57. Hadiah Tak Terkira

26K 1.3K 34
                                    

Hai... Pencet ⭐ dulu yuk!

🌸 Happy Reading 🌸

Giya membuka kedua matanya perlahan. Melirik pada jam digital yang terletak di atas nakas, angkanya menunjukkan pukul 04:18. Perlahan Giya bangkit dari ranjang agar tak mengusik tidur Banu yang masih terlelap.

Giya terlebih dahulu memakai pakaiannya yang berserakan di lantai karena dilempar asal oleh Banu semalam sebelum mereka bercinta. Lalu Giya mengambil sebuah kemasan kecil dari dalam naci nakas yang ia selipkan di paling bawah. Lalu membawanya ke dalam kamar mandi.

Giya membaca dengan teliti petunjuk penggunaan yang terdapat pada bungkus kemasan, kemudian mengikuti sesuai petunjuk.

Giya berbalik badan menghadap ke arah pintu. Tangan kiri ia tekuk di pinggang, sementara tangan kanan ia gigit ibu jarinya. Giya menunggu dengan gelisah.

Setelah dirasa cukup, Giya pun kembali menghampiri test pack yang tadi sudah ia letakkan di dekat wastafel itu. Giya menutup mulutnya dengan kedua telapak tangannya agar tak mengeluarkan suara, padahal sesungguhnya ingin sekali ia berteriak. Bagaimana tidak, hasil di alat tes kehamilan tersebut menunjukkan dua garis merah yang cukup pekat.

Tiga bulan pernikahannya dengan Banu, Giya sama sekali tidak merasakan adanya tanda-tanda kehamilan. Tamu bulanannya itu selalu datang tepat waktu, bahkan pernah bertamu lebih cepat. Namun bulan ini, sudah tiga minggu ia telat haid. Walau ia tak merasakan tanda-tanda seperti kebanyakan perempuan lain, namun Giya akhirnya membeli test pack sepulang dari makan siang tadi bersama Erina.

Setelah Giya menetralkan degup jantungnya yang sedang bergemuruh, ia membilas alat tes kehamilan itu hingga bersih. Rencananya alat itu akan ia jadikan sebagai hadiah darinya untuk ulang tahun Banu esok hari.

Giya membuka pintu kamar mandi dengan begitu pelan. Ingin rasanya ia menghambur ke pelukan lelaki yang kini masih tampak terlelap, memberitahukan kabar bahagia ini. Namun sebisa mungkin ia menahannya. Ia pun kembali menyimpan test pack itu di dalam laci nakas. Tempat yang jarang sekali Banu buka.

Giya kemudian kembali lagi ke kamar mandi untuk mandi, karena tadi ia hanya mengetes apakah dirinya hamil atau tidak, akan sangat lama kalau Giya sekalian mandi.

💓💓💓

Menu sarapan pagi sudah tersaji di meja makan. Giya membuat sop daging dan juga steamed egg. Setelahnya Giya menyusul Banu ke kamar mereka.

Begitu Giya memasuki kamar rupanya suaminya itu sedang mandi. Giya pun membuka lemari pakaian Banu untuk menyiapkan pakaian kerja sang suami. Giya memilih setelan jas berwarna navy, kemeja berwarna biru muda, serta dasi berwarna navy dengan motif garis-garis warna biru muda. Apapun yang Giya pilihkan selalu dipakai Banu tanpa mendebatnya. Hal kecil seperti itu tentu membuat Giya senang.

Semenjak Banu kembali ke Indonesia, ia dipercayakan untuk memegang kantor pusat yang berada di Jakarta, menggantikan Deri menjadi CEO di sana.

Pintu kamar mandi terbuka, Banu keluar hanya berbalut handuk yang melilit di seputaran pinggangnya. Tanganya tampak sedang mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil.

Begitu Banu berdiri di samping ranjang, Giya langsung berdiri dan mengambil alih mengeringkan rambut Banu dengan handuk kecil. Setelah selesai, Giya membawa handuk kecil dan juga handuk Banu untuk ia jemur.

Giya kembali menghampiri Banu dan memasangkan kancing kemeja sang suami. Baru kemudian ia sendiri berganti pakaian kantor.

"Mau turun sekarang?" Tanya Giya begitu ia telah siap.

Tetangga Jauh (TAMAT)Where stories live. Discover now