56. Godaan Pengantin Baru

33.7K 1.4K 25
                                    

Pencet ⭐ dulu yuk!

🌸 Happy Reading 🌸

Banu mengerjapkan matanya beberapa kali. Saat kedua matanya sudah terbuka sempurna, yang pertama kali ia lihat adalah wajah damai Giya yang sedang tertidur pulas dalam dekapannya.

Giya masih terlihat begitu kelelahan. Deru napasnya terdengar teratur. Mungkin karena baru tertidur tiga jam lalu. Banu menatap intens pada wanita yang kini telah ia miliki seutuhnya itu.

Dikecupnya cukup lama kening sang istri. Rupanya hal itu sedikit mengusik Giya hingga wanita itu menggeliat. Selimut yang menutupi Giya sedikit tersingkap hingga batas lengan atasnya.

Netra Banu menelisik setiap detail Giya. Bibir istrinya itu masih merah merekah karena malam tadi tak hentinya ia cecap. Pandangannya menurun, di bawah tulang selangka dan pundak Giya terdapat beberapa tanda merah. Tanda yang ia tinggalkan saat momen percintaan panas mereka semalam. Pun di sekitar bukit kembar sang istri yang ternyata lebih banyak lagi. Hal itu membuat Banu terkekeh membayangkan betapa buasnya ia semalam.

Dikecupnya kedua kelopak mata yang tertutup itu bergantian kiri dan kanannya. Perlahan, kedua kelopak mata itu perlahan terbuka.

"Ban?"

"Hm?" Banu hanya berdeham seraya merapikan helai rambut yang menutupi sebagian wajah Giya.

"Jam berapa?" Tanya Giya seraya mencari posisi ternyamannya di balik selimut yang menutupi tubuh polos mereka.

"Baru jam tiga."

"Kamu nggak tidur?" Giya mendongak, ditatapnya wajah sang suami yang tampak seperti masih terjaga itu.

"Tidur kok, ini baru bangun." Jawab Banu lembut, tangan kirinya mengusap lengan atas Giya.

"Kamu nggak ngantuk lagi emangnya?" Tanya Giya lagi.

Banu menggeleng pelan. "Kamu tidur lagi aja kalo masih ngantuk."

Giya menggeleng. "Aku temenin kamu aja kalo gitu."

"Masih sakit banget nggak?" Banu masih menatap intens wajah ayu sang istri.

Giya menggeleng pelan seolah tau apa maksud pertanyaan sang suami. "Sakit dikit sih, nanti lama-lama juga terbiasa."

Banu mengusap lembut pipi Giya. "Maaf ya." Bisiknya lembut tepat di depan bibir Giya.

Giya mengangguk lembut, dikecupnya pipi Banu. "Nggak papa, sayang."

Giya sempat bertanya dalam hati, apakah dirinya juga yang pertama bagi Banu. Atau di Inggris sana Banu sudah pernah merasakannya terlebih dahulu dengan perempuan lain. Mengingat lelaki itu cukup lama tinggal di negara Barat.

Ibu jari Banu memijat kening Giya yang tampak berkerut. "Ini lagi mikir apa?" Tanyanya lembut namun membuat Giya terlonjak.

Giya hanya menggeleng. "Nggak penting kok."

"Mikir apa, hm?" Ulang Banu.

"Hm itu..."

"Bilang aja, sayang."

"Waktu di Inggris, kamu pernah kayak kita yang semalem?" Tanya Giya ragu.

Banu mengernyitkan keningnya, namun ia langsung paham.

"Nggak lah. Aku mana ada deket sama cewek, apalagi sampe kayak gitu." Jawab Banu tegas.

"Masa?"

Banu mengangguk mantap. "Aku nggak seliar itu, Gi. Kamu yang pertama buat aku. Sama kayak aku yang pertama buat kamu."

Banu hanya menghela napas karena Giya tak menanggapi ucapannya. "Percaya sama aku ya, please!"

Tetangga Jauh (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang