59. Terima Kasih, Kalian Hebat!

22.1K 1.3K 60
                                    

Yok vomment bisa yok...

🌸Happy Reading 🌸

Banu memandangi wajah Giya sejak lima belas menit yang lalu. Pemandangan Giya yang sedang tertidur pulas membuatnya tersenyum. Sesekali ia terkekeh saat membayangkan wajah Giya yang sejak dua bulan ini sering merajuk padanya karena cemburu.

Padahal astaga, bagaimana bisa Banu melirik perempuan lain kalau saat ini Giya jauh berkali-kali lipat lebih menarik di matanya. Sudah Banu tegaskan hal itu berkali-kali di depan Giya maupun pada dirinya sendiri.

Terlebih saat Giya sedang polos tanpa sehelai benang pun. Bukit kembar yang selalu menjadi bagian favoritnya itu jauh lebih berisi. Perutnya yang membuncit di antara pinggangnya yang ramping justru menambah kesan seksi pada Giya. Pun pada bagian yang kini seperti tersembunyi di antara pangkal paha dan perut Giya yang sudah mulai terlihat turun. Bagian yang sering kali membuat Banu sakit kepala bila membayangkannya.

Selain kebahagiaan Banu karena akan segera menjadi seorang Papa, Banu pun merasa bersyukur dengan hal-hal lain karena kehamilan Giya yang sudah semakin besar ini. Giya lebih posesif dari biasanya. Bukannya merasa risih, justru membuat Banu lega karena ternyata Giya begitu takut kehilangan dirinya.

Hormon kehamilan Giya juga tentu membuat istrinya itu jadi mudah tersulut ... gairahnya. Giya tak malu lagi untuk memulai duluan prosesi bercinta mereka.

Usia kehamilan Giya kini sudah memasuki 39 Minggu. Artinya mereka harus benar-benar siap kapanpun jabang bayi mereka akan lahir. Giya pun sudah mulai mengambil cuti melahirkan sejak seminggu yang lalu.

Perut Giya sudah mulai sering kram. Menurut dokter itu merupakan kontraksi palsu. Tiga hari lalu saat mereka kontrol ke dokter ternyata Giya sudah pembukaan satu padahal Giya belum merasakan apa-apa.

Bolehkah Banu berterima kasih dengan adanya teori medis yang mengatakan kalau teknik induksi alami salah satunya adalah dengan berhubungan intim? Hal itu tentu menyenangkan Banu, terlebih kehamilan Giya terbilang aman untuk hal itu. Saat mereka berhubungan, Giya selalu meminta Banu untuk berlama-lama memainkan puncak dada Giya. Dan yang lebih membuat Banu bersorak, di setiap momen percintaan panas mereka selalu Giya yang mendominasi di atas Banu.

Banu mengernyit saat Giya seperti sedang meringis. Dibangunkannya Giya perlahan. "Sayang, kenapa?" Banu terus mengusap pipi Giya dengan buku-buku jarinya.

Giya membuka matanya, kembali mengeluarkan ringisan.

"Sakit lagi perutnya?" Tanya Banu lembut yang hanya diangguki oleh Giya.

"Udah sakit banget? Mau ke rumah sakit sekarang aja?" Banu sebisa mungkin tetap tenang.

Menurut artikel yang sempat Banu baca, peran suami sangat penting di saat-saat menjelang istri melahirkan. Selain menjadi suami siaga, sebisa mungkin mereka juga tidak mudah panik dan bisa memberikan afirmasi positif pada sang istri.

Giya melirik jam di nakas, sudah jam lima pagi ternyata. "Tunggu di rumah aja ya, sayang, biar aku nggak panik. Masih lama kayaknya, sakitnya nggak terlalu kok."

Banu mengangguk. "Tidur lagi bisa nggak? Kamu kurang tidur, tapi kan harus cukup istirahatnya."

"Nggak bisa kayaknya." Jawab Giya kembali meringis membuat Banu ikut meringis.

"Ya udah banyakin jalan-jalan aja ya, sayang. Atau mau senam hamil?"

Banu pun membantu Giya untuk duduk dan mengambil pakaian sang istri.

"Aku minta Mbok Sari masakin buat kamu ya, biar kamu langsung sarapan?"

Giya tampak menimang ucapan Banu.

Tetangga Jauh (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang