48. Kita Tak Lagi Sama

17.4K 1.2K 46
                                    

Hai haiii ramein komentar yuk biar aku semangat ngetiknya hihihi

🌸 Happy Reading 🌸

Banu menggeliat dalam tidurnya karena mendengar isak tangis. Mengerjapkan kedua matanya terlebih dahulu beberapa kali baru setelahnya terbuka sempurnya. Keningnya mengernyit kala mendapati posisi tidur Giya yang memunggunginya. Padahal semalam mereka tidur berpelukan seperti biasa.

Banu mengecup pundak terbuka Giya yang tak tertutup selimut. Ditariknya Giya sampai punggung Giya merapat padanya. Tubuh mereka masih sama-sama polos seperti semalam.

"Maafin aku."

Setelah mengucapkan kata itu, Banu kembali mengecup pundak Giya seraya mengusap sayang surai cokelat Giya.

"Udah dong kamu jangan nangis lagi. Aku bener-bener minta maaf buat yang semalem." Banu berucap pelan.

Namun Giya hanya bergeming. Banu pun hendak membalikkan tubuh Giya namun Giya menahannya. Membuat kernyitan di kening Banu semakin dalam.

"Aku malu sama kamu. Setelah semalem, aku ngerasa kayak nggak punya harga diri banget di depan kamu." Ucap Giya semakin terisak.

Semenjak semalam mereka memang refleks mengubah panggilan mereka menjadi aku - kamu tanpa adanya kesepakatan.

Banu pun berusaha membalikkan Giya, kali ini Giya tak menahannya hingga kini mereka berhadapan. Banu meraih dagu Giya dan menegakkan wajah Giya karena Giya terus menunduk.

"Sayang, dengerin aku." Ucapan Banu Tegas yang berhasil membuat Giya menatapnya.

"Kamu itu teramat berharga buat aku, Giya. Karna itu aku nggak bisa nerusin buat nyentuh kamu lebih jauh lagi, aku belum punya hak buat itu." Banu menarik napas.

"Jadi please jangan pernah ngerasa diri kamu menjijikkan atau apa pun itu. Buat aku, kamu tetep Giya yang sama. Nggak ada yang berubah." Lanjut Banu kembali memberi pengertian untuk Giya.

Giya kembali terisak, kali ini isak bahagia tentunya. Ingatannya otomatis memutar pada kejadian semalam. Setelah semalam gelora mereka sudah sama-sama tersulut. Banu langsung menyingkir dari atas Giya di detik-detik Banu yang hampir menyatukan tubuh mereka.

Semalam Banu langsung merebahkan tubuhnya di samping Giya dan menarik gadis itu ke pelukannya. Banu terus memberi Giya pengertian, apa yang dilakukannya bukanlah karena ia yang tak ingin. Banu sungguh ingin melakukannya dengan Giya, namun akal sehatnya lebih mendominasi saat itu untuk berhenti. Dan entah sudah berapa kali Banu terus merapalkan kata maaf.

Giya tak menyangka jika Banu akan begitu menjaganya. Dirinya saat ini masih sama seperti kemarin, tak ada sesuatu yang berkurang dalam dirinya. Justru Giya merasa dirinya sendiri yang tidak memiliki harga diri setelah meminta Banu untuk menyentuhnya.

"Uluh uluhhh kok malah makin kenceng sih nangisnya. Coba sini liat dulu gimana mukanya yang lagi nangis." Banu tentu tahu tangis Giya kali ini berbeda dengan sebelumnya, karena itu ia mulai menggodanya.

Giya justru membenamkan wajahnya di dada Banu karena pemuda itu terus memaksa mengangkat wajahnya.

"Coba sini aku liat dulu mukanya."

"Nggak mau ih." Rengek Giya membuat Banu tergelak.

"Malu banget emangnya?" Goda Banu.

"Nggak usah tanya-tanya deh!" Suara Giya sedikit teredam di telapak tangannya, membuat gelak tawa Banu semakin kencang.

Kini justru Banu yang bergeser turun sehingga wajah mereka kini sudah berhadapan. Giya justru tak bisa menghindar lagi saat Banu menangkup kedua pipinya dengan telapak tangannya.

Tetangga Jauh (TAMAT)Where stories live. Discover now