54

10.9K 1.6K 94
                                    

Laju kuda Elden berkurang seiring waktu. Gurat khawatir begitu nampak di wajahnya. Beberapa kali ia menoleh ke belakang, menatap jalan yang mengarah ke rumah Azura dengan sorot cemas.

Apa aku harus kembali?

Pertanyaan itu lantas berkeliaran di benaknya. Sejak meninggalkan rumah Azura, risau terus-menerus menggerogoti hatinya. Ia menimbang, kembali ke rumah Azura atau meneruskan perjalanannya ke istana.

Elden menarik napas panjang. Khawatir yang membelenggu hatinya hanya akan bisa lepas jika mata kepalanya melihat langsung keadaan Azura. Dengan begitu, ia menarik tali kekang kudanya dan mengarahkannya kembali ke rumah Azura.

Di perjalanan, Elden mendengar derap langkah kuda mendekatinya. Ia menoleh, lantas mengernyit saat mendapati sosok Lexius mengendarai kuda tersebut. "Mau kemana kau?"

"Hamba ingin bertemu dengan Anda, Yang Mulia. Anda sendiri mau kemana? Bukannya istana mengarah ke sana?"

"Aku melupakan sesuatu di rumah Azura," jawab Elden. "Ada yang ingin kau sampaikan padaku? Kenapa tidak menungguku saja di istana?"

"Hamba baru saja mendapat informasi terbaru terkait pelaku kebakaran kastil Rose. Kebetulan penyelidikan hamba berada di sekitar sini, jadi hamba berniat ke rumah Putri Azura untuk bertemu dengan Anda dan menyampaikannya langsung. Namun tanpa terduga hamba bertemu dengan Yang Mulia di sini," jelas Lexius.

Elden mengurangi laju kudanya saat Lexius mulai menjabarkan informasi yang ia peroleh dari penyelidikannya. Jalan yang mereka lalui nampak sunyi, sebab keduanya kini berada di hutan yang menghubungkan desa tempat tinggal Azura dengan batas ibu kota.

"Jadi, salah satu saksi yang dibawa Cristian juga menjadi saksi yang melihat seseorang tak dikenal membawa banyak kerosin dari pangkalan minyak di batas kerajaan?" tanya Elden setelah mendengar penjelasan Lexius.

"Benar, Yang Mulia."

"Kebetulan sekali." Elden mendengus geli. "Dengan begitu, pelaku pastinya adalah seseorang yang punya wewenang mengelola pangkalan itu dengan sesuka hatinya. Dan dia adalah ratu terdahulu."

"Benar, Yang Mulia. Hamba kemudian mempersempit ruang penyeledikan dengan hanya menyelidiki Ibu Suri dan orang-orang yang berhubungan dengannya."

"Bangsawan Wester?"

Lexius mengangguk.

"Apa yang kau temukan?"

"Saat penyelidikan, hamba menemukan sebuah fakta keberadaan kelompok pasukan kecil yang dilatih secara rahasia oleh keluarga Wester. Orang-orang yang masuk dalam kelompok itu memiliki kemampuan bela diri tinggi dan lagi, mereka tidak memiliki lidah."

Elden mengernyit. "Tidak memiliki lidah?"

"Iya, Yang Mulia. Entah dari awal tidak memiliki lidah atau mereka kehilangan lidah setelah masuk di kelompok itu."

"Pembakar kastil yang sempat kau tangkap waktu itu, apa mungkin dia termasuk salah-satu dari kelompok tersebut?" tanya Elden.

"Hamba juga berpikir demikian, Yang Mulia. Mengingat bagaimana kemampuan bela dirinya serta bersikeras tidak berbicara, besar kemungkinan dia berasal dari kelompok tersebut ."

"Membentuk dan melatih pasukan secara diam-diam adalah pelanggaran berat. Hal itu termasuk pemberontakan jika tidak memiliki izin dariku." Elden mengeraskan rahangnya, "berani sekali."

"Yang lebih mengejutkan, kelompok tersebut dibentuk dan dipimpin oleh  putra sulung sekaligus penerus keluarga Wester, Louis Ranevan Wester."

"Louis." Elden menatap lurus ke depan dengan sorot tajam. "Awalnya aku mengira jika Louis tidak tertarik dengan kekuatan dan kekuasaan, mengingat dia yang selama ini hanya menghabiskan waktu dengan berjalan-jalan ke berbagai negara. Namun ternyata, itu hanyalah berita palsu. Dia tidak benar-benar meninggalkan Vantiago. Dia bergerak di balik layar, menjadi otak yang menyusun segala taktik. Hampir seluruh sepak terjang ratu terdahulu disiasati olehnya."

Princess CastleWhere stories live. Discover now