14

22.1K 3.4K 104
                                    

Menyelinap keluar kastil saat malam tiba menjadi kegiatan rutin Azura belakangan ini. Sudah terhitung seminggu sejak pertama kali ia melakukannya. Ia tak pernah absen satu malam pun untuk tidak keluar dari kastilnya. Beruntungnya, tak ada satupun orang yang mendapatinya atau bahkan menyadari hal tersebut.

Azura selalu pergi ke tempat yang sama setiap malamnya. Tempat yang telah ia klaim menjadi tempat favoritnya. Danau dan pohon apelnya.

Seperti malam ini, ia sudah berada di tempat itu, duduk manis di atas pohon sambil menikmati apelnya. Sesekali ia mengayunkan kakinya yang menggantung. Kaki yang tak lagi mulus disebabkan goresan karena tak pernah memakai alas.

Malam itu, malam dimana ia bertemu dengan Antonio. Laki-laki itu sudah menyuruhnya untuk memakai alas kaki, namun sampai sekarang ia tak memakainya. Itu bukan maunya. Ia tak punya pilihan karena memang pelayan tak memberikannya sepatu atau sendal untuk ia gunakan. Mungkin para pelayan berpikir Azura tidak membutuhkannya, karena dilihatnya perempuan itu selalu berada didalam kastil.

Berbicara tentang Antonio, Azura kadang berharap ia akan bertemu dengan laki-laki itu saat meninggalkan kastilnya. Namun itu tak pernah terjadi. Ia tak pernah lagi bertemu dengan laki-laki bersurai pirang itu.

Ada sedikit rasa kecewa dalam hatinya. Padahal malam itu, Antonio mengatakan sampai jumpa lagi padanya. Tapi lihatlah, sudah tujuh hari berlalu sejak hari itu dan mereka belum juga bertemu.

Azura berpikir, Antonio tak ingin lagi bertemu dengannya. Namun nyatanya, laki-laki itu berada di tempat yang jauh sehingga sulit untuk bertemu dengannya. Azura sama sekali tak mengetahui bahwa Antonio sedang tidak berada di Vantiago, melainkan di Alley, tempat asalnya.

Saat sedang kalut dengan pikirannya, tiba-tiba saja ada suara yang menginterupsi lamunannya. Suara dingin yang sudah lebih dari seminggu ini tak ia dengar. Yang selalu ia harapkan untuk tak lagi mendengarnya apalagi melihat sosoknya.

"Apa yang kau lakukan diatas situ?"

|Satu jam sebelumnya|

"Yang Mulia, sebaiknya anda beristirahat."

"Kau sudah mengatakan itu hampir lima puluh kali hari ini. Apa kau tak bosan?" Elden menatap kesal Cristian yang sedang berdiri didepannya.

"Yang Mulia, sudah seminggu ini anda tak pernah beristirahat dengan benar. Anda bahkan tak pernah meninggalkan ruang kerja anda," ucap Cristian dengan wajah khawatir.

Kekhawatiran yang dirasakan Cristian bukan tanpa alasan. Kondisi laki-laki bersurai hitam yang duduk dihadapannya tampak sangat tidak baik-baik saja. Matanya merah, bawah matanya menghitam, urat disekitar keningnya mulai menonjol. Itu semua karena dirinya kelelahan dan kurang tidur.

Sudah lebih dari seminggu Elden bekerja di ruangannya. Urusan kerajaan yang begitu banyak dan tak bisa ditinggalkan, membuat Elden bekerja ekstra. Ia tak peduli dengan kondisi tubuhnya sendiri bak dirinya adalah seonggok mesin. Cristian tidak pernah menyerah untuk menasehatinya walau selalu berakhir mendapat murka dari laki-laki itu.

Seperti saat ini, sudah seharian Cristian berdiri dihadapan Elden dan terus memintanya untuk segera beristirahat. Namun Rajanya itu tetap keras kepala dan tak mau mendengarnya. Lihatlah! Laki-laki itu terus saja memegangi kepalanya sambil menutup mata tapi ia tetap saja tak mau beranjak dari ruang kerjanya.

Tak lagi tahan melihat kondisi Elden, laki-laki bersurai merah itu melangkah mendekatinya, "Yang Mulia, anda harus beristirahat. Saya tidak mau tau."

Elden mengangkat sebelah alisnya, "Berani sekali kau. Kau pikir siapa dirimu?"

Cristian menatap Elden dengan mata sedikit bergetar karena takut, "Saya Jendral anda Yang Mulia. Dan saya tidak mau jika anda jatuh sakit." Cristian mati-matian menahan rasa takutnya saat mengatakan hal bodoh tersebut. Ia tak punya pilihan lain selain bertindak demikian. Selama ini ia telah berulangkali meminta Elden untuk beristirahat namun selalu tak berhasil.

Princess CastleWhere stories live. Discover now