiap harinya. Pernah suatu hari Azura meminta buah pada Liana, namun yang ia dapat hanyalah cercaan dan tatapan tak suka.

"Apa kami terlalu baik hingga anda bertingkah tak tahu diri seperti ini? Kami juga makan roti. Tidak ada buah-buahan yang diberikan pada kastil tua ini."

Azura tahu hanya dusta di balik perkataan Liana waktu itu. Ia sudah pernah melihat pelayan membawa banyak buah saat ia berencana mengambil kunci gerbang. Buah-buahan itu sangat banyak hingga akan tersisa banyak jika hanya para pelayan yang memakannya.

"Dasar pelit. Padahal aku hanya minta satu," gerutu Azura.

"Bahkan satu apel saja cuk—" Azura menghentikan ucapannya dengan mata mengerjap. "Apel? Sepertinya aku pernah melihat banyak apel di suatu tempat." Azura bergumam sambil berusaha menggali ingatannya.

Lantas Azura menjentikkan jarinya dengan mata berbinar. "Pohon apel," ujar Azura antusias. "Pohon apel tempatku pernah bersandar sambil memaki Jendral es itu!" serunya saat telah mengingat pohon itu dengan jelas.

Binar bahagia di mata Azura tidak bertahan lama. Kedua bahunya seketika luruh saat ia mengingat letak pohon apel itu berada. Pohon itu terletak di pinggir Danau. Danau indah tempat dimana ia bertemu dengan laki-laki berwajah datar yang sangat menakutkan itu.

Princess CastleWhere stories live. Discover now