8

26.3K 3.9K 76
                                    

Cristian mengedarkan pandangannya, menatap seluruh penjuru kastil yang bisa matanya tangkap. Kastil yang sudah dilupakan sebagian besar penghuni istana itu terlihat bersih dan terawat. Ia berniat memuji para pelayan yang tinggal di kastil tersebut karena sudah merawatnya dengan baik, namun urung saat melihat para pelayan bernapas tidak teratur serta keringat yang bercucuran seperti habis melakukan sesuatu.

Cristian mendengus, ia bisa menebak bahwa kastil ini pasti baru saja dibersihkan saat mereka mendengar kabar kedatangannya.

Kastil Rose dulunya ditempati oleh seorang selir dari Raja terdahulu. Namun setelah Selir tersebut meninggal, tak ada lagi yang menempati kastil Rose. Sudah 14 tahun berlalu sejak kastil itu ditinggalkan pemiliknya. Yang menempatinya hanya para pelayan yang tak mendapat pekerjaan di Istana Utama. Para pelayan ditempatkan untuk merawat kastil itu. Namun karena kastil itu tak pernah dikunjungi oleh siapapun, para pelayan memilih mengabaikan tugas mereka.

Cristian kemudian mengalihkan pandangannya, menatap Azura yang duduk di depannya. Ia menautkan kedua alisnya bingung saat melihat perempuan itu sedari tadi celingak-celinguk seolah mencari sesuatu. "Apa yang Anda cari, Nona?"

Azura menoleh menatap Cristian. "A-anu, apa Tuan Jenderal juga datang bersama Anda?" tanyanya takut-takut.

Kerutan di kening Cristian semakin dalam. Apa maksud ucapan perempuan ini? Bukankah Cristian Jendralnya?

"Siapa yang Nona maksud?" tanya Cristian.

"Tuan Jenderal. Jendral perang berambut hitam yang sangat menakutkan dan menyeramkan itu. Yang memiliki mata biru sedingin es yang bisa membuat orang membeku hanya dengan menatapnya."

Mendengar penjelasan dari perempuan di hadapannya, kelopak mata Cristian melebar. Ia terkejut dan juga bingung. Hanya ada satu orang di Vantiago yang memiliki rambut hitam kelam bagai malam dan mata biru khas keturunan kerajaan. Dia adalah Elden, Raja dari kerajaan Vantiago, bukan Jenderal seperti yang Azura ucapkan.

Jika dia mengatakan sesuatu yang aneh, abaikan saja

Cristian tiba-tiba teringat dengan ucapan Elden saat ia diberi perintah mengunjungi kastil Rose. Apa ini yang dimaksud sang Raja?

Setelah berkutat dengan kebingungannya, Cristian menatap Azura sambil menelan kasar ludahnya. "Oh, maksud Anda Je-jenderal E-elden?" Ingin rasanya ia menangis saat mengatakan nama Rajanya itu secara langsung. Terlebih lagi menyebutnya dengan sebutan Jenderal. Jika saja sang Raja mendengarnya, sudah dipastikan kepalanya akan melayang jauh di angkasa.

"Elden? Jadi nama orang yang tak punya belas kasih itu Elden?" tanya Azura memastikan dengan mata menatap polos.

Cristian gelagapan tak karuan saat perempuan di hadapannya mengucapkan kalimat itu lancar tanpa beban sedikitpun. Ia melirik cemas para pelayan yang hanya diam tanpa ekspresi mendengar percakapan mereka. Sepertinya mereka tak tahu menahu tentang pembahasannya dengan Azura.

Cristian bernapas lega. Ia bersyukur karena hanya segelintir orang saja yang mengetahui nama asli dari sang Raja. Itu dikarenakan Elden tak dipanggil dengan sebutan Raja Elden oleh penghuni istana maupun penduduk kerajaan.

Di kerajaan Vantiago, saat seorang pangeran lahir, maka ia hanya akan dipanggil dengan sebutan pangeran Vantiago. Begitupun ketika ia menjadi putra mahkota, dan saat menjadi raja. Nama depan serta nama tengah tidak diikutsertakan seusai dengan peraturan yang telah turun-temurun dilaksanakan. Itu sebagai bentuk harapan bahwa sang Raja kelak akan lebih mementingkan urusan kerajaan dibandingkan urusan pribadinya.

"Jadi, apakah Tuan Elden tidak datang bersama Anda?" tanya Azura membuyarkan lamunan Cristian.

"Tidak, Nona. Yang mu— maksud saya, Tuan E-elden sedang ada urusan."

Princess CastleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang