7. Sabtu Pagi

22.7K 1.9K 38
                                    

Yuhuu ketemu lagi sama Giya - Banu

Happy reading!

💟💟💟

Giya dan Banu berjalan kaki menuju taman komplek. Karena taman komplek letaknya dekat jadi mereka memutuskan untuk berjalan kaki saja.

Netra milik Banu memindai keliling taman setelah mereka sampai. "Rame juga ya!" Komentar Banu.

"Yup, tiap weekend gini pasti rame terus. Kita lewat situ yuk!" Ucap Giya sambil memulai lari, menuju lintasan jogging.

"Lo kalo jogging emang sering sendirian, Kak?" Tanya Banu setelah mereka mengelilingi taman beberapa putaran. Saat ini mereka sedang duduk selonjoran.

Giya mengangguk sambil mengatur napas. "Biasanya sih gitu. Kadang juga sama temen gue yang waktu itu pernah ke kafe bareng gue."

"Lah emang deket dari rumahnya? Dia temen kantor lo apa gimana?" Tanya Banu dengan masih memperhatikan sekitar taman.

Di taman ini ada beberapa fasilitas yang telah disediakan oleh pihak komplek. Selain lintasan jogging, terdapat pula lintasan berbatu yang sering digunakan untuk refleksi kaki. Agak menjauh sedikit, terdapat permainan anak-anak yang sudah dilengkapi dengan monkey bar. Juga terdapat kolam ikan.

"Dia temen kantor, ya bisa dibilang sahabat gue juga. Kadang dia nginep sih di rumah gue kalo kami mau jogging." Jawab Giya sambil terkekeh.

Banu manggut-manggut.

"Hm.. kalo cowok yang sering nganter lo pulang itu cowok lo, Kak?" Baiklah Banu merasa ini waktunya untuk bertanya urusan hati.

Mata Giya menyipit. "Emang pernah liat?"

Banu mengangguk mantap. "Ya beberapa kali liat sih kalo pas lo balik. Yang pas malem-malem itu juga gue liat kok." Jawab Banu enteng sambil menampilkan senyum jahil.

Deg. Jantung Giya rasanya berhenti berdetak. "Ma..malem kapan, Ban?" Giya mendadak tergagap.

Banu melirik Giya dengan raut wajah geli. Wajah putih Giya seketika langsung pias seperti sudah tidak ada aliran darah lagi.

"Yang malem terakhir kali lo dianter cowok lo itu lho. Yang kalian ..." Banu sengaja memotong ucapannya, menampilkan senyuman miring sejuta makna, kedua alisnya ia naik-turunkan.

Saat ini Giya seperti orang yang tidak tahu caranya berbicara. Ia benar-benar tidak menyangka kalau Banu sampai melihat ia dan Elang sedang berciuman tempo hari.

"Cie panik cieee yang kegep lagi ..." Lagi-lagi Banu menggantung ucapannya. Kali ini telunjuk Banu menoel-noel pipi Giya yang mendadak berubah warna seperti tomat rebus.

Giya langsung menghempaskan tangan Banu, ia sungguh kehabisan kata-kata.

"Coba liat dulu sini mukanya yang kek tomat rebus!" Banu masih gencar menggoda Giya. Wajah Banu terus mendekat, mencari-cari wajah Giya yang terus menghindarinya.

Tawa Banu langsung meledak karena tak ada satu pun kata yang keluar dari mulut Giya. "Santai aja kali Kak, untung aja gue yang ngegepin." Tawanya sudah mulai mereda, hanya terdengar kikikan kecil.

"Tau ah!" Giya lebih memilih kabur dari pembahasan yang teramat sensitif baginya itu. Ia bangkit kemudian lanjut berlari kecil, meninggalkan Banu yang masih saja cekikian di bawah pohon.

💟💟💟

"Kak, cowok lo itu umur berapaan deh? Keliatannya hot gitu." Banu berhasil mengejar Giya. Kini ia berjalan mundur agar bisa berhadapan dengan Giya. Banu masih ingin menggali informasi tentang kekasih Giya itu, berselimutkan nada godaan tentu saja agar aroma keponya tidak tercium oleh Giya.

Tetangga Jauh (TAMAT)Where stories live. Discover now