31. Curhat

16.4K 1.2K 6
                                    

Haii, jangan lupa vomment dulu!

🌸 Happy Reading 🌸

Banu memasuki kelas dengan langkah gontai. Ia merasa suhu udara pagi ini begitu dingin. Kepalanya bahkan sedikit berdenyut sejak ia bangun tidur jam tiga pagi tadi, padahal ia baru saja bisa tidur saat jam dinding menunjukkan pukul satu dini hari.

Ya, dua malam ini Banu tidak bisa tidur. Entahlah, namun ucapan Giya agar dirinya tidak mengurusi urusan gadis itu sungguh mengganggu pikirannya. Membuatnya berpikir keras apakah ia memang terlalu ikut campur dengan urusan asmara tetangga cantiknya itu. Padahal sungguh, ia hanya ingin Giya membuka mata dan pikiran tentang bagaimana Elang.

"Kenapa, bro, kok rada pucet?" Suara Noval yang pertama kali menyapanya begitu Banu sampai di mejanya.

"Pusing gue, nggak bisa tidur." Jawab Banu sekenanya seraya menelungkupkan kepalanya di atas ranselnya yang sudah ia letakkan di atas meja.

Beberapa menit kemudian sayup-sayup terdengar suara obrolan Zeki, Sultan, dan Bimo memasuki kelas, disusul oleh Agas di belakangnya. Begitu Banu mengangkat kepalanya, mendapati empat sahabatnya sudah sampai di tempat duduknya masing-masing.

"Bro, muka lo pucet?" Kali ini Zeki yang bersuara. Seolah menegaskan ucapan Noval tadi.

Kening Banu mengernyit, apa iya dirinya pucat sampai begitu kentara? "Sedikit pusing doang kepala gue."

"Pusing kenapa sih, bos?" Tanya Sultan.

"Udah dua malem gue nggak bisa tidur." Jawab Banu.

Zeki menepuk pelan pundak Banu. "Mikirin apa sih, bro? Giya?"

"Lo ngasih tau dia nggak soal kejadian di club kemarin?" Timpal Agas.

"Bentar deh." Banu mengangkat telapak tangannya untuk menginterupsi. "Woi, Lan, sekali lagi sorry banget ya soal yang kemaren? Acara lo jadi berantakan deh." Serunya pada Alan -- teman sekelasnya yang kemarin mentraktir mereka.

Banu sungguh merasa tak enak karena sudah merusak acara temannya itu. Namun sungguh kejadian itu tak pernah ia rencanakan.

Alan mengangguk sekilas. "Santai aja bro, gue ngerti." Jawab Alan seraya mengacungkan ibu jari kanannya.

Kemarin setelah Banu habis-habisan memukuli Elang, mereka semua kembali ke tempat mereka duduk. Hal itu tentu saja untuk mendinginkan kepala Banu yang sedang terbakar emosi. Agas menjelaskan pada Alan tentang alasan yang terjadi, Alan pun tak mempermasalahkannya. Toh acara kemarin itu memang hanya untuk mengusir kegabutannya saja.

Banu kembali beralih pada kelima sahabatnya. "Kemarin pas pulang dari club gue langsung ke rumah Giya. Dia curiga pas gue tanya-tanya soal Elang, jadilah dia nebak gue ribut sama Elang."

Banu menarik napas terlebih dahulu sebelum melanjutkan ceritanya.. Memperhatikan sejenak sahabat-sahabatnya yang ternyata masih menyimaknya.

"Ya akhirnya gue ceritain kalo gue ribut sama Elang karena dia lagi mau ngamar sama cewek." Lanjut Banu.

"Terus respon Giya gimana bro?" Tanya Zeki dengan segala kekepoannya.

"Lo tau gimana respon dia pas gue ceritain itu?" Banu melirik satu per satu sahabatnya itu, yang ia tangkap adalah respon gelengan dengan gerakan yang begitu kompak dari Noval, Zeki, dan Sultan. Geleng ke kanan, kiri, lalu kanan lagi.

"Dia biasa aja tanggapannya." Ujar Banu.

"Hah gimana? Kok bisa biasa aja?" Tanya Sultan.

"Dia udah tau gitu?" Tanya Bimo memastikan.

Tetangga Jauh (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang