Chapter 11

224 35 0
                                    

Ayano terdiam di balkon depan kamarnya. Menikmati angin malam yang menerpa di wajah gadis putih itu. Ia merasa tak enak harus merepotkan banyak orang disini. Hari ini, ia memutuskan untuk tak meminta bantuan orang lain jika memang benar-benar tak perlu.

"Aya-chan? Kau bisa sakit kalau disini terus loh." ucap gadis tak terlihat, Hagakure.

Ayano menatapnya. "Ah maaf apa aku membangunkanmu, Hagakure-san?"

"Tentu saja tidak! Aku baru saja dari bawah mengambil air putih."

Ayano tersenyum. "Ah begitu, istirahatlah."

Hari ini dia tak ingin berbicara banyak seperti biasanya. Dia hanya menghindari kontak dengan banyak orang, dia ingin berusaha sebisa mungkin untuk dirinya sendiri.

Hagakure menyadari hal itu, dia menghela napas panjang. "Kami tidak merasa direpotkan kok. Jangan sungkan begitu, ya?"

"Aku selalu saja merepotkan orang lain. Bahkan Momo-chan juga, aku kesini karena ingin mengasah kekuatanku untuk membantu kalian dan menjadi pahlawan dibalik layar." ucap Ayano sambil mendongak menatap langit.

Hagakure tersenyum. "Kau tidak pernah merepotkan kok. Yang lebih merepotkan itu Mineta tahu."

"Mineta?"

"Ah iya. Dia itu mesum, terkadang juga hampir mengintip kami saat mandi. Tapi hal itu selalu digagalkan oleh Lida." ujar Hagakure sambik tertawa lepas.

Ah, begitu. Definisi merepotkan bagi mereka itu bukan seperti yang aku pikirkan ya. Batin Ayano.

"Hagakure-san, Arigāto."

"Tentu saja!"

Ayano beranjak dari tempatnya. "Aku ingin mengambil air minum dibawah. Aku duluan ya,"

Hagakure mengangguk. "Baiklah."

Lalu Ayano pergi melangkahkan kakinya menuju lantai bawah. Hari ini pukul jam satu malam. Ayano tadi sudah tidur dari sore hingga tengah malam. Ia jadi kengingat ketika Uraraka panik tadi.

Beberapa jam yang lalu

"Ayano-chan! Suhu tubuhmu tambah tinggi." ujar Uraraka panik.

Ayano hanya merasa bahwa dirinya dingin. "Tolong, matikan AC nya Uraraka-san."

Uraraka melihat AC yang berada didalam kamar Ayano. Tapi benda itu sudah mati sejak ia masuk kesini. "Aku akan mengambil air es dibawah dan mengambil selimutku, kau tunggu disini."

Ayano ingin berbicara 'terima kasih' tapi mulutnya hanya bergetar kedinginan. Taoi tiba-tiba bukan Uraraka yang datang. Bakugo lah yang datang.

Ayano hendak membalikkan tubuhnya tapi Bakugo menahannya. "Ku mohon, biar aku yang merawatmu." ucap Bakugo.

"Berisik. Pergilah, aku tak ingin melihatmu dulu." ketus Ayano, walau hanya terlihat bayangan saja, ia tahu kalau itu Bakugo.

Ayano merasakan benda dingin di dahinya. "Apa yang kau lakukan?"

"Mengompresmu, diamlah."

Ayano memilih memejamkan matanya. "Di-dingin, Uraraka-san tadi bilang ingin mengambil selimut. Kenapa dia tak kembali?"

Bakugo teringat bahwa ia yang memaksa Uraraka pergi. Yah, dia hanya tak ingin gadis itu melihat wajah melasnya.

"Tunggu sebentar. Aku akan kembali." ucap Bakugo lalu mulai beranjak.

Ayano menahan pergelangan tangan Bakugo. "Jangan pergi."

Bakugo terkejut melihat wajah itu. Wajah seseorang yang tengah sakit hati. "Ku mohon," lanjut Ayano lagi.

Bakugo kembali duduk. "Ah, aku tak akan pergi. Tidurlah."

"Aku ingin memelukmu sebentar." lirih Ayano.

Bakugo terperanjat. "Ba-baiklah."

Mereka berpelukan hingga Ayano tertidur dan tiba-tiba Bakugo sudah tak berada disisinya.

Kembali ke waktu sekarang

Ayano menuruni tangga dengan perlahan. Ia memegang tembok yang berada di sisi kiri tangga. Padahal dia sudah meminum obatnya tadi. Lalu kenapa kepalanya pusing sekali?

Ayano sampai ke lantai dua. Tinggal tangga terakhir ia akan sampai di lantai satu. Matanya bertemu dengan seorang laki-laki yang menemaninya tidur tadi.

"Kau mau kemana?" tanya Bakugo.

Ayano tak mengalihkan pandangannya. "Mengambil air." Lalu melanjutkan menuruni tangga.

"Oi, tunggu disini. Akan ku ambilkan." ketus Bakugo.

"Tidak perlu. Aku bisa sendiri."

Bakugo menatap Ayano dalam diam ketika gadis itu memperlakukan dia seperti itu. "Kau tak apa?" tanya Bakugo.

"Tentu saja. Kau tidak perlu peduli lagi denganku." ucap Ayano. "Pergilah bersama Kendo. Terima kasih karena sudah mengkhawatirkan ku dan merawatku." lanjutnya tanpa beban.

Bakugo menatap punggung rapuh itu semakin menjauh dari pandangannya. Bakugo tahu, kalau Ayano hanya butuh waktu dan ruang untuk menenangkan diri.

"Aku akan menunggumu." ucap Bakugo lalu kembali ke kamarnya.

Ayano sudah sampai di dapur. Ia mengisi air putih dengan perlahan. Tubuhnya bergetar. "Bodoh. Kau ini sebenarnya membutuhkannya kan? Ayano no bāka..."

Aizawa memandang tubuh mungil itu. Yah, dia tak bisa membantu banyak.

"Kendo memberikan obat perangsang di minuman yang ia berikan pada Bakugo, Sensei. Aku dan Midoriya akan mencari buktinya." ucapan Todoroki itu terngiang di kepala Aizawa hingga sekarang.

"Vlad, apa yang akan kau lakukan pada muridmu itu?" gumam Aizawa sambil memandang Ayano yang kian menjauh dari pandangan matanya.

***

(END) In Another Life || BNHA • BAKUGO KATSUKI Where stories live. Discover now